- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Berharap nasibnya sama] Sopir Livina Maut Minta Disamakan dengan Rasyid


TS
WeWantWar
[Berharap nasibnya sama] Sopir Livina Maut Minta Disamakan dengan Rasyid
Quote:
Terdakwa kasus kecelakaan maut di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Andhika Pradipta Bayo Angin, berharap dihukum ringan. Rujukannya adalah kasus yang sama, yakni kecelakaan maut yang melibatkan putra bungsu Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Amrullah Rajasa, yang berujung hanya pada hukuman percobaan.
"Harapannya sama agar ringan seperti Rasyid," kata kuasa hukum Andhika, Hidayat Bostam, seusai persidangan perdana atas kasus kliennya itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 26 Maret 2013.
Hidayat mengklaim, kesamaan antara Rasyid dan kliennya juga ada pada santunan yang telah diberikan Andhika kepada keluarga korban. Ini termasuk yang menjadi pertimbangan hakim ketika memvonis Rasyid di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin lalu. "Seharusnya bisa memberikan keringanan saat vonis," katanya.
Andhika sendiri menolak memberikan pernyataannya secara langsung. Dia hanya tersenyum ketika Tempo menghampirinya. Selama menjalani persidangan pun Andhika, yang bertubuh gemuk dan berkulit putih, lebih banyak menunduk.
Dalam persidangan itu, jaksa penuntut umum Arya Wicaksana mendakwa Andhika dengan empat pasal berlapis. Dakwaan pertama berbunyi bahwa Andhika dengan sengaja mengemudi dalam keadaan yang membahayakan nyawa orang lain.
"Untuk itu, terdakwa dikenai Pasal 311 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Arya. “Ancaman hukumannya 12 tahun penjara.”
Dakwaan kedua, jaksa menyebutkan, Andhika mengemudi dalam keadaan atau kondisi yang membahayakan sehingga mengakibatkan korban luka berat. Dakwaan ini menggunakan jerat Pasal 311 ayat 4 dengan ancaman 10 tahun penjara.
Selain itu, Andhika didakwa Pasal 311 ayat 2 dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara karena menyebabkan kerusakan material. Dakwaan terakhir adalah Pasal 312 dengan ancaman penjara selama 3 tahun karena tidak memberi pertolongan kepada korban yang ditabrak dan malah mencoba kabur.
Kasus kecelakaan maut ini terjadi di Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada 27 Desember 2012. Saat itu, sekitar pukul 00.15 WIB, Andhika mengemudikan mobilnya, jenis Nissan Grand Livina, dari arah Kemang menuju Ampera. Di dalam mobil tersebut juga ada warga negara Korea bernama Hwan.
Saat sedang melintas di Jalan Kemang Selatan, Andhika menabrak sebuah Daihatsu Taruna yang dikendarai Ferry Halim di Kafe Piccadilly. Saat itu posisi mobil Ferry hendak keluar dari Kafe Piccadilly sehingga bagian belakangnya tertabrak.
Andhika, yang panik, malah kabur. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan sekitar 80 kilometer per jam. Dia juga sengaja mematikan lampu mobilnya dalam pelariannya itu.
Dengan kecepatan seperti itu, Andhika menabrak Zaid dan Kudhori, yang sedang berada di toko tambal ban. Bukannya berhenti, terdakwa malah tetap melajukan mobilnya hingga menabrak sebuah warung pecel di depan Gedung Arsip Nasional.
Di warung pecel itu, Hardianto, Maulana, Mutiara, Alex, Indah, dan Aditia menjadi korban. Mereka terpental. Belakangan, saat dilarikan ke Rumah Sakit Fatmawati, nyawa Maulana dan Hardianto tidak tertolong. (Baca: Sidang Putusan Rasyid Dianggap seperti Sinetron )
SUMUR
"Harapannya sama agar ringan seperti Rasyid," kata kuasa hukum Andhika, Hidayat Bostam, seusai persidangan perdana atas kasus kliennya itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 26 Maret 2013.
Hidayat mengklaim, kesamaan antara Rasyid dan kliennya juga ada pada santunan yang telah diberikan Andhika kepada keluarga korban. Ini termasuk yang menjadi pertimbangan hakim ketika memvonis Rasyid di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin lalu. "Seharusnya bisa memberikan keringanan saat vonis," katanya.
Andhika sendiri menolak memberikan pernyataannya secara langsung. Dia hanya tersenyum ketika Tempo menghampirinya. Selama menjalani persidangan pun Andhika, yang bertubuh gemuk dan berkulit putih, lebih banyak menunduk.
Dalam persidangan itu, jaksa penuntut umum Arya Wicaksana mendakwa Andhika dengan empat pasal berlapis. Dakwaan pertama berbunyi bahwa Andhika dengan sengaja mengemudi dalam keadaan yang membahayakan nyawa orang lain.
"Untuk itu, terdakwa dikenai Pasal 311 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Arya. “Ancaman hukumannya 12 tahun penjara.”
Dakwaan kedua, jaksa menyebutkan, Andhika mengemudi dalam keadaan atau kondisi yang membahayakan sehingga mengakibatkan korban luka berat. Dakwaan ini menggunakan jerat Pasal 311 ayat 4 dengan ancaman 10 tahun penjara.
Selain itu, Andhika didakwa Pasal 311 ayat 2 dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara karena menyebabkan kerusakan material. Dakwaan terakhir adalah Pasal 312 dengan ancaman penjara selama 3 tahun karena tidak memberi pertolongan kepada korban yang ditabrak dan malah mencoba kabur.
Kasus kecelakaan maut ini terjadi di Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada 27 Desember 2012. Saat itu, sekitar pukul 00.15 WIB, Andhika mengemudikan mobilnya, jenis Nissan Grand Livina, dari arah Kemang menuju Ampera. Di dalam mobil tersebut juga ada warga negara Korea bernama Hwan.
Saat sedang melintas di Jalan Kemang Selatan, Andhika menabrak sebuah Daihatsu Taruna yang dikendarai Ferry Halim di Kafe Piccadilly. Saat itu posisi mobil Ferry hendak keluar dari Kafe Piccadilly sehingga bagian belakangnya tertabrak.
Andhika, yang panik, malah kabur. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan sekitar 80 kilometer per jam. Dia juga sengaja mematikan lampu mobilnya dalam pelariannya itu.
Dengan kecepatan seperti itu, Andhika menabrak Zaid dan Kudhori, yang sedang berada di toko tambal ban. Bukannya berhenti, terdakwa malah tetap melajukan mobilnya hingga menabrak sebuah warung pecel di depan Gedung Arsip Nasional.
Di warung pecel itu, Hardianto, Maulana, Mutiara, Alex, Indah, dan Aditia menjadi korban. Mereka terpental. Belakangan, saat dilarikan ke Rumah Sakit Fatmawati, nyawa Maulana dan Hardianto tidak tertolong. (Baca: Sidang Putusan Rasyid Dianggap seperti Sinetron )
SUMUR
Kita liat aja apakah berhasil dapet vonis ringan apa ngga


0
6.6K
Kutip
101
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan