- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Rusdi Kirana , Dari Penjual Mesin Tik Jadi Bos Maskapai
TS
asboh0007
Rusdi Kirana , Dari Penjual Mesin Tik Jadi Bos Maskapai
Meraih perhatian karena
pemesanan bernilai triliunan
dengan Airbus dan Boeing,
pendiri Lion Air Rusdi Kirana
memiliki masa lalu yang
sederhana
pesan TS : jika mau sukses hars ngerkasa lbh dhlu
maaf klo thread brantakan maklum lwt hp
pemesanan bernilai triliunan
dengan Airbus dan Boeing,
pendiri Lion Air Rusdi Kirana
memiliki masa lalu yang
sederhana
Quote:
Rusdi Kirana, dengan kontrak
pemesanan pesawat Airbus
dengan nilai total US$24 miliar
(Rp 232,9 triliun) yang disaksikan
Presiden Perancis Francois
Hollande, telah melakukan
gebrakan sebagai anak remaja
penjual mesin tik yang kemudian
menjadi bos maskapai
penerbangan dengan perjanjian
pembelian yang disaksikan oleh
kedua pemimpin di kedua sisi
Samudera Atlantik.
Bersamaan dengan pemesanan
senilai $21 miliar dari Boeing
yang disaksikan oleh Presiden AS
Barack Obama hampir setahun
lalu, jumlah uang yang digunakan
maskapai penerbangan berbiaya
rendah miliknya, Lion Air, dapat
dengan mudah menutupi biaya
talangan untuk Siprus, bahkan
setelah diskon besar.
Namun, menerima sambutan
hangat di Perancis yang biasanya
ditujukan untuk kepala negara,
miliarder yang tidak suka
publisitas itu tidak terpukau
dengan adanya karpet merah.
“Saya senang berada di sini,
namun saya lebih tertarik dengan
perumahan yang akan saya
bangun untuk para pegawai saya
beserta keluarganya,” ujar Rusdi
kepada kantor berita Reuters,
setelah penandatanganan
perjanjian.
Pengusaha berusia 49 tahun itu
telah memecahkan rekor dengan
dua produsen jet global besar
tersebut. Namun ia masih suka
terbang menggunakan kelas
ekonomi dan lebih suka berbicara
mengenai masa lalu serta gaya
hidupnya yang sederhana.
“Saya lebih senang terbang
dengan kelas ekonomi, namun
terkadang itu membuat para
pemasok saya tidak nyaman. Saya
tidak mau membuat produsen
kesal,” ujar Rusdi.
Tidak mudah menebak apakah
Rusdi sedang serius atau
bercanda. Di luar rambutnya yang
hitam, kumisnya yang lebat dan
senyumnya yang ceria, ia sosok
yang misterius. Abangnya, Kusnan
juga memiliki karakter yang sama.
Keduanya bersama-sama
mendirikan maskapai
penerbangan domestik berbiaya
rendah terbesar di Indonesia
dengan hanya satu jet 12 tahun
lalu.
Meski ekspansi Lion Air menyedot
perhatian dunia, perusahaan
tersebut masih menghadapi
kesulitan dengan citranya.
Perusahaan ini memiliki reputasi
sering terlambat dan masih
diskors oleh Uni Eropa karena
masalah keselamatan, yang
awalnya berlaku untuk semua
maskapai penerbangan Indonesia.
Rusdi merasa hal itu tidak adil.
“Tidak ada yang berubah apakah
saya membeli pesawat Airbus,
tapi saya harap situasi akan
membaik,” ujarnya.
Airbus telah meminjamkan
penasihat keselamatan untuk
maskapai ini, dan para diplomat
diharapkan menghapus larangan
itu segera. Komisi Eropa
dijadwalkan mengevaluasi daftar
larangannya pada pertengahan
tahun.
pemesanan pesawat Airbus
dengan nilai total US$24 miliar
(Rp 232,9 triliun) yang disaksikan
Presiden Perancis Francois
Hollande, telah melakukan
gebrakan sebagai anak remaja
penjual mesin tik yang kemudian
menjadi bos maskapai
penerbangan dengan perjanjian
pembelian yang disaksikan oleh
kedua pemimpin di kedua sisi
Samudera Atlantik.
Bersamaan dengan pemesanan
senilai $21 miliar dari Boeing
yang disaksikan oleh Presiden AS
Barack Obama hampir setahun
lalu, jumlah uang yang digunakan
maskapai penerbangan berbiaya
rendah miliknya, Lion Air, dapat
dengan mudah menutupi biaya
talangan untuk Siprus, bahkan
setelah diskon besar.
Namun, menerima sambutan
hangat di Perancis yang biasanya
ditujukan untuk kepala negara,
miliarder yang tidak suka
publisitas itu tidak terpukau
dengan adanya karpet merah.
“Saya senang berada di sini,
namun saya lebih tertarik dengan
perumahan yang akan saya
bangun untuk para pegawai saya
beserta keluarganya,” ujar Rusdi
kepada kantor berita Reuters,
setelah penandatanganan
perjanjian.
Pengusaha berusia 49 tahun itu
telah memecahkan rekor dengan
dua produsen jet global besar
tersebut. Namun ia masih suka
terbang menggunakan kelas
ekonomi dan lebih suka berbicara
mengenai masa lalu serta gaya
hidupnya yang sederhana.
“Saya lebih senang terbang
dengan kelas ekonomi, namun
terkadang itu membuat para
pemasok saya tidak nyaman. Saya
tidak mau membuat produsen
kesal,” ujar Rusdi.
Tidak mudah menebak apakah
Rusdi sedang serius atau
bercanda. Di luar rambutnya yang
hitam, kumisnya yang lebat dan
senyumnya yang ceria, ia sosok
yang misterius. Abangnya, Kusnan
juga memiliki karakter yang sama.
Keduanya bersama-sama
mendirikan maskapai
penerbangan domestik berbiaya
rendah terbesar di Indonesia
dengan hanya satu jet 12 tahun
lalu.
Meski ekspansi Lion Air menyedot
perhatian dunia, perusahaan
tersebut masih menghadapi
kesulitan dengan citranya.
Perusahaan ini memiliki reputasi
sering terlambat dan masih
diskors oleh Uni Eropa karena
masalah keselamatan, yang
awalnya berlaku untuk semua
maskapai penerbangan Indonesia.
Rusdi merasa hal itu tidak adil.
“Tidak ada yang berubah apakah
saya membeli pesawat Airbus,
tapi saya harap situasi akan
membaik,” ujarnya.
Airbus telah meminjamkan
penasihat keselamatan untuk
maskapai ini, dan para diplomat
diharapkan menghapus larangan
itu segera. Komisi Eropa
dijadwalkan mengevaluasi daftar
larangannya pada pertengahan
tahun.
Quote:
Proyek Perumahan
Lion Air menguasai sekitar 45
persen pasar domestik Indonesia
dan layanan harga murahnya
memiliki motto, “We Make People
Fly (Kami Membawa Orang
Terbang).” Namun untuk
memenuhi mimpi menguasai 60
persen pangsa pasar, ia
memerlukan lebih banyak pilot
dan teknisi.
Dalam sebuah wawancara dengan
Reuters tahun lalu, Rusdi
memperlihatkan gambar “Desa
Lion Air,” yang dirancang untuk
memberikan akomodasi asrama
bagi 3.000 orang dan 1.000
rumah kecil di dekat bandar
udara Jakarta.
Sekarang ini, menurutnya, ia telah
mengakomodasi 10.000 orang
termasuk keluarga pegawai, dan
pembangunan tempat tinggal
tersebut telah selesai 90 persen.
Ia berbicara dengan semangat
mengenai manfaat sosial namun
para pengamat industri
mengatakan tempat tinggal untuk
pegawai di dekat tempat kerja
merupakan solusi jitu untuk
kemacetan di Jakarta.
Rusdi sendiri memiliki rumah di
Indonesia, Singapura dan
Malaysia, namun ia terkenang
dengan hari-hari di mana ia
kelaparan di sekolah dan
menghasilkan sekitar Rp 100.000
per bulan dari bekerja menjual
mesin tik, dan sekarang ia
menghindari kemewahan seperti
penggunaan pesawat jet pribadi
milik perusahaan.
Lion Air menguasai sekitar 45
persen pasar domestik Indonesia
dan layanan harga murahnya
memiliki motto, “We Make People
Fly (Kami Membawa Orang
Terbang).” Namun untuk
memenuhi mimpi menguasai 60
persen pangsa pasar, ia
memerlukan lebih banyak pilot
dan teknisi.
Dalam sebuah wawancara dengan
Reuters tahun lalu, Rusdi
memperlihatkan gambar “Desa
Lion Air,” yang dirancang untuk
memberikan akomodasi asrama
bagi 3.000 orang dan 1.000
rumah kecil di dekat bandar
udara Jakarta.
Sekarang ini, menurutnya, ia telah
mengakomodasi 10.000 orang
termasuk keluarga pegawai, dan
pembangunan tempat tinggal
tersebut telah selesai 90 persen.
Ia berbicara dengan semangat
mengenai manfaat sosial namun
para pengamat industri
mengatakan tempat tinggal untuk
pegawai di dekat tempat kerja
merupakan solusi jitu untuk
kemacetan di Jakarta.
Rusdi sendiri memiliki rumah di
Indonesia, Singapura dan
Malaysia, namun ia terkenang
dengan hari-hari di mana ia
kelaparan di sekolah dan
menghasilkan sekitar Rp 100.000
per bulan dari bekerja menjual
mesin tik, dan sekarang ia
menghindari kemewahan seperti
penggunaan pesawat jet pribadi
milik perusahaan.
Quote:
Terbuka
Rusdi mulai usahanya di kala
remaja dengan menjual mesin tik
‘Brother’ buatan Amerika.
Abangnya yang membiayai
sekolahnya. Mereka kemudian
mendirikan perusahaan perjalanan
bersama, sebelum beralih ke
maskapai penerbangan pada Juni
2000.
Tiga bulan kemudian, Rusdi
tergoda menjual maskapai itu
untuk uang $1 juta (Rp 10 miliar),
namun ia mengatakan istrinya
mencegahnya.
Kedua kakak beradik tersebut
mempertimbangkan menjual
saham perusahaan untuk lebih
dari $1 miliar tahun lalu, tapi
membatalkannya karena pasar
yang tidak kondusif. Jika rencana
tersebut dilangsungkan pada 2015
sesuai rencana, maskapai itu
harus transparan mengenai
keuangannya.
“Kami tidak ingin menunjukkan
banyak hal pada orang-orang.
Kami hanya ingin bekerja,” ujar
Rusdi pada sebuah makan siang di
Singapura setahun lalu.
“Anda boleh telepon para bankir
saya. Mereka tidak akan
membiayai sebuah perusahaan
yang tidak bagus.”
Bertrand Grabowski, kepala divisi
penerbangan bank Jerman DVB,
mengatakan pihaknya membiayai
pembelian beberapa pesawat
terbang untuk Lion Air dan
“sangat terkesan” dengan
pertumbuhannya.
“Saya sangat yakin Lion akan
tumbuh lebih tinggi menjadi
maskapai penerbangan regional
yang sukses,” ujarnya.
Namun, beberapa pihak dalam
industri khawatir bahwa suku
bungan yang rendah dan kredit
ekspor Barat yang membantu
maskapai berbiaya rendah di Asia
akan membanjiri pasar dengan
pesawat terbang.
Rusdi juga merupakan contoh
tepat untuk apa yang disebut
seorang pemodal “key man risk”
atau para CEO yang sangat
terlibat dalam usaha mereka
sehingga mereka takut akan apa
yang dapat terjadi tanpa mereka.
Karakter ini sama dengan saingan
utamanya, Tony Fernandes dari
AirAsia, yang baru-baru ini
menandatangani kontrak
pemesanan yang besar untuk
Airbus, disaksikan oleh Perdana
Menteri Inggris David Cameron.
Keduanya membuat produsen
pesawat dan politisi menyembah
kaki mereka. Namun jika
Fernandes mendapat sorotan
media, sebagai pemilik tim
olahraga dan rajin berkicau di
Twitter, Rusdi jarang sekali
memberikan wawancara.
“Medan perang kami ada di
pasar,” ujarnya tahun lalu.
(Reuters/Tim Hepher and Neil
Chatterjee)
Rusdi mulai usahanya di kala
remaja dengan menjual mesin tik
‘Brother’ buatan Amerika.
Abangnya yang membiayai
sekolahnya. Mereka kemudian
mendirikan perusahaan perjalanan
bersama, sebelum beralih ke
maskapai penerbangan pada Juni
2000.
Tiga bulan kemudian, Rusdi
tergoda menjual maskapai itu
untuk uang $1 juta (Rp 10 miliar),
namun ia mengatakan istrinya
mencegahnya.
Kedua kakak beradik tersebut
mempertimbangkan menjual
saham perusahaan untuk lebih
dari $1 miliar tahun lalu, tapi
membatalkannya karena pasar
yang tidak kondusif. Jika rencana
tersebut dilangsungkan pada 2015
sesuai rencana, maskapai itu
harus transparan mengenai
keuangannya.
“Kami tidak ingin menunjukkan
banyak hal pada orang-orang.
Kami hanya ingin bekerja,” ujar
Rusdi pada sebuah makan siang di
Singapura setahun lalu.
“Anda boleh telepon para bankir
saya. Mereka tidak akan
membiayai sebuah perusahaan
yang tidak bagus.”
Bertrand Grabowski, kepala divisi
penerbangan bank Jerman DVB,
mengatakan pihaknya membiayai
pembelian beberapa pesawat
terbang untuk Lion Air dan
“sangat terkesan” dengan
pertumbuhannya.
“Saya sangat yakin Lion akan
tumbuh lebih tinggi menjadi
maskapai penerbangan regional
yang sukses,” ujarnya.
Namun, beberapa pihak dalam
industri khawatir bahwa suku
bungan yang rendah dan kredit
ekspor Barat yang membantu
maskapai berbiaya rendah di Asia
akan membanjiri pasar dengan
pesawat terbang.
Rusdi juga merupakan contoh
tepat untuk apa yang disebut
seorang pemodal “key man risk”
atau para CEO yang sangat
terlibat dalam usaha mereka
sehingga mereka takut akan apa
yang dapat terjadi tanpa mereka.
Karakter ini sama dengan saingan
utamanya, Tony Fernandes dari
AirAsia, yang baru-baru ini
menandatangani kontrak
pemesanan yang besar untuk
Airbus, disaksikan oleh Perdana
Menteri Inggris David Cameron.
Keduanya membuat produsen
pesawat dan politisi menyembah
kaki mereka. Namun jika
Fernandes mendapat sorotan
media, sebagai pemilik tim
olahraga dan rajin berkicau di
Twitter, Rusdi jarang sekali
memberikan wawancara.
“Medan perang kami ada di
pasar,” ujarnya tahun lalu.
(Reuters/Tim Hepher and Neil
Chatterjee)
pesan TS : jika mau sukses hars ngerkasa lbh dhlu
maaf klo thread brantakan maklum lwt hp
0
3.6K
Kutip
47
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan