- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Warga Dua Provinsi Keluhkan Jalan Poros Sulteng-Sultra


TS
rendroprayogo
Warga Dua Provinsi Keluhkan Jalan Poros Sulteng-Sultra
Sumber: http://www.perspektifnews.com/?p=921
Selasa, 19 Maret 2013
PerspektifNews, Kendari – Kerusakan jalan poros Trans-Sulawesi, yang menghubungkan antara kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dan kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara sudah semakin parah. Padahal kerusakan tersebut sudah sering dikeluhkan oleh warga karena aktivitas perekonomian mereka terganggu. Sementara pemerintah daerah hingga saat ini belum berupaya untuk memperbaiki jalan tersebut.
“Kerusakan jalan poros ke Sulawesi Tengah itu sangat menghambat aktivitas ekonomi warga, utamanya kami para pedagang yang ingin masuk menjual di Morowali. Sudah berpuluh-puluh tahun kami mengalami kendala yang demikian sulitnya. Pemerintah seakan tidak peduli dengan kondisi jalan tersebut,” kata Kibe (45), salah seorang tokoh masyarakat desa Lamonae, Kabupaten Konawe Utara ketika ditemui oleh PerspektifNews.
Ia menjelaskan rusaknya jalan yang menghubungkan dua kabupaten yang kaya dengan tambang Nikel ini sering kali membuat kendaraan menjadi rusak. Sementara jalan tersebut, menurut Kibe, merupakan jalan strategis yang sangat menunjang kemajuan perekonomian di kedua provinsi tersebut.
“Kendaraan kami sering kali rusak berat kalau kami melewati jalan ke desa Buleleng itu, padahal ini jalan poros antar provinsi,” ujarnya.
Senada dengan Kibe, Ahmad (37) salah seorang warga desa Buleleng juga mengeluhkan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa aktivitas dagang yang ia lakoni sejak berpuluh-puluh tahun lalu sering kali terhambat karena rusaknya jalan tersebut.
“Kerusakan jalan perbatasan menuju Tetewatu sudah sangat memprihatinkan. Terkadang kami harus turun untuk mendorong dan menarik mobil dengan menggunakan tali utamanya di daerah pendakian yang berlumpur hingga ke lutut,” ujar pedagang komoditi cokelat dan jambu mete tersebut.
Ia mengakui setahun terakhir ini terpaksa menjual cokelat dan biji jambu mete ke kota Palu, karena lebih menghemat biaya dibandingkan kalau dijual di kota Kendari. Padahal tempat tinggal Ahmad lebih dekat ke kota Kendari.
“Andaikan jalan itu diperbaiki, kami lebih enak karena bisa menjual cokelat dan jambu mete di kota Kendari. Praktis biaya yang kami keluarkan lebih efisien dan barangnya lebih cepat sampai,” pungkasnya.
Kondisi jalan yang rusak tersebut bukan hanya merugikan para pedagang saja, namun juga para supir angkutan umum yang selalu melintasi jalan tersebut. Andi Wira (35), supir mobil PO Mitra Usaha jurusan Kendari – Bungku juga mengeluhkan kerusakan jalan yang biasa ia lintasi.
“Kalau musim hujan, kami sering menurunkan penumpang untuk bersama-sama menarik mobil agar bisa lolos dari jalan batas itu. Kalau mobil Strada atau mobil Ford dari perusahaan tambang dan perusahaan sawit itu Ian tidak peduli. Mereka bisa lolos karena mobil mereka memaki double handel. Mereka juga kalau lewat, ya lewat begitu saja. Mereka tidak mau membantu kami menarik mobil kami agar bisa lolos,” ujarnya.
Andi mengungkapkan, acapkali mereka sebagai sopir angkutan penumpang dituduh sebagai perusak jalan. Padahal menurutnya yang merusak jalan itu sebenarnya mobil-mobil besar yang berasal dari perusahaan tambang atau perusahaan kelapa sawit. Mobil-mobil besar tersebut biasanya mengangkut alat berat atau mengangkut Nikel.
“Orang sering menuduh kami yang merusak jalan, padahal mereka tidak melihat truk-truk besar pengangkut kelapa sawit dan pengangkut alat berat dari perusahaan serta mobil Mitsubishi Strada atau Ford. Justru mereka itulah yang merusak jalan. Seharusnya perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan jalan poros itu,”keluhnya. (Udin)
Sumber: http://www.perspektifnews.com/?p=921
Selasa, 19 Maret 2013
PerspektifNews, Kendari – Kerusakan jalan poros Trans-Sulawesi, yang menghubungkan antara kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dan kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara sudah semakin parah. Padahal kerusakan tersebut sudah sering dikeluhkan oleh warga karena aktivitas perekonomian mereka terganggu. Sementara pemerintah daerah hingga saat ini belum berupaya untuk memperbaiki jalan tersebut.
“Kerusakan jalan poros ke Sulawesi Tengah itu sangat menghambat aktivitas ekonomi warga, utamanya kami para pedagang yang ingin masuk menjual di Morowali. Sudah berpuluh-puluh tahun kami mengalami kendala yang demikian sulitnya. Pemerintah seakan tidak peduli dengan kondisi jalan tersebut,” kata Kibe (45), salah seorang tokoh masyarakat desa Lamonae, Kabupaten Konawe Utara ketika ditemui oleh PerspektifNews.
Ia menjelaskan rusaknya jalan yang menghubungkan dua kabupaten yang kaya dengan tambang Nikel ini sering kali membuat kendaraan menjadi rusak. Sementara jalan tersebut, menurut Kibe, merupakan jalan strategis yang sangat menunjang kemajuan perekonomian di kedua provinsi tersebut.
“Kendaraan kami sering kali rusak berat kalau kami melewati jalan ke desa Buleleng itu, padahal ini jalan poros antar provinsi,” ujarnya.
Senada dengan Kibe, Ahmad (37) salah seorang warga desa Buleleng juga mengeluhkan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa aktivitas dagang yang ia lakoni sejak berpuluh-puluh tahun lalu sering kali terhambat karena rusaknya jalan tersebut.
“Kerusakan jalan perbatasan menuju Tetewatu sudah sangat memprihatinkan. Terkadang kami harus turun untuk mendorong dan menarik mobil dengan menggunakan tali utamanya di daerah pendakian yang berlumpur hingga ke lutut,” ujar pedagang komoditi cokelat dan jambu mete tersebut.
Ia mengakui setahun terakhir ini terpaksa menjual cokelat dan biji jambu mete ke kota Palu, karena lebih menghemat biaya dibandingkan kalau dijual di kota Kendari. Padahal tempat tinggal Ahmad lebih dekat ke kota Kendari.
“Andaikan jalan itu diperbaiki, kami lebih enak karena bisa menjual cokelat dan jambu mete di kota Kendari. Praktis biaya yang kami keluarkan lebih efisien dan barangnya lebih cepat sampai,” pungkasnya.
Kondisi jalan yang rusak tersebut bukan hanya merugikan para pedagang saja, namun juga para supir angkutan umum yang selalu melintasi jalan tersebut. Andi Wira (35), supir mobil PO Mitra Usaha jurusan Kendari – Bungku juga mengeluhkan kerusakan jalan yang biasa ia lintasi.
“Kalau musim hujan, kami sering menurunkan penumpang untuk bersama-sama menarik mobil agar bisa lolos dari jalan batas itu. Kalau mobil Strada atau mobil Ford dari perusahaan tambang dan perusahaan sawit itu Ian tidak peduli. Mereka bisa lolos karena mobil mereka memaki double handel. Mereka juga kalau lewat, ya lewat begitu saja. Mereka tidak mau membantu kami menarik mobil kami agar bisa lolos,” ujarnya.
Andi mengungkapkan, acapkali mereka sebagai sopir angkutan penumpang dituduh sebagai perusak jalan. Padahal menurutnya yang merusak jalan itu sebenarnya mobil-mobil besar yang berasal dari perusahaan tambang atau perusahaan kelapa sawit. Mobil-mobil besar tersebut biasanya mengangkut alat berat atau mengangkut Nikel.
“Orang sering menuduh kami yang merusak jalan, padahal mereka tidak melihat truk-truk besar pengangkut kelapa sawit dan pengangkut alat berat dari perusahaan serta mobil Mitsubishi Strada atau Ford. Justru mereka itulah yang merusak jalan. Seharusnya perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan jalan poros itu,”keluhnya. (Udin)
Sumber: http://www.perspektifnews.com/?p=921
0
736
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan