Ⓐkhir Tahun 1960 an Indonesia membeli pesawat MiG 15 UTI dari Chekoslovakia sebanyak 30 unit, pesawat dengan 2 tempat duduk ini banyak dipakai sebagai pesawat jet latih lanjut AURI. Jika MiG 15 Faggot bertempat duduk tunggal maka MiG 15 UTI bertempat duduk tandem untuk instruktur dan kadet penerbang.
Dengan dibekali oleh mesin Turbojet Klimov RD 45 FA, MiG 15 UTI mampu mencapai kecepatan maksimum 670 mil/jam dengan ketinggian 15.550 m. Untuk menghadapi musuh, MiG 15 UTI dipersenjatai dengan 2 buah kanon 23 mm yang terletak di bawah hidung.
Diberitakan pesawat MiG 15 UTI AURI ini tiba di Lanud Kemayoran sejak 14 Agustus 1958. Pesawat ini memperkuat Skadron 11 Kemayoran bersama MiG 17.
Spoiler for tambahan tentang MIG:
MiG-15 adalah jet tempur Uni Soviet pertama yang digunakan dalam pertempuran dan merupakan salah satu pesawat tempur yang paling banyak dibuat dalam sejarah. Pesawat yang berhasil melakukan first flight pada tanggal 30 Desember 1947 ini dibuat sebanyak 12.000 unit dalam berbagai varian, termasuk varian latih MiG-15 UTI. Pesawat ini juga dibuat sebanyak 6.000 unit secara lisensi oleh Polandia, Cekoslovakia, dan RRC. Sekitar 40 negara tercatat sebagai pengguna pesawat tempur ini, termasuk Indonesia yang menggunakannya pada tahun 1960-an.
Pesawat tempur ini mulai dirancang pada tahun 1946 dengan memanfaatkan data-data teknis Focke-Wulf Ta-183 yang berhasil direbut oleh Uni Soviet dari Jerman pada akhir Perang Dunia II. MiG-15 menggunakan mesin jet Klimov RD-45 yang merupakan hasil jiplakan Uni Soviet terhadap mesin Rolls Royce Nene buatan Inggris. Rolls Royce sendiri pernah mengajukan gugatan sebesar 207 juta poundsterling sebagai ganti rugi terhadap tindakan Uni Soviet tersebut, namun tidak berhasil.
MiG-15 pada awalnya dirancang sebagai interceptor untuk menghadapi pesawat-pesawat pembom AS seperti B-29 Superfortress. Oleh karena itu maka MiG-15 dipersenjatai dengan sepucuk kanon kaliber 37mm dan dua pucuk kanon kaliber 23mm. Pesawat tempur ini pertama kali digunakan dalam pertempuran ketika 50th Fighter Aviation Division dikirim oleh Stalin ke wilayah selatan Cina untuk membantu RRC dalam masa-masa akhir perang saudara Cina di tahun 1950. Di sinilah untuk pertama kalinya MiG-15 berhasil meraih kemenangan dalam pertempuran udara, berhasil menembak jatuh P-38 Lightning dan B-24 Liberator milik pasukan Taiwan.
Perang Korea kemudian menjadi medan tempur yang benar-benar memperlihatkan kemampuan MiG-15, terutama di daerah sepanjang Sungai Yalu yang akhirnya dikenal sebagai MiG Alley. Kehadiran MiG-15 memaksa Angkatan Udara AS menghentikan untuk sementara operasi pesawat pembom B-29, sementara pesawat-pesawat tempur Sekutu lainnya seperti F-80 Shooting Star dan Gloster Meteor F.8 ternyata bukan merupakan lawan yang seimbang bagi MiG-15. Bisa dikatakan hanya F-86 Sabre dengan pilot-pilotnya yang terlatih yang merupakan lawan seimbang bagi MiG-15 dalam Perang Korea.
Menyadari kemampuan MiG-15, AS dan negara-negara NATO sangat menginginkan untuk mendapatkan MiG-15 secara utuh. Mereka bahkan sampai menawarkan imbalan uang dan suaka politik bagi pilot-pilot Komunis yang bersedia membawa MiG-15 ke wilayah AS atau NATO. Keinginan NATO tersebut akhirnya terjawab setelah pada tanggal 5 Maret 1953 sebuah MiG-15 Angkatan Udara Polandia dengan pilot Franciszek Jarecki mendaratkan pesawatnya di wilayah Denmark di Laut Baltik. Jarecki sendiri kemudian memperoleh suaka poltik di AS, bertemu langsung dengan presiden Eisenhower, dan memperoleh hadiah sebesar 50.000 dollar AS.
Kisah pembelotan Jarecki kemudian dijadikan alat propaganda oleh AS dalam Perang Korea yang saat itu belum memasuki masa gencatan senjata. Pada tanggal 21 September 1953 sebuah MiG-15 Korea Utara dengan pilot No Kum Sok membelot dan mendarat di bandara Kimpo, Korea Selatan. No Kum Sok kemudian memperoleh suaka politik, menjadi warga negara AS, dan memperoleh hadiah sebesar 100.000 dollar AS. Sementara pesawat MiG-15 dikirim ke pangkalan Angkatan Udara AS di Dayton untuk dipelajari. No Kum Sok sendiri pada akhirnya mengganti namanya menjadi Kenneth Rowe dan melanjutkan pendidikannya ke Universitas Delaware. Ia kemudian menjadi insinyur penerbangan yang sempat bekerja di sejumlah perusahaan pesawat terbang seperti Grumman, Lockheed, dan General Dynamics sebelum akhirnya menjadi dosen di Embry-Riddle Aeronatical University.
Selain Perang Korea, pertempuran lainnya yang melibatkan MiG-15 antara lain adalah Krisis Suez tahun 1956 dan Krisis Selat Taiwan tahun 1954-1955 dan 1958. Selama Krisis Suez tahun 1956 MiG-15 Angkatan Udara Mesir berhasil menembak jatuh setidaknya tiga unit pesawat militer Israel, termasuk jet tempur Gloster Meteor F.8 dan Dassault Ouragan. Sementara dalam Krisis Selat Taiwan tahun 1958 seakan kembali mengulangi Perang Korea di mana MiG-15 RRC kembali berhadapan dengan F-86 Sabre yang kali ini digunakan oleh Angkatan Udara Taiwan. Dalam Krisis Selat Taiwan ini untuk pertama kalinya digunakan rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder dan sekitar 10 unit MiG-15 RRC menjadi korban rudal tersebut.
Selain beberapa perang tersebut di atas, MiG-15 juga seringkali terlibat insiden dengan pesawat-pesawat militer NATO selama berlangsungya perang dingin. Misalnya saja pada tanggal 16 Desember 1950 sebuah pesawat pengintai RB-29 Angkatan Udara AS ditembak jatuh oleh MiG-15 Uni Soviet di atas Laut Jepang. Peristiwa yang sama kemudian terulang pada tanggal 13 Juni 1952, kembali sebuah RB-29 juga ditembak jatuh di Laut Jepang oleh MiG-15 Uni Soviet. Selanjutnya pada tanggal 7 Agustus 1952 sebuah RB-29 juga kembali ditembak jatuh oleh MiG-15 Uni Soviet di atas Kepulauan Kuril.
Tidak hanya pesawat militer AS saja yang menjadi korban MiG-15 selama perang dingin, namun juga pesawat militer milik NATO dan beberapa negara Eropa barat lainnya juga menjadi korban keganasan MiG-15. Misalnya saja pada peristiwa Catalina Affair pada bulan Juli 1952. Ketika itu MiG-15 Uni Soviet menembak jatuh sebuah pesawat DC-3 milik Angkatan Udara Swedia di atas Laut Baltik dan ketika Swedia melakukan operasi pencarian korban yang hilang denga menggunakan dua pesawat PBY Catalina, Uni Soviet juga menembak jatuh sebuah pesawat Catalina yang terlibat dalam operasi pencarian tersebut. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1953 sebuah Avro Lincoln RAF ditembak jatuh MiG-15 di dekat Jerman Timur.
Walaupun terbang pertama kali pada tahun 1949, namun sejumlah negara masih tetap mengoperasikan MiG-15 hingga akhir abad ke-20. Tidak ada catatan yang pasti mengenai masa operasional MiG-15, namun pada umumnya negara pengguna MiG-15 mulai mempensiunkan pesawat tempur ini pada akhir tahun 1960-an dan kemungkinan besar Angkatan Udara Albania menjadi pengguna terakhir varian tempur MiG-15 yang menggunakan pesawat ini sampai dengan tahun 2000. Sementara untuk varian latih MiG-15UTI dikabarkan sampai saat ini masih terus digunakan oleh Angkatan Udara Korea Utara.
Specifications (MiG-15bis)
Crew : 1
Powerplant : 1 x 26.5 kN Klimov VK-1 turbojet engine
Length : 10.11m
Wingspan : 10.08m
Height : 3.30m
Weight empty : 3,580 kg
Maximum take-off weight : 6,105 kg
Maximum speed : 1,075 km/h
Range : 1,200 km
Service ceiling : 15,500m
Armament : 1 x 37mm N-37 cannon, 2 x 23mm NR-23 cannons, and 2 x 100 kg bombs