thread ini ane buat karena thread lama nggk bisa ke buka, cuma ada di old kaskus
sebelumnya, tolong
dan
agar semakin banyak yang tau dan mengerti apa itu hemofilia
Dear all kaskuser,
17 April nanti adalah hari yang sangat penting bagi kami, karena pada tanggal itu diperingati sebagai hari Hemofilia se-dunia, tahun ini (2012) tema yang diangkat adalah "CLOSE THE GAP"
teman2 kaskuser bisa berpartisipasi dengan share tread ini ke facebook, twitter ataupun akun jejaring sosial lainnya, agar hemofilia semakin dikenal oleh masyarakat
Quote:
sudah tau hemofilia itu apa gan?
Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah akibat kekurangan salah satu faktor pembekuan. Darah seorang penderita hemofilia umumnya tidak dapat membeku dengan sendirinya dan membutuhkan proses pembekuan lebih lama.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit, seperti luka memar akibat benturan kecil, atau luka memar hanya gara-gara lelah usai melakukan aktivitas berat.
Ada pula yang mengalami pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki, atau siku tangan. Dan, akan membahayakan jiwa jika pendarahan terjadi di area organ vital, seperti otak atau jantung.
Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, Prof. Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) mengatakan, mayoritas kasus hemofilia yang ditemui umumnya akibat faktor genetik atau keturunan, meski muncul sejumlah faktor pemicu lainnya.
Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 20 ribu orang terdeteksi hemofilia. "Hemofilia merupakan penyakit praduga dan butuh penanganan terus-menerus," ujarnya dalam konferensi pers menyambut hari hemofilia sedunia 17 April 2012, di RSCM, Jakata, 12 April 2012.
Jika pasien hemofilia di sejumlah negara, seperti Thailand dan Malaysia, sudah menjadi tanggungan pemerintah, pasien di Indonesia seringkali masih kesulitan melakukan perawatan akibat terbentur biaya besar. Mulai dari biaya pengecekan darah hingga pembelian obat.
Djajadiman mencontohkan biaya suntik untuk membantu membekukan darah yang mencapai Rp1,4 juta per suntik. Padahal, dalam sehari bisa 2-3 kali suntik. Bahkan jika sudah parah, harus menanggung obat seharga Rp5 juta.
Di tengah kesulitan itu, ada dua hal yang harus diutamakan untuk memberikan penanganan terbaik bagi pasien hemofilia.
1. Tenaga Ahli
Penderita hemofilia masih membutuhkan banyak ahli, seperti hematologi. Terutama untuk wilayah-wilayah pelosok. Dengan adanya tenaga ahli, seperti yang telah tersedia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, masyarakat tentu lebih mudah dalam melakukan perawatan.
2. Edukasi
Hemofilia merupakan sebuah penyakit yang rata-rata tidak diketahui masyarakat awam. Pemberian dan penyebaran edukasi mengenai penanganan Hemofilia di Indonesia, dapat membantu membangun pondasi untuk menunjang fasilitas bagi pasien hemofilia. Edukasi ini juga dimaksudkan agar khalayak luas lebih mengetahui mengenai gejala umum bagi penderita hemofilia.
Quote:
Hilangkan Kesenjangan Menjelang Hari Hemofilia
Menjelang hari Hemofilia sedunia pada 17 April mendatang, Himpunan Masyarakat Hemofilia (HMHI) menggandeng Novo Nordisk melakukan sebuah program "Upaya Menghilangkan Kesenjangan dalam Penanganan Hemofilia".
"Kesadaran masyarakat masih sangat rendah terhadap hemofilia. Edukasi kepada masyarakat diperlukan sehingga penanganan hemofilia bisa lebih optimal," papar General Manager Novo Nordisk Indonesia, Sandeep Suur, Rabu (12/4).
Menurut Prof. dr. Rahajuningsih selaku Sekretaris HMHI, peringatan hari Hemofilia di Indonesia akan dilakukan dengan mengadakan talkshow sebagai upaya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat.
"Agar banyak orang yang mengetahui mengenai hemofilia, maka akan dilakukan semacam talkshow agar masyarakat bisa tergerak untuk membantu," paparnya.
Penanganan hemofilia yang baik akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, sama seperti orang normal. Di Indonesia, penanganannya masih belum sepenuhnya memuaskan sehingga cukup banyak penderita yang menjadi cacat. Akhirnya terjadi kesenjangan, sehingga lapangan pekerjaan bagi mereka menjadi semakin sulit.
Perencanaan dari program 'Upaya Menghilangkan Kesenjangan dalam Penangan Hemofilia' ini akan melalui berbagai proses, yakni kerja sama dengan organisasi profesi dan lembaga sosial nasional dan internasional untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada tenaga medis/paramedik, pasien dan masyarakat.
Selain itu, diperlukan juga kerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki fasilitas diagnostik dan akses pengobatan, serta konsilidasi internal organisasi HMHI.
"Kesenjangan di Indonesia masih terasa. Penyakit hemofilia dan penanganannya yang optimal menjadi tanggung jawab dari seluruh masyarakat dan pemerintah, dan tak hanya dari kalangan medis saja," tambah Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) selaku Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Quote:
Penanganan Hemofilia Belum Memuaskan
Di Indonesia, penanganan untuk penyakit Hemofilia masih jauh dari memuaskan, sehingga cukup banyak penderita Hemofilia yang menjadi cacat. Kondisi ini membuat pasien dengan hemofilia tidak dapat produktif seperti kebanyakan orang.
Demikian disampaikan oleh Prof. dr. Djajadiman Gatot, Sp. A (K), dari Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (FKUI-RSCM), Kamis, (12/4/2012), di Jakarta.
"Di negara maju, penanganan Hemofilia dan penyakit perdarahan lain telah lebih baik dan optimal sehingga pasien dapat hidup normal," katanya.
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah akibat kekurangan salah satu faktor pembekuan. Keadaan ini mengakibatkan darah mengalami kesulitan untuk membekukan darah, akibatnya, perdarahan berlangsung lebih lama dibanding orang normal.
Djajadiman memperkirakan ada sekitar 20.000 pasien hemofilia di Indonesia. Namun sampai saat ini baru sekitar 1.043 pasien diketahui mengidap hemofilia. Hal ini menurutnya disebabkan keterbatasan informasi dan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai hemofilia.
"Paling banyak ada di Jakarta, terdafatar 288 pasien dengan hemofilia ada di RSCM," ucapnya.
Djajadiman mengungkapakan, banyak hal lain yang menyebabkan belum berjalannya tatalaksana pengobatan pasien hemofilia, salah satunya adalah banyak asuransi kesehatan swasta tidak bersedia menyantuni pengobatan penderita penyakit herediter (diturunkan dari orang tua) seperti hemofilia. Padahal, dengan penanganan yang baik, penderita hemofilia akan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, sama seperti orang normal.
"Namun demikian, kita patut bersyukur bahwa penderita hemofilia sudah mendapat pengobatan yang lumayan memadai dengan bantuan pemerintah melalui Jamkesmas, Jamkesda, Gakin dan ASKES," jelasnya.
Djajadiman menganggap, masalah penyakit hemofilia dan penanganannya harus menjadi tanggung jawab dari seluruh masyarakat serta pemerintah dan tidak hanya dari kalangan medis saja.
Dalam dunia medis, dikenal ada tiga jenis hemofilia yakni hemofila A (kekurangan faktor pembekuan VIII), hemofilia B (kekurangan faktor pembekuan IX) dan hemofilia C (kekurangan faktor pembekuan XI). Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan yang abnormal, gejala klinik yang ditemukan dan pemeriksaan laboratorium khusus.
Faktor pembekuan yang diberikan dapat diperoleh dari plasma beku segar, kriopresipitat (plasma yang dibekukan) atau faktor yang dimurnikan. "Namun demikian, pemberian faktor pembekuan darah masih sangat mahal khususnya yang murni (komersial)," tutupnya.
-----------
-----------
beberapa gambar hemofilia