Nama Lengkap : Radin Inten II
Alias : Radin Intan II
Agama : Islam
Tempat Lahir : Desa Kuripan (Lampung Selatan)
Tahun Lahir : 1834
Warga Negara : Indonesia
Ayah : Raden Imba II (Kesuma Ratu)
Radin Intan I adalah keturunan dari Fatahillah yang merupakan anak dari Ratu Darah Putih dan Tun Penatih. Dia adalah pemimpin Keratuan Darah Putih di Lampung. Sedangkan Raden Imba II adalah keturunan Fatahillah anak dari Ratu Darah Putih dan Tun Penatih yang menikah dengan Ratu Mas. Sedangkan Radin Intan II adalah satu keturunan dari Fatahillah yang menyebarkan agama Islam di Banten sekitar abad XVI. Radin Intan II dikenal sebagai pejuang dalam menentang penjajahan Belanda di Lampung dan gugur sebagai pahlawan. Ia adalah putra dari Raden Imba II, beliau dipelihara dan dibesarkan oleh ibu dan keluarganya dengan penuh rahasia. Ia lahir di hutan tahun 1834. Ketika Benteng Raja Gepei jatuh ke pemerintahan Belanda tahun 1834, ia berusia 3 tahun. Saat kecil Radin Intan II diliputi suasana perang melawan Belanda dan sekutu-sekutunya. Raden Intan II meninggal saat usia masih muda di saat ia belum menikah, sehingga tidak mempunyai keturunan lagi.
disimak yak gan ....
Quote:
Di usianya yang masih muda belia, ia sudah berjuang melawan Belanda. Berbagai upaya yang dilakukan Belanda gagal karena kegigihannya bertempur. Ia akhirnya tewas akibat penghianatan saudara sebangsanya.
Spoiler for buka:
Quote:
Radin Inten II lahir di Lampung pada tahun 1834. Pada usia enam belas tahun, ia dinobatkan sebagai penguasa Negara Ratu. Pada masa itu, sebagian daerah Lampung sudah dikuasai oleh Belanda. Jiwa mudanya yang merdeka tak tenang melihat penderitaan yang dialami rakyatnya akibat kekejaman pemerintah kolonial Belanda. Karena itu, Radin Inten II dengan gagah berani melakukan perjuangan mewujudkan kemerdekaan meski harus dibayar dengan nyawa.
Sejak memegang kekuasaan, Radin Inten II mengobarkan kembali semangat rakyat untuk menentang pemerintah Belanda seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya. Hubungannya dengan Belanda pun semakin tegang. Pada tahun 1851, pasukan Belanda yang terdiri dari 400 orang prajurit di bawah komando Kapten Yuch berusaha menaklukkan Negara Ratu dengan melakukan penyerangan. Mereka berusaha merebut pertahanan Radin Inten II di Merambung, tetapi usaha itu mengalami kegagalan bahkan pasukan itu dapat dihancurkan.
Lima tahun setelah ekspedisi yang dilakukan Kapten Yuch, Belanda kembali mengirimkan sebuah armada berkekuatan sembilan buah kapal perang, tiga buah kapal pengangkut peralatan, serta berpuluh-puluh kapal mayang dan perahu jung. Ekspedisi itu dipimpin oleh Kolonel Waleson dengan bantuan Mayor Nata, Mayor Van Oostade, dan Mayor A. W. Weitsel. Serangan hebat itu dihadapi dengan perlawanan gerilya sehingga tidak berhasil menangkap pemimpin perlawanan yang masih muda itu.
Sesudah itu, Belanda dan Radin Inten II mengadakan perjanjian damai. Belanda mengakui kedaulatan Radin Inten II di Negara Ratu. Sebaliknya, Radin Inten II mengakui pula kekuasaan Belanda di daerah-daerah yang sudah mereka duduki. Akan tetapi, perjanjian itu hanya dipakai Belanda untuk mengumpulkan kekuatan. Mereka membujuk beberapa penguasa daerah lain agar memusuhi Radin Inten II. Melihat kecurangan Belanda, Radin Inten II pun meningkatkan kekuatannya. Benteng-benteng dibangun di lereng Gunung Rajabasa dan patroli-patroli militer Belanda diserang secara tiba-tiba.
Pada bulan Agustus 1856, Belanda melancarkan serangan besar-besaran. Mereka berhasil menduduki benteng Bendulu yang sudah dikosongkan oleh pasukan Radin Inten II. Sesudah itu, berhasil pula direbut beberapa benteng lain, seperti benteng Ketimbang, benteng Galah Tanah, dan benteng Pematang Sentok.
Belanda menyusun sebuah strategi untuk menjebak pejuang dari Lampung itu. Untuk itu, Belanda bekerja sama dengan Radin Ngerapat. Dengan alasan untuk merundingkan bantuan yang akan diberikannya, Radin Ngerapat mengajak Radin Inten II bertemu di suatu tempat dekat Kunyanya. Pertemuan diadakan malam hari 5 Oktober 1858. Sementara itu, pasukan Belanda sudah disiapkan di sekeliling tempat pertemuan. Secara tiba-tiba, serdadu Belanda menyerbu dan menyergap Radin Inten II. Ia memberikan perlawanan, namun akhirnya Radin Inten II gugur dalam usia 24 tahun dalam perkelahian yang tidak seimbang itu.
Komplek makam Pahlawan Radin Intan II dan Benteng Tanah di desa Gedong Harta Penengahan Lampung Selatan.