Pembangkit listrik dari energy hibrid, termasuk angin, akan mencapai 9,4 megawatt. Kapasitas yang hasilkan 19,27gigawatt jam per tahun. Penerapan energy bersih ini mereduksi emisi karbon 17.071 metrik ton per tahun.
Peningkatan itu dicapai lewat Proyek Wind Hybrid Power Generation (WHyPGen) hingga tahun 2015. Proyek dilaksanakan Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP).
“Kegiatan meliputi pembuatan dan pembaruan peta potensi angin, kajian, dan demonstrasi teknologi. WHyPGen juga mendorong pembiayaan, kebijakam, penciptaan pasar, dan dukungan industri lokal,” kata Manager Proyek WHyPGen Soeripno Martosapoetro di Jakarta, Senin (25/2).
Energi angin didorong dimanfaatkan. Data Indonesa Energy Outlook 2010 yang dikeluarkan Pusat Data dan Informasi Energi Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM, potensi energi angin 9.290 MW atau 9,29 GW. Kontribusinya pada pasokan energy total hanya 0,01 persen tahun 2030.
Hingga kini, penerapan PLTB kurang dari 2MW daya terpasang dan hampir sebagian besar masih dalam skala penelitian dan bukan komersial. “Untuk PLTB dengan daya relative besar (80kW dan 100kW), masih bergantung teknologi impor, seperti dari Belanda dan China,” ujarnya.
Itu karena banyak hambatan dalam pengembangan PLTB di Indonesia, antara lain harga teknologi turbin angin yang relative tinggi dan belum ada dukungan pendanaan, baik dari dalam maupun luar negri.
“Padahal, dampaknya terhadap lingkungan, pembangkitan listrik menggunakan energi angin lebih ramah dan rendah karbon,” papar Soeripno, pakar energi angin dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Menurut Nila Murti, Promotion and Market Development WHyPGen, proyek yang didanai Global Environment Facility itu mendorong komersialisasi pembangkit listrik on-grid bertenaga angin, yang dihibrid dengan energi surya, hidro atau diesel. WHyPGen memetakan potensi energi angin di NTT, Banten, Bali, Jabar, dan Yogyakarta.
Sumber