MUARA BUNGO – Bisa jadi, SDN 48/II Padang Palangeh, Muara Bungo ini merupakan satu-satunya sekolah yang memiliki sel tahanan. Layaknya sel tahanan di kantor polisi, yang pintunya terbuat dari terali besi dan bergembok, sel tahanan tersebut diperuntukkan untuk peserta didik yang bandel.

Firdaus, Kepala SDN 48/II Padang Palangeh, Kecamatan Pelepat Ilir mengaku, sejak dirinya menjabat sebagai Kepsek tahun 2011 lalu, sudah ada dua anak yang dimasukkan ke dalam sel tahanan tersebut, karena melakukan perkelahian di sekolah.

“Ini terpaksa kami lakukan, karena kenakalan anak sudah melampaui batas, jadi terpaksa kami masukkan sel tahanan sekolah, sekitar 40 menit, agar anak-anak tidak mengulangi kenakalannya lagi,” ujarnya.

Dengan adanya sel tahanan tersebut, katanya kenakalan anak didik di sekolah cukup berkurang. “Ini kan untuk memberikan efek jera bagi anak-anak,” imbuhnya.

Sel tahanan dibangun sekitar enam bulan lalu, dengan desain hampir serupa dengan sel tahanan di kantor polisi.
Terkait dengan keberadaan sel tahanan sekolah tersebut, salah satu anggota DPRD Bungo, Zaenal Arifin mengaku sangat tidak setuju dengan adanya sel tahanan di sekolah.

“Tidak satu pun aturan yang bisa menjadi dasar pembenaran adanya penjara di sekolah tersebut,” ungkapnya.

Untuk itu, dirinya meminta kepada pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan melakukan koreksi terhadap apa yang dilakukan pihak SDN 48/II Padang Palangeh.

“Ini jangan dianggap sepele, sebab aparat penegak hukum pun saat melakukan penahanan harus ada prosedur yang jelas. Kalau di sekolah, seperti apa regulasinya, sejauh ini tidak ada satupun dasar yang bisa membenarkan adanya penjara di sekolah,” katanya.

Jika pembuatan sel tahanan di sekolah tersebut untuk membuat efek jera bagi peserta didik, sel bukan menjadi solusi bijak untuk anak dibawah umur. Kalaupun anak melanggar hukum, perlakukan harus dibedakan dengan orang dewasa.

“Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau dikembalikan ke BAPAS, bukan dipenjara. Apalagi anak-anak ini tidak melanggar hukum. Tenaga pendidik, harusnya mengetahui apa yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. Sebab setiap hari mereka berinteraksi dengan para pelajar,” ujarnya.

Menurutnya, dengan penjara yang dibuat di sekolah, psikologis anak bisa terganggu dan bisa saja trauma.

Sementara itu, psikolog anak Ridwan S.Psi, CHt mengatakan, justru dengan adanya hukuman yang berupa dimasukkan ke dalam sel, anak akan cenderung untuk mengulang perbuatan yang telah dilakukan.

Secara psikologis, katanya, yang ada dibenak anak hanya ditanamkan rasa takut sementara. Dalam artian, anak hanya takut ketika berada di sekolah atau ketika melihat guru saja, namun ketika tidak dalam pengawasan guru atau di sekolah,anak bisa berbuat yang lebih.

“Sebenarnya, cara mendidik anak yang demikian itu tidak benar. Karena, yang ditanamkan kepada anak hanya rasa takut saja, seharusnya jika memang anak salah harus diberikan pembinaan dan contoh yang baik,” katanya.

Dalam memberikan pendidikan kepada anak, katanya, hukuman pada dasarnya harus dihilangkan. Yang tepat dalam proses pendidikan, yakni guru harus memberikan tauladan yang baik dan mengarahkan anak secara bijak.

Untuk mengurangi kenakalan anak, salah satu langkah yang bisa diterapkan yakni dengan memberikan ruang kepada anak untuk mengembangkan potensi, sehingga anak dapat berkreatifitas sesuai dengan bakat yang dimiliki.

“Usia anak inikan memang masanya bereksplorasi, jadi terkadang memang belum memiliki fikiran apakah yang dilakukan tersebut merupakan tindakan salah atau benar. Jadi tugas guru ataupun orang tua lah yang mengarahkan secara bijak kepada anak,” ungkapnya.
Bahkan, dengan adanya semacam penjara di sekolah yang diperuntukkan bagi anak yang bermasalah, sama halnya dengan memberikan embel-embel seperti penjahat.

Untuk itu, dirinya menyarankan, bentuk pendidikan yang demikian agar diubah. Karena dari pola pendidikan yang tepat dan sehat, hal itu tidak dibenarkan. (pm9)

Sumber : www.metrojambi.com