- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Murahnya Kuliah di India


TS
goldinar
Murahnya Kuliah di India
Terima kasih
Latar Belakang
Satu alasan dipilihnya subyek pembicaraan tentang India, karena negara ini memiliki lebih banyak kesamaan dengan Indonesia. Salah satu kesamaan yang masih bertahan hingga saat ini adalah korupsinya. India hanya berselisih lebih baik daripada Indonesia berdasarkan pemeringkatan International Corruption Watch (ICW) di beberapa tahun belakangan ini. Negara ini pun tengah mengalami masalah pula dengan utang luar negeri, dan pernah masuk ke dalam perangkap utang luar negeri (debt trap) di akhir dekade 1980an. Jika Indonesia baru dihadapkan pada dilema neoliberal pada akhir dekade 1990an, maka India sudah mengalaminya sejak akhir dekade 1980an. Jumlah penduduk mereka pun cukup besar dengan tingkat kemiskinan yang tidak berselisih banyak dengan Indonesia. Mereka pun tidak kalah mengalami kesulitan ketika harus berhadapan dengan kebijakan kesejahteraan. Rata-rata biaya hidup masyarakat India pun tidak berbeda banyak atau nyaris sama dengan rata-rata biaya hidup masyarakat di Indonesia. Kemiripan yang lain tentunya dua negara ini sama-sama didominasi iklim tropis, sekalipun beberapa negara bagian di India didominasi wilayah pegunungan.
Dibalik seluruh masalah-masalah di dalam negeri di India, mereka merupakan bangsa yang bisa dikatakan cukup konsisten dengan kebijakan di bidang pendidikan. Sejak negara itu mendapatkan kemerdekaan dari Inggris, seluruh pihak diajak untuk duduk satu meja membuat satu kesepakatan dan komitmen seumur hidup. Apapun masalah mereka, semua pihak harus berpegang teguh apabila tidak akan mengutak-atik kebijakan maupun program untuk bidang pendidikan, termasuk mengutak-atik kuota dana pendidikan. Apapun yang terjadi dengan mereka di kemudian hari, bahwa rakyat India tanpa terkecuali harus tetap bisa menikmati pendidikan dan segala fasilitas pendukungnya.
Tidak seperti kebanyakan negara di Eropa yang menyelenggarakan sekolah gratis kepada warga negaranya, pemerintah India masih tetap mengutip dana dari masyarakat. Bisa dimaklumi, karena India yang baru saja berkembang dan masih tergolong inferior dalam penguasaan perekonomian global tidak memiliki banyak sumberdaya finansial untuk bisa mendukung pendidikan gratis kepada warga negaranya. Sekalipun demikian, pemerintah India berupaya untuk tetap mewujudkan pendidikan yang murah di hampir segala bidang. Bukan saja murah dalam arti penyelenggaran pendidikan, melainkan pendukungnya pula. Misalnya saja, kebijakan untuk memberikan subsidi buku, subsidi alat tulis, dan lain sebagainya. Mengenai kesejahteraan para pengajar (guru dan dosen) sangat diperhatikan oleh negara, termasuk pula kesejahteraan para penelitinya.
Reputasi Pendidikan dan Ilmuwan dari India
India bukanlah negara yg menjadi tujuan favorit untuk mengambil kuliah bagi mahasiswa internasional. Mereka nampaknya tidak terlalu mengutamakan penilaian yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkatan perguruan tinggi di beberapa negara. Peringkat perguruan tinggi di India ini pun bisa dikatakan masuk ke dalam kelompok inferior, bahkan institut teknik terbaik di India masih di bawah Institut Teknologi Bandung (ITB) maupun Institut Teknologi 10 November (ITS, Surabaya). Begitu pula dengan pemeringkatan fakultas maupun jurusan yang keseluruhannya bisa dikatakan masuk ke dalam kelompok inferior. Jangan heran jika dalam sebuah laporan pemeringkatan, perguruan tinggi di India mungkin masih di bawah peringkat perguruan tinggi swasta di Indonesia.

Sudah sejak lama apabila nama-nama ilmuwan di India cukup disegani di antara kalangan ilmuwan dunia/internasional. Nama mereka selalu masuk langganan nominasi Nobel di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu yang paling terkenal di antaranya adalah Amartya Sen, tokoh peraih Nobel bidang ekonomi yang sekaligus memperkenalkan konsep “Welfare State” (tahun 1998). Albert Einstein dalam jurnalnya mengakui selalu berkorespondensi dengan salah satu ilmuwan nuklir dari India, yaitu Satyendranath Bose (Kalkuta). Mereka berdua dikenal pula dengan teori statistik kuantum atau disebut teori Bose-Einstein (tahun 1924). Pakar astronomi asal Ahmedabab (India), yaitu Vikram Sarabhai merupakan nama yang cukup disegani di kalangan fisikawan dan astronomi di Cambridge. Hingga saat ini pun, nama-nama ilmuwan dan peneliti India masih cukup banyak pula mendominasi penelitian, riset, ataupun studi keilmuan bertaraf internasional.
Bicara soal reputasi, India sebenarnya sering disebutkan dalam sineas dunia. Sebut saja seperti ilmuwan India yg disebutkan dalam film “2012”. Atau seperti ilmuwan genetika yg dikisahkan dalam film serial “The Hero”. Contoh lain seperti ilmuwan meteorologi yang disebutkan di dalam film kiamat dunia akibat perubahan iklim purba. Tidak hanya dikenal melalui reputasi ilmuwannya, melainkan dikenal pula reputasi pusat penelitian dan laboratorium sains. Bisa dipahami apabila otoritas pendidikan di India tidak ambil pusing dengan pemeringkatan perguruan tinggi, karena reputasi mereka sudah dikenal cukup luas sejak lama.
Lulusan perguruan tinggi di India termasuk yang paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sebut saja seperti Microsoft yang memiliki lebih dari 2000 karyawan yang berasal dari India. Atau mungkin seperti Intel Corp yg memiliki sebanyak lebih dari 1200 karyawannya yg berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Mereka pula banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. India sendiri termasuk negara yang menghasilkan jumlah lulusan insinyur paling banyak di dunia untuk ukuran Asia yg masih mampu melampaui China.
Suasana kuliah di India sangat bertolakbelakang dengan suasana perkuliahan di Indonesia. Kampus di India umumnya terletak jauh dr kota besar, terkadang bisa menempuh perjalanan lebih dari 1 jam dengan menggunakan angkutan umum pedesaan untuk mencapai batas kota. Misalnya saja University of Delhi berlokasi sekitar di pinggiran kota yg membutuhkan waktu tempuh hingga lebih dari 1,5 jam untuk bisa mencapai kota besar yang terdekat. Jarak tempuh bisa lebih lama lagi apabil di musim hujan, karena kondisi jalan di India, terutama di pinggiran kota seringkali mengalami kerusakan, sehingga akan memperlambat kendaraan yang melintas. Melihat gambaran tsb, rasanya mahasiswa di India lebih jauh berpikir untuk bepergian ke Mall atau pusat perbelanjaan seperti kebanyakan mahasiswa di Indonesia.

Perguruan tinggi di India umumnya menyediakan sendiri asrama bagi mahasiswanya, tanpa dipungut bayaran tambahan. Siapapun boleh tinggal dan menikmati fasilitas di asrama, termasuk bagi mahasiswa asing. Mahasiswa yang berasal dari India akan lebih memilih untuk tinggal di asrama, karena makanan yang disediakan di asrama bisa lebih murah, ketimbang harus membeli di luar asrama yang jaraknya cukup jauh. Di dalamnya telah tersedia listrik gratis, air bersih, dan saranan hiburan seperti televisi (nonton bareng di ruang utama). Di lingkungan asrama terdapat pembantu yang dapat dipekerjakan oleh mahasiswa untuk mengurusi kamar, seperti mencuci pakaian, selimut, kasur, dan lain-lain, tetapi mahasiswa akan dikutip bayaran. Satu kamar biasanya ditempati 3-4 orang, tergantung ukuran kamar dan peraturan yang berlaku. Siapapun mahasiswa dpt tetap tinggal dan menikmati fasilitas di asrama selama yg bersangkutan masih dianggap memenuhi ketentuan waktu studi yang disyaratkan oleh pihak kampus. Jika tidak, si mahasiswa harus berdesakan dengan penghuni kamar lainnya atau bisa jadi akan tidur di emperan kamar. Pemandangan tersebut jarang terlihat, krna disiplinnya aturan batas waktu perkuliahan di India. Tidak ada pendingin udara, kecuali pendingin alami seperti pada kampus-kampus yang berlokasi di dataran tinggi.
Spoiler for HT ke-5:
ini HT ke-5 ane dalam seminggu berturut-turut
1. 5 Kisah blusukan Soeharto (tidak terdokumentasi)
2. Bioskop India di Dubai
3. TKW Indov vs TKW India (tidak terdokumentasi)
4. Antara Bahasa Indonesia dan Malayalam
5. Murahnya Kuliah di India

1. 5 Kisah blusukan Soeharto (tidak terdokumentasi)
2. Bioskop India di Dubai
3. TKW Indov vs TKW India (tidak terdokumentasi)
4. Antara Bahasa Indonesia dan Malayalam
5. Murahnya Kuliah di India
Quote:
Tulisan diambil dari artikel berjudul sama Murahnya Kuliah di Indiayang dipublish tanggal 14 Juni 2012.
Spoiler for Pembukaan:
Hari ini sejumlah PTN mengumumkan besaran resmi Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) atau banyak yang menyebutnya ‘uang masuk’. Besarannya bervariasi, mulai dari Rp 0 (gratis)
hingga di atas Rp 100 juta. ITB mematok antara Rp 0 hingga Rp 55 juta, sedangkan UGM mematok antara Rp 0 hingga Rp 100 juta. Fakultas Kedokteran agaknya masih menjadi fakultas yang biaya pangkalnya paling mahal. Tahun ini saja di beberapa PTN sudah ditetapkan mencapai Rp 125 juta. Dalam kenyataannya, angka-angka tersebut bisa akan berubah, mengingat keterbatasan daya tampung dan tingginya peminat. Saya hendak mengajak pembaca untuk berjalan-jalan atau studi banding ke India untuk mengetahui betapa murahnya kuliah di India. Tentu saja bukan tanpa alasan jika saya memilih studi banding ke India.
hingga di atas Rp 100 juta. ITB mematok antara Rp 0 hingga Rp 55 juta, sedangkan UGM mematok antara Rp 0 hingga Rp 100 juta. Fakultas Kedokteran agaknya masih menjadi fakultas yang biaya pangkalnya paling mahal. Tahun ini saja di beberapa PTN sudah ditetapkan mencapai Rp 125 juta. Dalam kenyataannya, angka-angka tersebut bisa akan berubah, mengingat keterbatasan daya tampung dan tingginya peminat. Saya hendak mengajak pembaca untuk berjalan-jalan atau studi banding ke India untuk mengetahui betapa murahnya kuliah di India. Tentu saja bukan tanpa alasan jika saya memilih studi banding ke India.
Spoiler for Latar Belakang:
Latar Belakang
Satu alasan dipilihnya subyek pembicaraan tentang India, karena negara ini memiliki lebih banyak kesamaan dengan Indonesia. Salah satu kesamaan yang masih bertahan hingga saat ini adalah korupsinya. India hanya berselisih lebih baik daripada Indonesia berdasarkan pemeringkatan International Corruption Watch (ICW) di beberapa tahun belakangan ini. Negara ini pun tengah mengalami masalah pula dengan utang luar negeri, dan pernah masuk ke dalam perangkap utang luar negeri (debt trap) di akhir dekade 1980an. Jika Indonesia baru dihadapkan pada dilema neoliberal pada akhir dekade 1990an, maka India sudah mengalaminya sejak akhir dekade 1980an. Jumlah penduduk mereka pun cukup besar dengan tingkat kemiskinan yang tidak berselisih banyak dengan Indonesia. Mereka pun tidak kalah mengalami kesulitan ketika harus berhadapan dengan kebijakan kesejahteraan. Rata-rata biaya hidup masyarakat India pun tidak berbeda banyak atau nyaris sama dengan rata-rata biaya hidup masyarakat di Indonesia. Kemiripan yang lain tentunya dua negara ini sama-sama didominasi iklim tropis, sekalipun beberapa negara bagian di India didominasi wilayah pegunungan.
Dibalik seluruh masalah-masalah di dalam negeri di India, mereka merupakan bangsa yang bisa dikatakan cukup konsisten dengan kebijakan di bidang pendidikan. Sejak negara itu mendapatkan kemerdekaan dari Inggris, seluruh pihak diajak untuk duduk satu meja membuat satu kesepakatan dan komitmen seumur hidup. Apapun masalah mereka, semua pihak harus berpegang teguh apabila tidak akan mengutak-atik kebijakan maupun program untuk bidang pendidikan, termasuk mengutak-atik kuota dana pendidikan. Apapun yang terjadi dengan mereka di kemudian hari, bahwa rakyat India tanpa terkecuali harus tetap bisa menikmati pendidikan dan segala fasilitas pendukungnya.
Tidak seperti kebanyakan negara di Eropa yang menyelenggarakan sekolah gratis kepada warga negaranya, pemerintah India masih tetap mengutip dana dari masyarakat. Bisa dimaklumi, karena India yang baru saja berkembang dan masih tergolong inferior dalam penguasaan perekonomian global tidak memiliki banyak sumberdaya finansial untuk bisa mendukung pendidikan gratis kepada warga negaranya. Sekalipun demikian, pemerintah India berupaya untuk tetap mewujudkan pendidikan yang murah di hampir segala bidang. Bukan saja murah dalam arti penyelenggaran pendidikan, melainkan pendukungnya pula. Misalnya saja, kebijakan untuk memberikan subsidi buku, subsidi alat tulis, dan lain sebagainya. Mengenai kesejahteraan para pengajar (guru dan dosen) sangat diperhatikan oleh negara, termasuk pula kesejahteraan para penelitinya.
Spoiler for Reputasi Pendidikan dan Ilmuwan dari India:
Reputasi Pendidikan dan Ilmuwan dari India
India bukanlah negara yg menjadi tujuan favorit untuk mengambil kuliah bagi mahasiswa internasional. Mereka nampaknya tidak terlalu mengutamakan penilaian yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkatan perguruan tinggi di beberapa negara. Peringkat perguruan tinggi di India ini pun bisa dikatakan masuk ke dalam kelompok inferior, bahkan institut teknik terbaik di India masih di bawah Institut Teknologi Bandung (ITB) maupun Institut Teknologi 10 November (ITS, Surabaya). Begitu pula dengan pemeringkatan fakultas maupun jurusan yang keseluruhannya bisa dikatakan masuk ke dalam kelompok inferior. Jangan heran jika dalam sebuah laporan pemeringkatan, perguruan tinggi di India mungkin masih di bawah peringkat perguruan tinggi swasta di Indonesia.

Sudah sejak lama apabila nama-nama ilmuwan di India cukup disegani di antara kalangan ilmuwan dunia/internasional. Nama mereka selalu masuk langganan nominasi Nobel di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu yang paling terkenal di antaranya adalah Amartya Sen, tokoh peraih Nobel bidang ekonomi yang sekaligus memperkenalkan konsep “Welfare State” (tahun 1998). Albert Einstein dalam jurnalnya mengakui selalu berkorespondensi dengan salah satu ilmuwan nuklir dari India, yaitu Satyendranath Bose (Kalkuta). Mereka berdua dikenal pula dengan teori statistik kuantum atau disebut teori Bose-Einstein (tahun 1924). Pakar astronomi asal Ahmedabab (India), yaitu Vikram Sarabhai merupakan nama yang cukup disegani di kalangan fisikawan dan astronomi di Cambridge. Hingga saat ini pun, nama-nama ilmuwan dan peneliti India masih cukup banyak pula mendominasi penelitian, riset, ataupun studi keilmuan bertaraf internasional.
Bicara soal reputasi, India sebenarnya sering disebutkan dalam sineas dunia. Sebut saja seperti ilmuwan India yg disebutkan dalam film “2012”. Atau seperti ilmuwan genetika yg dikisahkan dalam film serial “The Hero”. Contoh lain seperti ilmuwan meteorologi yang disebutkan di dalam film kiamat dunia akibat perubahan iklim purba. Tidak hanya dikenal melalui reputasi ilmuwannya, melainkan dikenal pula reputasi pusat penelitian dan laboratorium sains. Bisa dipahami apabila otoritas pendidikan di India tidak ambil pusing dengan pemeringkatan perguruan tinggi, karena reputasi mereka sudah dikenal cukup luas sejak lama.
Lulusan perguruan tinggi di India termasuk yang paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sebut saja seperti Microsoft yang memiliki lebih dari 2000 karyawan yang berasal dari India. Atau mungkin seperti Intel Corp yg memiliki sebanyak lebih dari 1200 karyawannya yg berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Mereka pula banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. India sendiri termasuk negara yang menghasilkan jumlah lulusan insinyur paling banyak di dunia untuk ukuran Asia yg masih mampu melampaui China.
Spoiler for Gambaran Suasana Perkuliahan di India:
Suasana kuliah di India sangat bertolakbelakang dengan suasana perkuliahan di Indonesia. Kampus di India umumnya terletak jauh dr kota besar, terkadang bisa menempuh perjalanan lebih dari 1 jam dengan menggunakan angkutan umum pedesaan untuk mencapai batas kota. Misalnya saja University of Delhi berlokasi sekitar di pinggiran kota yg membutuhkan waktu tempuh hingga lebih dari 1,5 jam untuk bisa mencapai kota besar yang terdekat. Jarak tempuh bisa lebih lama lagi apabil di musim hujan, karena kondisi jalan di India, terutama di pinggiran kota seringkali mengalami kerusakan, sehingga akan memperlambat kendaraan yang melintas. Melihat gambaran tsb, rasanya mahasiswa di India lebih jauh berpikir untuk bepergian ke Mall atau pusat perbelanjaan seperti kebanyakan mahasiswa di Indonesia.

Perguruan tinggi di India umumnya menyediakan sendiri asrama bagi mahasiswanya, tanpa dipungut bayaran tambahan. Siapapun boleh tinggal dan menikmati fasilitas di asrama, termasuk bagi mahasiswa asing. Mahasiswa yang berasal dari India akan lebih memilih untuk tinggal di asrama, karena makanan yang disediakan di asrama bisa lebih murah, ketimbang harus membeli di luar asrama yang jaraknya cukup jauh. Di dalamnya telah tersedia listrik gratis, air bersih, dan saranan hiburan seperti televisi (nonton bareng di ruang utama). Di lingkungan asrama terdapat pembantu yang dapat dipekerjakan oleh mahasiswa untuk mengurusi kamar, seperti mencuci pakaian, selimut, kasur, dan lain-lain, tetapi mahasiswa akan dikutip bayaran. Satu kamar biasanya ditempati 3-4 orang, tergantung ukuran kamar dan peraturan yang berlaku. Siapapun mahasiswa dpt tetap tinggal dan menikmati fasilitas di asrama selama yg bersangkutan masih dianggap memenuhi ketentuan waktu studi yang disyaratkan oleh pihak kampus. Jika tidak, si mahasiswa harus berdesakan dengan penghuni kamar lainnya atau bisa jadi akan tidur di emperan kamar. Pemandangan tersebut jarang terlihat, krna disiplinnya aturan batas waktu perkuliahan di India. Tidak ada pendingin udara, kecuali pendingin alami seperti pada kampus-kampus yang berlokasi di dataran tinggi.
Diubah oleh goldinar 20-03-2013 06:20
0
60.1K
Kutip
819
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan