- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kampung Jawa di Tengah Kota Bangkok


TS
Boestanul
Kampung Jawa di Tengah Kota Bangkok
agan-agan yang sering berlibur apalagi Backpacker pasti mengenal kota indah di Asia Tenggara ini.. Ya Bangkok dengan keindahannya ternyata memiliki kampung Jawa.
"Kowe seko ngendi (Kamu dari mana)?"
Kalimat bahasa Jawa itu terlontar dari penduduk lokal Thailand di tengah hiruk pikuk Kota Bangkok. Mengherankan? Jelas. Tapi itu benar-benar terjadi di Kampung Jawa yang ada tengah ibukota 'Negeri Gajah Putih' itu.
Kalimat pertanyaan itu terlontar dari mulut Slamet Dariyat, salah satu penduduk Kampung Jawa. Dari namanya saja, sangat identik dengan Indonesia terutama suku Jawa.
Slamet beserta belasan warga Kampung Dayat lainnya, menyambut kami, rombongan wartawan dari Indonesia yang mengikuti program Media Familirization to Thailand, Kamis (28/2/2013 sore. Sambutan mereka benar-benar membuat kami teringat akan tanah air.
"Aku asli Thai. Bapakku Kendal. Jawa. Yo mangan," ujar Slamet yang berusia 75 tahun ini sembari terkekeh dalam perbincangan di serambi masjid Kampung Jawa yang ada di daerah Sathorn, Bangkok.
Slamet adalah keturunan kedua yang tinggal di Kampung Jawa. Sampai saat ini umumnya yang tinggal di Kampung Jawa adalah keturunan ketiga dan keempat. Seluruh warga Kampung Jawa memeluk Islam.
Keberadaan Kampung Jawa yang berpenduduk sekitar 3.000 orang di tengah kota Bangkok jelas mengundang banyak pertanyaan. Apalagi ternyata diketahui, lahan Kampung Jawa itu merupakan pemberian dari Kerajaan Thailand.
Semua ini bermula dari kunjungan raja Thailand, Chulalongkorn ke Jawa pada tahun 1896. Kala itu, sang Raja meminta bantuan kepada raja-raja di Jawa, untuk mengirimkan pemahat dan pekerja untuk membangun bangunan kerajaan baru. Raja Chulalongkorn menyatakan akan menyediakan tempat tinggal untuk para pekerja ini.
Belum begitu jelas mengapa para pekerja tersebut tidak kembali ke Indonesia, setelah pekerjaan selesai. Ada informasi yang menyebutkan mereka memilih menetap daripada kembali ke Indonesia yang masih dalam cengkeraman Belanda. Namun ada juga fakta sejarah yang menyebutkan periode 1920-1945, kondisi perpolitikan Indonesia tengah carut marut. Hal itu membuat para WNI yang berada di luar negeri tidak bisa pulang.
Seperti yang terjadi pada Irfan Dahlan, putra dari KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammdiyah. Irfan yang pada 1924 menyeberang ke Pakistan untuk belajar, tidak pernah bisa kembali lagi ke tanah air. Dia terpaksa menetap di Thailand bergabung dengan koloni asal Indonesia lainnya, di Kampung Jawa. Setelah, Indonesia merdeka, Irfan Dahlan pernah berkesempatan untuk pulang ke Jawa, ketika Presiden Soekarno menyematkan gelar Pahlawan Nasional untuk KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan.
"Tapi kami sekeluarga memiliki komunikasi dengan keluarga di Kauman Yogyakarta sampai sekarang," ujar Marifah Dahlan, warga Kampung Jawa yang merupakan putri Irfan Dahlan ini.
Namun Marifah dan Slamet hanyalah segelintir dari warga Kampung Jawa yang masih bisa berbahasa Jawa, atau Bahasa Indonesia. Kebanyakan warga lain yang kami temui, hanya bisa berbahasa Thai. "Sudah jarang yang memakai bahasa Indonesia apalagi bahasa Jawa. Kami sehari-hari menggunakan bahasa Thai," ujar Marifah yang bisa berbahasa Indonesia lancar karena bekerja di KBRI Bangkok ini.
Meski begitu sisa-sisa budaya Jawa tetap mengakar di kampung Jawa, tak sebatas pada nama kampung semata. Makanan khas Jawa seperti nagasari dan ambengan nasi kuning masih eksis.
Begitu saya mencoba nagasari yang dihidangkan oleh warga, rasanya persis seperti nagasari di Yogyakarta atau Solo. Begitu juga dengan buah pisang yang menjadi 'inti' dari makanan tersebut.
"Untuk acara orang menikah di sini kami menyebutnya wong mantu, orang meninggal wong mati, kami juga ada acara kenduri," kata Abu Samad seorang pemuda yang menjadi muadzin masjid Kampung Jawa, dalam bahasa Inggris.
Tak hanya itu saja, warga Kampung Jawa ini juga sangat-sangat ramah dan murah senyum. Begitu rombongan kami hendak pulang, kami semua diberi oleh-oleh nagasari dan ketan warna kuning. Orang Thailand memang juga dikenal ramah, tapi warga Kampung Jawa, membuat saya mendapatkan keramahan sama seperti di rumah.
PENGAJIAN DISEDIAKAN LONTONG, AKAD NIKAH PAKAI BATIK
Menengok Aktivitas Masjid Jawa di Kota Bangkok
Di tengah beragamnya etnis di pusat kota Bangkok, Thailand, ternyata terselip komunitas masyarakat Indonesia keturunan Jawa muslim. Mereka juga memiliki masjid yang diberi nama Masjid Jawa. Bagaimana situasinya? Naufal Widi AR, Bangkok
TAK sulit mencari Masjid Jawa di kota Bangkok. Cukup pergi menuju ke distrik Sathorn, lalu tanyakan ke penduduk setempat di mana letaknya. Lalu dengan menyebut kata “surau” atau “hong lamat muslim”, telunjuk penduduk langsung menunjuk ke sebuah bangunan di Jalan 707 Soi Rangnamkeang, Yanawa. Seperti dengan namanya, Masjid Jawa masih mencerminkan bangunan klasik masjid di tanah Jawa.
Bangunan utamanya berbentuk segiempat ukuran 12 x 12 meter dengan empat pilar di tengah yang menjadi penyangga. Selain sisi arah kiblat, di tiga sisi lainnya terdapat masing-masing tiga pintu kayu. Di luar bangunan utama, terdapat serambi dengan empat pintu yang terbuat dari jeruji besi. Di bagian depan (pengimaman), terdapat sebuah mimbar kayu yang dilengkapi tangga.
Di kanan dan kirinya terdapat dua buah jam lonceng, juga terbuat dari kayu. Sebuah bedug kayu kokoh berdiri di salah satu sudut serambi masjid. Lantas mengapa bernama Masjid Jawa? Masjid itu memang terletak di wilayah yang dikenal dengan kampung Jawa. Penduduknya juga memiliki keturunan darah Jawa. Seperti Abdussamad, bilal Masjid Jawa yang memiliki kakek berasal dari Kendal, sebelah barat kota Semarang, Jawa Tengah.
Menurut Abdussamad, beberapa jajanan disediakan misalnya kue cucur dan es cao. Tentang sejarah Masjid Jawa, Abdussamad lantas menunjukkan prasasti tentang Masjid Jawa yang terletak dinding sebelah kiri bangunan utama. Dari dokumen yang ada disebutkan, masjid ini didirikan antara bulan Juni – September di Era Rathanakosin (Periode Rama V) tahun 2440, di tahun ular atau bertepatan pada Muharam 1326 H.
Masjid ini didirikan oleh orang Jawa dengan luas 14 x 12 asta. Tanahnya merupakan wakaf dari Almarhum Haji Muhammad Shaleh. Akad wakaf tercatat pada 16 Juni 2440 diberikan pada masyarakat muslim pada umumnya. Ameen Mudpongtua, imam Masjid Jawa menjelaskan, masjid itu terbuka bagi siapa saja meski berada di tengah-tengah kampung Jawa.

yuk kita berkunjung ke Bangkok 

tapi kalo menururt ane seh masih mendingan berkeliling nusantara dulu aja deh..ini seandainya nyasar ke Bangkok

sumber: [url]http://news.detik..com/read/2013/03/01/080705/2182890/10/keramahan-khas-indonesia-ala-kampung-jawa-di-tengah-kota-bangkok?9922032[/url]
http://pesonadunialah.blogspot.com/2...n-bangkok.html
"Kowe seko ngendi (Kamu dari mana)?"
Kalimat bahasa Jawa itu terlontar dari penduduk lokal Thailand di tengah hiruk pikuk Kota Bangkok. Mengherankan? Jelas. Tapi itu benar-benar terjadi di Kampung Jawa yang ada tengah ibukota 'Negeri Gajah Putih' itu.
Kalimat pertanyaan itu terlontar dari mulut Slamet Dariyat, salah satu penduduk Kampung Jawa. Dari namanya saja, sangat identik dengan Indonesia terutama suku Jawa.
Slamet beserta belasan warga Kampung Dayat lainnya, menyambut kami, rombongan wartawan dari Indonesia yang mengikuti program Media Familirization to Thailand, Kamis (28/2/2013 sore. Sambutan mereka benar-benar membuat kami teringat akan tanah air.
"Aku asli Thai. Bapakku Kendal. Jawa. Yo mangan," ujar Slamet yang berusia 75 tahun ini sembari terkekeh dalam perbincangan di serambi masjid Kampung Jawa yang ada di daerah Sathorn, Bangkok.
Slamet adalah keturunan kedua yang tinggal di Kampung Jawa. Sampai saat ini umumnya yang tinggal di Kampung Jawa adalah keturunan ketiga dan keempat. Seluruh warga Kampung Jawa memeluk Islam.
Keberadaan Kampung Jawa yang berpenduduk sekitar 3.000 orang di tengah kota Bangkok jelas mengundang banyak pertanyaan. Apalagi ternyata diketahui, lahan Kampung Jawa itu merupakan pemberian dari Kerajaan Thailand.
Semua ini bermula dari kunjungan raja Thailand, Chulalongkorn ke Jawa pada tahun 1896. Kala itu, sang Raja meminta bantuan kepada raja-raja di Jawa, untuk mengirimkan pemahat dan pekerja untuk membangun bangunan kerajaan baru. Raja Chulalongkorn menyatakan akan menyediakan tempat tinggal untuk para pekerja ini.
Belum begitu jelas mengapa para pekerja tersebut tidak kembali ke Indonesia, setelah pekerjaan selesai. Ada informasi yang menyebutkan mereka memilih menetap daripada kembali ke Indonesia yang masih dalam cengkeraman Belanda. Namun ada juga fakta sejarah yang menyebutkan periode 1920-1945, kondisi perpolitikan Indonesia tengah carut marut. Hal itu membuat para WNI yang berada di luar negeri tidak bisa pulang.
Seperti yang terjadi pada Irfan Dahlan, putra dari KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammdiyah. Irfan yang pada 1924 menyeberang ke Pakistan untuk belajar, tidak pernah bisa kembali lagi ke tanah air. Dia terpaksa menetap di Thailand bergabung dengan koloni asal Indonesia lainnya, di Kampung Jawa. Setelah, Indonesia merdeka, Irfan Dahlan pernah berkesempatan untuk pulang ke Jawa, ketika Presiden Soekarno menyematkan gelar Pahlawan Nasional untuk KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan.
"Tapi kami sekeluarga memiliki komunikasi dengan keluarga di Kauman Yogyakarta sampai sekarang," ujar Marifah Dahlan, warga Kampung Jawa yang merupakan putri Irfan Dahlan ini.
Namun Marifah dan Slamet hanyalah segelintir dari warga Kampung Jawa yang masih bisa berbahasa Jawa, atau Bahasa Indonesia. Kebanyakan warga lain yang kami temui, hanya bisa berbahasa Thai. "Sudah jarang yang memakai bahasa Indonesia apalagi bahasa Jawa. Kami sehari-hari menggunakan bahasa Thai," ujar Marifah yang bisa berbahasa Indonesia lancar karena bekerja di KBRI Bangkok ini.
Meski begitu sisa-sisa budaya Jawa tetap mengakar di kampung Jawa, tak sebatas pada nama kampung semata. Makanan khas Jawa seperti nagasari dan ambengan nasi kuning masih eksis.
Begitu saya mencoba nagasari yang dihidangkan oleh warga, rasanya persis seperti nagasari di Yogyakarta atau Solo. Begitu juga dengan buah pisang yang menjadi 'inti' dari makanan tersebut.
"Untuk acara orang menikah di sini kami menyebutnya wong mantu, orang meninggal wong mati, kami juga ada acara kenduri," kata Abu Samad seorang pemuda yang menjadi muadzin masjid Kampung Jawa, dalam bahasa Inggris.
Tak hanya itu saja, warga Kampung Jawa ini juga sangat-sangat ramah dan murah senyum. Begitu rombongan kami hendak pulang, kami semua diberi oleh-oleh nagasari dan ketan warna kuning. Orang Thailand memang juga dikenal ramah, tapi warga Kampung Jawa, membuat saya mendapatkan keramahan sama seperti di rumah.
PENGAJIAN DISEDIAKAN LONTONG, AKAD NIKAH PAKAI BATIK
Menengok Aktivitas Masjid Jawa di Kota Bangkok
Di tengah beragamnya etnis di pusat kota Bangkok, Thailand, ternyata terselip komunitas masyarakat Indonesia keturunan Jawa muslim. Mereka juga memiliki masjid yang diberi nama Masjid Jawa. Bagaimana situasinya? Naufal Widi AR, Bangkok
TAK sulit mencari Masjid Jawa di kota Bangkok. Cukup pergi menuju ke distrik Sathorn, lalu tanyakan ke penduduk setempat di mana letaknya. Lalu dengan menyebut kata “surau” atau “hong lamat muslim”, telunjuk penduduk langsung menunjuk ke sebuah bangunan di Jalan 707 Soi Rangnamkeang, Yanawa. Seperti dengan namanya, Masjid Jawa masih mencerminkan bangunan klasik masjid di tanah Jawa.
Spoiler for masjid jawa:
Bangunan utamanya berbentuk segiempat ukuran 12 x 12 meter dengan empat pilar di tengah yang menjadi penyangga. Selain sisi arah kiblat, di tiga sisi lainnya terdapat masing-masing tiga pintu kayu. Di luar bangunan utama, terdapat serambi dengan empat pintu yang terbuat dari jeruji besi. Di bagian depan (pengimaman), terdapat sebuah mimbar kayu yang dilengkapi tangga.
Di kanan dan kirinya terdapat dua buah jam lonceng, juga terbuat dari kayu. Sebuah bedug kayu kokoh berdiri di salah satu sudut serambi masjid. Lantas mengapa bernama Masjid Jawa? Masjid itu memang terletak di wilayah yang dikenal dengan kampung Jawa. Penduduknya juga memiliki keturunan darah Jawa. Seperti Abdussamad, bilal Masjid Jawa yang memiliki kakek berasal dari Kendal, sebelah barat kota Semarang, Jawa Tengah.
Spoiler for masjid jawa2:
Menurut Abdussamad, beberapa jajanan disediakan misalnya kue cucur dan es cao. Tentang sejarah Masjid Jawa, Abdussamad lantas menunjukkan prasasti tentang Masjid Jawa yang terletak dinding sebelah kiri bangunan utama. Dari dokumen yang ada disebutkan, masjid ini didirikan antara bulan Juni – September di Era Rathanakosin (Periode Rama V) tahun 2440, di tahun ular atau bertepatan pada Muharam 1326 H.
Masjid ini didirikan oleh orang Jawa dengan luas 14 x 12 asta. Tanahnya merupakan wakaf dari Almarhum Haji Muhammad Shaleh. Akad wakaf tercatat pada 16 Juni 2440 diberikan pada masyarakat muslim pada umumnya. Ameen Mudpongtua, imam Masjid Jawa menjelaskan, masjid itu terbuka bagi siapa saja meski berada di tengah-tengah kampung Jawa.




tapi kalo menururt ane seh masih mendingan berkeliling nusantara dulu aja deh..ini seandainya nyasar ke Bangkok


sumber: [url]http://news.detik..com/read/2013/03/01/080705/2182890/10/keramahan-khas-indonesia-ala-kampung-jawa-di-tengah-kota-bangkok?9922032[/url]
http://pesonadunialah.blogspot.com/2...n-bangkok.html
Diubah oleh Boestanul 01-03-2013 09:42
0
3.1K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan