- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ovek, Miss Deaf Indonesia 2012: “Guru banyak menulis, kami bosan”


TS
ucuys
Ovek, Miss Deaf Indonesia 2012: “Guru banyak menulis, kami bosan”
Spoiler for Ovek, Miss Deaf Indonesia 2012: “Guru banyak menulis, kami bosan”:

Banyak yang terpukau dengan sesosok anak muda cantik bernama Ovek Oktaviani pagi itu. Selain karena kecantikannya juga karena sikapnya yang kritis terhadap perlakukan orang dewasa kepada anak-anak dengan disabilitas khususnya tunarungu sepertinya.
Dibantu dengan seorang penerjemah, pagi itu dalam forum “63 Juta Anak Muda, Guru Kita” di Dia.Lo.Gue Artspace Kemang 23 Februari yang lalu, Ovek mengungkapkan beberapa hal yang berangkat dari pengalamannya sendiri. Ovek mengetahui dirinya tidak bisa mendengar ketika duduk di bangku TK, mulai saat itulah orang tuanya memindahkannya ke sekolah luar biasa.
Tetapi di sekolah tersebut Ovek masih menjumpai beberapa masalah. “Guru banyak menulis dan memberi catatan tapi saya tak paham. Murid-murid tuli tidak paham pada guru karena tidak memberi contoh, cuma catatan yang banyak” jelas Ovek. Ia berharap baik anak-anak tunarungu dan guru di SLB bisa belajar bahasa isyarat agar kegiatan belajar mengajar bisa lebih dinamis.
Prof Irwanto dari UI yang hadir sebagai penanggap mengatakan bahwa kendala paling besar dari seorang anak tunarungu adalah orangtuanya sendiri. “Orangtua tidak mengijinkan mereka belajar bahasa isyarat karena takut kekurangan anak mereka ketahuan. Sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi. Mereka cuma bisa lihat bibir orang”.
Selain itu Prof Irwanto juga mengatakan bahwa ada 2 versi bahasa isyarat yang digunakan di Indonesia dan pemerintah memilih mempergunakan yang paling sulit untuk digunakan sebagai bahasa isyarat nasional selain itu pemerintah masih lebih peduli pada difabel dan bukan pada individu yang menyandang kekurangan itu. Salah satu buktinya adalah pada kurangnya guru dengan kemampuan bahasa isyarat di sekolah umum sehingga lebih dari 30% anak-anak dengan keperluan khusus seperti Ovek harus keluar dari sekolah.
Ovek sendiri tidak hanya berhenti berharap. Saat ini ia mewujudkannya harapannya dengan mengajar bahasa isyarat kepada anak-anak tunarungu disela aktifitasnya sebagai model. “Kuharap anak-anak tuli bisa bekerjasama dengan anak-anak lain supaya mereka bisa berkembang. Jangan takut karena kita kita akan semakin berkembang” jelasnya dengan mata berbinar.
Mengenai tunarungu yang dewasa, Ovek memaparkan bahwa banyak diantara mereka yang bekerja di wilayah informal seperti tukang sapu, menjaga parkir. “Harapan dan cita-cita saya, saya harap pemerintah memberi akses pada tuli untuk bekerja. Supaya Indonesia bisa seperti negara lain yang peduli pada tuli dengan bagus”.
Prof Irwanto menambahkan bahwa selain pemerintah yang harus ekstra peduli dengan anak-anak tunarungu, masyarakat juga harus mulai mengubah mindset terhadap mereka yang memiliki kekurangan fisik. Sikap-sikap yang tidak melihat difabel secara positif justru akan membuat mereka semakin sulit berbaur dan berkomunikasi dengan masyarakat yang secara fisik lebih beruntung.
Kepercayaan diri Ovek membangkitkan semangat lebih dari 100 remaja yang berkumpul pagi hari itu. Semoga sahabat KH dapat belajar dari Ovek. Terima Kasih ya Ovek sudah bersedia berbagi bersama kami.
Bagi sahabat KH yang ingin berkenalan dengan Ovek dapat menghubungi Gerkatin Solo atau menghubungi Yayasan Kampung Halaman. (Ima, KH)Banyak yang terpukau dengan sesosok anak muda cantik bernama Ovek Oktaviani pagi itu. Selain karena kecantikannya juga karena sikapnya yang kritis terhadap perlakukan orang dewasa kepada anak-anak dengan disabilitas khususnya tunarungu sepertinya.
Dibantu dengan seorang penerjemah, pagi itu dalam forum “63 Juta Anak Muda, Guru Kita” di Dia.Lo.Gue Artspace Kemang 23 Februari yang lalu, Ovek mengungkapkan beberapa hal yang berangkat dari pengalamannya sendiri. Ovek mengetahui dirinya tidak bisa mendengar ketika duduk di bangku TK, mulai saat itulah orang tuanya memindahkannya ke sekolah luar biasa.
Tetapi di sekolah tersebut Ovek masih menjumpai beberapa masalah. “Guru banyak menulis dan memberi catatan tapi saya tak paham. Murid-murid tuli tidak paham pada guru karena tidak memberi contoh, cuma catatan yang banyak” jelas Ovek. Ia berharap baik anak-anak tunarungu dan guru di SLB bisa belajar bahasa isyarat agar kegiatan belajar mengajar bisa lebih dinamis.
Prof Irwanto dari UI yang hadir sebagai penanggap mengatakan bahwa kendala paling besar dari seorang anak tunarungu adalah orangtuanya sendiri. “Orangtua tidak mengijinkan mereka belajar bahasa isyarat karena takut kekurangan anak mereka ketahuan. Sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi. Mereka cuma bisa lihat bibir orang”.
Selain itu Prof Irwanto juga mengatakan bahwa ada 2 versi bahasa isyarat yang digunakan di Indonesia dan pemerintah memilih mempergunakan yang paling sulit untuk digunakan sebagai bahasa isyarat nasional selain itu pemerintah masih lebih peduli pada difabel dan bukan pada individu yang menyandang kekurangan itu. Salah satu buktinya adalah pada kurangnya guru dengan kemampuan bahasa isyarat di sekolah umum sehingga lebih dari 30% anak-anak dengan keperluan khusus seperti Ovek harus keluar dari sekolah.
Ovek sendiri tidak hanya berhenti berharap. Saat ini ia mewujudkannya harapannya dengan mengajar bahasa isyarat kepada anak-anak tunarungu disela aktifitasnya sebagai model. “Kuharap anak-anak tuli bisa bekerjasama dengan anak-anak lain supaya mereka bisa berkembang. Jangan takut karena kita kita akan semakin berkembang” jelasnya dengan mata berbinar.
Mengenai tunarungu yang dewasa, Ovek memaparkan bahwa banyak diantara mereka yang bekerja di wilayah informal seperti tukang sapu, menjaga parkir. “Harapan dan cita-cita saya, saya harap pemerintah memberi akses pada tuli untuk bekerja. Supaya Indonesia bisa seperti negara lain yang peduli pada tuli dengan bagus”.
Prof Irwanto menambahkan bahwa selain pemerintah yang harus ekstra peduli dengan anak-anak tunarungu, masyarakat juga harus mulai mengubah mindset terhadap mereka yang memiliki kekurangan fisik. Sikap-sikap yang tidak melihat difabel secara positif justru akan membuat mereka semakin sulit berbaur dan berkomunikasi dengan masyarakat yang secara fisik lebih beruntung.
Kepercayaan diri Ovek membangkitkan semangat lebih dari 100 remaja yang berkumpul pagi hari itu. Semoga sahabat KH dapat belajar dari Ovek. Terima Kasih ya Ovek sudah bersedia berbagi bersama kami.
Bagi sahabat KH yang ingin berkenalan dengan Ovek dapat menghubungi Gerkatin Solo atau menghubungi Yayasan Kampung Halaman. (Ima, KH)
SUMBER
0
1.1K
Kutip
2
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan