- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Gelar strata sosial di Aceh


TS
alvings08
Gelar strata sosial di Aceh
Quote:
Quote:
Quote:
Permisi Agan2 , Nyang Belom Mengeenal Orang Aceh Wajib Baca neu
Sekedar Nambah Pengetahuan Agan2 semua....

Sekedar Nambah Pengetahuan Agan2 semua....


Quote:

Quote:
ANDA barangkali tak asing lagi dengan kata-kata berikut: sultan, tuanku, teungku, teuku, ampon, cut, sayed, syarifah, sultanah. Kata-kata ini gelar strata sosial di Aceh dan telah digunakan sejak zaman Kerajaan Aceh hingga kini.
Gelaran-gelaran sosial tersebut awalnya tidak digunakan sembarangan oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh. Ada kualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin menyematkan gelaran tersebut pada namanya.
Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, sebagian orang Aceh mulai menyematkan gelar-gelar itu pada dirinya atau pada anaknya meski sebenarnya tidak memenuhi syarat. Penyematan itu tentu saja bukan tanpa alasan. “Gelar-gelar nyan lagak meunyoe tapakèk bak nan aneuk,” begitu kata sebagian orang Aceh.
1. Cut
Cut adalah salah satu gelar kebangsawanan di Aceh yang diperuntukkan untuk kaum perempuan. Gelar ini diturunkan sampai ke anak cucunya jika perempuan bangsawan tersebut menikah dengan laki-laki dari kalangan bangsawan juga, yang lazim disebut dengan “Teuku”.
2. Haria Peukan
Haria Peukan adalah pejabat adat yang mengatur ketertiban, kebersihan pasar dan pengutip retribusi dalam masyarakat adat Aceh.
3. Imum Mukim
Imum Mukim adalah orang yang dipercayakan untuk mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim (pemerintahan mukim terdiri dari beberapa gampoeng), yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan.
4. Laksamana
Laksamana adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Melayu, yaitu panglima tertinggi di laut. Seperti halnya digunakan pada masa Sultan Iskandar Muda (1593-1636), di Kesultanan Samudera Pasai (Aceh) yang memiliki seorang panglima angkatan laut perempuan bernama Laksamana Malahayati. Hang Tuah, yang diduga berasal dari Kepulauan Riau, dihikayatkan dalam Sastra Melayu menjadi seorang laksamana di Kerajaan Malaka pada abad ke-14.
5. Meurah
Meurah adalah gelar raja-raja di Aceh sebelum datangnya agama Islam. Dalam bahasa Gayo disebut Marah, seperti Marah Silu yang merupakan pendiri kerajaan Samudera Pasai. Contoh lainnya adalah putra Sultan Iskandar Muda digelari dengan Meurah Pupok. Setelah datangnya agama Islam, setiap raja Aceh berganti gelar menjadi Sultan.
6. Panglima Laôt
Panglima Laôt (atau Panglima Laut) merupakan suatu struktur adat di kalangan masyarakat nelayan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukôm Adat Laôt. Hukôm Adat Laôt dikembangkan berbasis syariah Islam dan mengatur tata cara penangkapan ikan di laut (meupayang), menetapkan waktu penangkapan ikan di laut, melaksanakan ketentuan-ketentuan adat dan mengelola upacara-upacara adat kenelayanan, menyelesaikan perselisihan antar nelayan serta menjadi penghubung antara nelayan dengan penguasa (dulu uleebalang, sekarang pemerintah daerah).
7. Panglima Uteun
Tradisi pengelolaan hutan yang arif bijaksana telah dipraktekkan secara turun temurun dalam masyarakat Aceh. Hal ini diselenggarakan melalui lembaga adat uteun yang dipimpin oleh Panglima Uteun. Panglima Uteun merupakan unsur pemerintahan mukim yang bertanggungjawab kepada Imum Mukim. Khazanah adat budaya ini masih melekat dalam kehidupan sebagian masyarakat Aceh sebagai sebuah kearifan lokal yang masih ada terutama pada kemukiman yang wilayahnya berdekatan dengan kawasan hutan.
8. Peutua Seuneubok
Peutua Seuneubok adalah ketua adat yang mengatur tentang pembukaan hutan, perladangan, perkebunan pada wilayah gunung, lembah-lembah dan menyelesaikan sengketa perebutan lahan dalam masyarakat adat Aceh.
9. Qadli
Qadli (kadli) adalah orang yang dipercayakan untuk memimpin pengadilan agama atau yang dipandang mengerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga pada tingkat Nanggroe (negeri) yang disebut Kadli Uleebalang.
10. Syahbandar
Syahbandar adalah pejabat adat yang mengatur urusan kepelabuhanan, tambatan kapal/perahu, lalu lintas angkutan laut, sungai dan danau dalam masyarakat adat Aceh.
11. Syarifah
Syarifah merupakan salah satu gelar kehormatan yang diberikan kepada orang-orang yang merupakan bagian dari keturunan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, yang merupakan anak dari anak perempuan Nabi Muhammad SAW, Fatimah az-Zahra dan menantunya Ali bin Abi Thalib.
Untuk keturunan wanita mendapatkan gelar berupa Syarifah atau ada juga yang menyebutnya Sayyidah, Alawiyah atau Sharifah. Gelar Syarifah juga banyak kita temui di Aceh dan hampir di setiap kabupaten kota di Aceh.
12. Teuku
Teuku adalah gelar ningrat atau bangsawan untuk kaum pria suku Aceh yang memimpin wilayah nanggroe atau kenegerian. Teuku adalah seorang hulubalang atau ulee balang dalam bahasa Acehnya. Sama seperti tradisi budaya patrilineal lainnya, gelar Teuku dapat diperoleh seorang anak laki-laki, bilamana ayahnya juga bergelar Teuku. Seorang Teungku dapat pula berubah menjadi Teuku, apabila ia dialihkan dari jabatan keagamaan ke jabatan pemerintahan atau sebaliknya. Ada juga yang memakai 2 gelar sekaligus, misalnya Teungku Chik atau Teuku Pakeh. Chik dan Pakeh berarti Teuku. Istilah Ampon diberikan kepada mereka yang peranan atau jabatannya lebih menonjol dari Teuku-Teuku lainnya, gelar ini juga diturunkan. Banyak kekeliruan serta kesalah pahaman rakyat Indonesia dalam melafalkan atau menulis nama-nama tokoh Aceh, contohnya kesalahan dalam membedakan siapa yang Teuku dan Teungku, contoh:
Teuku Umar, bukan Teungku Umar
Teungku Chik Di Tiro, bukan Teuku Chik Di Tiro
13. Teungku
Teungku di Aceh, menurut Snouck Hurgrunje (1985), dipergunakan untuk beberapa orang:
Pertama, sebutan untuk para leube atau leubei (lebai atau santri). Sebutan untuk kategori ini, juga termasuk untuk golongan yang bukan ulama, namun ia tekun melakukan ibadah maupun seorang haji yang telah menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah.
Kedua, panggilan untuk orang malem. Malem berasal dari bahasa Arab, asal kata mualim, yang artinya guru. Orang yang disebut malem, memiliki pengetahuan mengenai kitab-kitab keagamaan, kalau di gampong-gampong umumnya kitab kuning. Teungku juga diperuntukkan bagi seorang alem (asal kata alim, bahasa Arab, berarti orang yang berilmu) yang telah melengkapi pendidikan agamanya.
Ketiga, panggilan teungku juga diperuntukkan untuk pria dan wanita yang memberi pengajaran dasar mengaji Al-Qur’an, baik di meunasah maupun di dayah. Biasanya, pengajaran dasar mengaji Al-Qur’an di gampong-gampong dilaksanakan sejak habis dzuhur sampai ashar, dan habis ashar sampai magrib.
Keempat, teungku juga dimaksudkan sebagai panggilan untuk kadhi (kali) yang bertindak sebagai hakim agama dalam wilayah uleebalang. Sebutan terakhir ini sudah jarang ditemui, kecuali beberapa orang yang sudah cukup tua, yang memang pernah menjadi hakim agama masa dahulu.
14. Teungku Meunasah
Teungku Meunasah adalah orang yang dipercayakan untuk memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan pada satu unit pemerintah Gampong (kampung).
Gelaran-gelaran sosial tersebut awalnya tidak digunakan sembarangan oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh. Ada kualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin menyematkan gelaran tersebut pada namanya.
Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, sebagian orang Aceh mulai menyematkan gelar-gelar itu pada dirinya atau pada anaknya meski sebenarnya tidak memenuhi syarat. Penyematan itu tentu saja bukan tanpa alasan. “Gelar-gelar nyan lagak meunyoe tapakèk bak nan aneuk,” begitu kata sebagian orang Aceh.
1. Cut
Cut adalah salah satu gelar kebangsawanan di Aceh yang diperuntukkan untuk kaum perempuan. Gelar ini diturunkan sampai ke anak cucunya jika perempuan bangsawan tersebut menikah dengan laki-laki dari kalangan bangsawan juga, yang lazim disebut dengan “Teuku”.
2. Haria Peukan
Haria Peukan adalah pejabat adat yang mengatur ketertiban, kebersihan pasar dan pengutip retribusi dalam masyarakat adat Aceh.
3. Imum Mukim
Imum Mukim adalah orang yang dipercayakan untuk mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim (pemerintahan mukim terdiri dari beberapa gampoeng), yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan.
4. Laksamana
Laksamana adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Melayu, yaitu panglima tertinggi di laut. Seperti halnya digunakan pada masa Sultan Iskandar Muda (1593-1636), di Kesultanan Samudera Pasai (Aceh) yang memiliki seorang panglima angkatan laut perempuan bernama Laksamana Malahayati. Hang Tuah, yang diduga berasal dari Kepulauan Riau, dihikayatkan dalam Sastra Melayu menjadi seorang laksamana di Kerajaan Malaka pada abad ke-14.
5. Meurah
Meurah adalah gelar raja-raja di Aceh sebelum datangnya agama Islam. Dalam bahasa Gayo disebut Marah, seperti Marah Silu yang merupakan pendiri kerajaan Samudera Pasai. Contoh lainnya adalah putra Sultan Iskandar Muda digelari dengan Meurah Pupok. Setelah datangnya agama Islam, setiap raja Aceh berganti gelar menjadi Sultan.
6. Panglima Laôt
Panglima Laôt (atau Panglima Laut) merupakan suatu struktur adat di kalangan masyarakat nelayan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukôm Adat Laôt. Hukôm Adat Laôt dikembangkan berbasis syariah Islam dan mengatur tata cara penangkapan ikan di laut (meupayang), menetapkan waktu penangkapan ikan di laut, melaksanakan ketentuan-ketentuan adat dan mengelola upacara-upacara adat kenelayanan, menyelesaikan perselisihan antar nelayan serta menjadi penghubung antara nelayan dengan penguasa (dulu uleebalang, sekarang pemerintah daerah).
7. Panglima Uteun
Tradisi pengelolaan hutan yang arif bijaksana telah dipraktekkan secara turun temurun dalam masyarakat Aceh. Hal ini diselenggarakan melalui lembaga adat uteun yang dipimpin oleh Panglima Uteun. Panglima Uteun merupakan unsur pemerintahan mukim yang bertanggungjawab kepada Imum Mukim. Khazanah adat budaya ini masih melekat dalam kehidupan sebagian masyarakat Aceh sebagai sebuah kearifan lokal yang masih ada terutama pada kemukiman yang wilayahnya berdekatan dengan kawasan hutan.
8. Peutua Seuneubok
Peutua Seuneubok adalah ketua adat yang mengatur tentang pembukaan hutan, perladangan, perkebunan pada wilayah gunung, lembah-lembah dan menyelesaikan sengketa perebutan lahan dalam masyarakat adat Aceh.
9. Qadli
Qadli (kadli) adalah orang yang dipercayakan untuk memimpin pengadilan agama atau yang dipandang mengerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga pada tingkat Nanggroe (negeri) yang disebut Kadli Uleebalang.
10. Syahbandar
Syahbandar adalah pejabat adat yang mengatur urusan kepelabuhanan, tambatan kapal/perahu, lalu lintas angkutan laut, sungai dan danau dalam masyarakat adat Aceh.
11. Syarifah
Syarifah merupakan salah satu gelar kehormatan yang diberikan kepada orang-orang yang merupakan bagian dari keturunan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, yang merupakan anak dari anak perempuan Nabi Muhammad SAW, Fatimah az-Zahra dan menantunya Ali bin Abi Thalib.
Untuk keturunan wanita mendapatkan gelar berupa Syarifah atau ada juga yang menyebutnya Sayyidah, Alawiyah atau Sharifah. Gelar Syarifah juga banyak kita temui di Aceh dan hampir di setiap kabupaten kota di Aceh.
12. Teuku
Teuku adalah gelar ningrat atau bangsawan untuk kaum pria suku Aceh yang memimpin wilayah nanggroe atau kenegerian. Teuku adalah seorang hulubalang atau ulee balang dalam bahasa Acehnya. Sama seperti tradisi budaya patrilineal lainnya, gelar Teuku dapat diperoleh seorang anak laki-laki, bilamana ayahnya juga bergelar Teuku. Seorang Teungku dapat pula berubah menjadi Teuku, apabila ia dialihkan dari jabatan keagamaan ke jabatan pemerintahan atau sebaliknya. Ada juga yang memakai 2 gelar sekaligus, misalnya Teungku Chik atau Teuku Pakeh. Chik dan Pakeh berarti Teuku. Istilah Ampon diberikan kepada mereka yang peranan atau jabatannya lebih menonjol dari Teuku-Teuku lainnya, gelar ini juga diturunkan. Banyak kekeliruan serta kesalah pahaman rakyat Indonesia dalam melafalkan atau menulis nama-nama tokoh Aceh, contohnya kesalahan dalam membedakan siapa yang Teuku dan Teungku, contoh:
Teuku Umar, bukan Teungku Umar
Teungku Chik Di Tiro, bukan Teuku Chik Di Tiro
13. Teungku
Teungku di Aceh, menurut Snouck Hurgrunje (1985), dipergunakan untuk beberapa orang:
Pertama, sebutan untuk para leube atau leubei (lebai atau santri). Sebutan untuk kategori ini, juga termasuk untuk golongan yang bukan ulama, namun ia tekun melakukan ibadah maupun seorang haji yang telah menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah.
Kedua, panggilan untuk orang malem. Malem berasal dari bahasa Arab, asal kata mualim, yang artinya guru. Orang yang disebut malem, memiliki pengetahuan mengenai kitab-kitab keagamaan, kalau di gampong-gampong umumnya kitab kuning. Teungku juga diperuntukkan bagi seorang alem (asal kata alim, bahasa Arab, berarti orang yang berilmu) yang telah melengkapi pendidikan agamanya.
Ketiga, panggilan teungku juga diperuntukkan untuk pria dan wanita yang memberi pengajaran dasar mengaji Al-Qur’an, baik di meunasah maupun di dayah. Biasanya, pengajaran dasar mengaji Al-Qur’an di gampong-gampong dilaksanakan sejak habis dzuhur sampai ashar, dan habis ashar sampai magrib.
Keempat, teungku juga dimaksudkan sebagai panggilan untuk kadhi (kali) yang bertindak sebagai hakim agama dalam wilayah uleebalang. Sebutan terakhir ini sudah jarang ditemui, kecuali beberapa orang yang sudah cukup tua, yang memang pernah menjadi hakim agama masa dahulu.
14. Teungku Meunasah
Teungku Meunasah adalah orang yang dipercayakan untuk memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan pada satu unit pemerintah Gampong (kampung).
Quote:
Spoiler for :
Quote:
Original Posted By alvings08►tambahan gan
Koreksi! Yang terpenting malah terlupakan! Ada gelar untuk keturunan Sultan (Raja) yaitu Tuanku atau disingkat Twk untuk laki-laki dan Teungku atau disingkat Tgk untuk perempuan keturunan Sultan (Raja). Saat ini masih ada keturunan Sultan terakhir/Sultan ke-35 yaitu Sultan Daud Syah (Muhammad Daud Syah). Mereka tinggal di beberapa daerah di Banda Aceh.
serta jangan lupa gelar "AMPOEN" sma kayak "teuku" juga,, gelar ini lebih banyak di pake di aceh utara dan bireuen terutama daerah peusangan!!
coba datangin kota peusangan klo gak percaya.. kalian pasti bakal banyak nemuin gelar bangsawan yang beginian...!!
Koreksi! Yang terpenting malah terlupakan! Ada gelar untuk keturunan Sultan (Raja) yaitu Tuanku atau disingkat Twk untuk laki-laki dan Teungku atau disingkat Tgk untuk perempuan keturunan Sultan (Raja). Saat ini masih ada keturunan Sultan terakhir/Sultan ke-35 yaitu Sultan Daud Syah (Muhammad Daud Syah). Mereka tinggal di beberapa daerah di Banda Aceh.
serta jangan lupa gelar "AMPOEN" sma kayak "teuku" juga,, gelar ini lebih banyak di pake di aceh utara dan bireuen terutama daerah peusangan!!
coba datangin kota peusangan klo gak percaya.. kalian pasti bakal banyak nemuin gelar bangsawan yang beginian...!!
Diubah oleh alvings08 21-05-2013 13:24
0
10.2K
Kutip
49
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan