- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Joko Intarto – Belajar Langsung Dari Dahlan Iskan – MUST READ (Inspiring & Funny)
TS
enggariel
Joko Intarto – Belajar Langsung Dari Dahlan Iskan – MUST READ (Inspiring & Funny)
Banyak cerita menarik mengenai sepak terjang menteri negara BUMN kita, Dahlan Iskan. Mungkin banyak diantara kita mencibir kelakuan beliau selama ini yang seakan-akan mencari sensasi. Tetapi sebenarnya kita mungkin belum mengenal lebih jauh tentang sosok Dahlan Iskan. Dibawah ini saya copykan carita menarik dan lucu yang ditulis oleh Joko Intarto. Saya copy dari web kickdahlan.wordpress.com
Ketika Dahlan Iskan Menjungkirbalikkan Logika
Quote:
Sejak menjadi CEO PLN, Dahlan Iskan tidak pernah menggunakan mobil dinas yang disediakan Negara. Demikian pula setelah menjadi Menteri Negara BUMN. Padahal, mobil dinas menteri adalah Toyota Crown Royak Saloon yang harganya mahal dan dalam pengadaannya penuh kontroversi. Mayoritas masyarakat waktu itu menentang keras karena dianggap pemborosan. Artinya, mobil dinas tersebut tergolong mobil yang tidak murahan.
Ketimbang memakai Toyota Crown dinas, Dahlan memilih menggunakan mobil pribadinya. Sebuah mobil sedan Mercedes Benz hitam dengan nomor asli L 1 JP. Dahlan sebenarnya punya satu mobil lagi untuk mendukung aktivitasnya sebagai menteri, yakni sebuah sedan Jaguar. Tapi, sedan Mercedes Benz itu yang menjadi favoritnya.
Ada sebuah pemandangan ganjil, ketika Dahlan menjadi CEO PLN dan Menneg BUMN. Dulu, mobil CEO atau menteri selalu diistimewakan dalam hal parkir. Selalu ada tempat parkir untuk mobil big boss di depan lobby kantor. Posisinya begitu mencolok, sampai-sampai tamu harus mengalah bila mau masuk ke kantor tersebut.
Setelah Dahlan menjabat sebagai CEO PLN dan Menneg BUMN, lahan parkir di lobi itu kosong-melompong. Sebab, Dahlan melarang mobilnya diparkir di situ. Dahlan memerintahkan sopirnya untuk memarkir mobilnya di tempat parkir umum, seperti mobil karyawan lainnya.
Di parkir umum, Dahlan juga tidak membolehkan ada lokasi khusus untuk mobilnya. Kalau terlambat masuk, misalnya, mobil Dahlan terpaksa diparkir di mana saja yang memungkinkan. Sama seperti tamu PLN dan tamu Menteri BUMN yang kebingungan tidak dapat lahan parkir. Seperti pejabat yang terlambat masuk masjid saat salat Jumat. Terpaksa di shaf mana saja yang kosong.
Sebagai menteri, Dahlan sibuk luar biasa. Sehabis subuh, Dahlan sudah berangkat ke lapangan Monas untuk bersenam pagi. Kuda lumping Korea alias gangnam style adalah favoritnya. Menjelang tengah malam, Dahlan baru bisa istirahat. Saya tahu ini, karena saya menyewa ruang kerja di basement Graha Pena Jakarta. Lahan di depan kantor saya dijadikan lokasi parkir beberapa mobil. Dua di antaranya mobil Dahlan.
Sering kali saya pulang dini hari dan mobil Dahlan baru saja masuk. Beberapa kali saya masuk pagi-pagi karena sekalian mengantarkan anak saya berangkat sekolah. Sampai di kantor, mobil Dahlan pasti sudah pergi.
Dengan aktivitasnya yang sangat tinggi, Dahlan tidak hanya butuh mobil yang prima, tetapi juga butuh akses jalan raya yang lancar. Padahal, Anda tahu sendiri bagaimana situasi jalan raya di kota Jakarta saat hari kerja. Macet mengular di setiap traffic light. Belum lagi bila ada kecelakaan atau hujan. Karena itu, mobil pengawal atau voorijder sebenarnya sangat dibutuhkan Dahlan.
Tapi Dahlan menolak memakai pengawal. Dia merasa nyaman ditemani Sahidin, seorang sopir pribadinya. Tidak tahu persis, apa yang menyebabkan Dahlan menolak “memelihara” pengawal. Padahal, pejabat lainnya bisa menggunakan pengawal dan ajudan yang jumlahnya hingga belasan. Belum lagi pengawal dan ajudan istri, dan anak-anaknya.
Kadang muncul pikiran iseng saya. Jangan-jangan, Dahlan tidak mau menggunakan pengawal, karena apartemen di SCBD Jakarta Selatan yang ditempatinya bukan apartemen yang besar. Sebuah apartemen 3 kamar yang tidak di-dress up. Kalau harus menampung belasan pengawal dan ajudannya, belasan pengawal dan ajudan istrinya, tentu menjadi persoalan tersendiri.
Itulah cara Dahlan menjungkirbalikkan logika birokrasi. Mungkin, Dahlan berpendapat bahwa yang jadi CEO dan menteri hanya dirinya, tidak termasuk mobil dan rumahnya.
Joko Intarto, sebuah pengalaman pribadi
Follow me @intartojoko
Penghormatan Dahlan Iskan Kepada Kaum Buruh
Quote:
Sebuah SMS dikirim teman saya, di Jakarta yang membaca berita hari ini. “Pak Dahlan menolak meresmikan ground breaking RS Buruh. Pak Dahlan malah minta buruh yang meresmikan. Ini cari sensasi apa gak?” tanya kawan saya, yang tidak perlu saya sebut namanya.
“Sensasi?” tanya saya dalam hati, kepada diri sendiri.
Seketika ingatan saya melayang pada peristiwa peresmian gedung graha pena Surabaya, sekitar 15 tahun silam.
Graha Pena Surabaya, adalah gedung tertinggi yang dimiliki perusahaan koran di Indonesia. Gedung itu dibangun begitu megah, sebagai simbol kegigihan para agen, pengasong dan loper koran di Jawa Timur.
Dahlan Iskan secara tegas menjelaskan hal itu dalam pidato pembukaannya. Saya dan kawan-kawan protes, sambil ngedumel. “Sialan, yang dianggap kerja keras kok hanya mereka. Kita karyawan kan juga kerja keras,” protes saya. Teman saya pun mengiyakan.
“Karena kerja keras merekalah, Jawa Pos tumbuh besar. Karyawan Jawa Pos di redaksi, pemasaran, percetakan, ekspedisi, memang juga bekerja keras. Tapi itu tidak istimewa, karena mereka adalah karyawan Jawa Pos. Itu sudah jadi kewajiban. Tapi agen, pengasong, loper? Mereka bukan siapa-siapanya Jawa Pos. Tapi mereka bangun dini hari, mengantar koran tepat waktu ke pelanggan. Tidak peduli sehat atau saki, tidak peduli hujan. Tidak peduli hari libur. Merekalah pahlawan dan pembela Jawa Pos yang sejati,” lanjut Dahlan.
“Deggggg!” Hati saya tersentak seketika mendengar lanjutan pidato Dahlan.
Seketika saya tersadar, bahwa mereka, agen, loper, pengasong koran, memang lebih hebat dari saya dan karyawan. Mereka bukan karyawan, tidak digaji, tidak ada hubungan kerja. Tetapi faktanya mereka adalah yang melayani pelanggan setiap hari, tanpa kenal libur, tanpa kenal sakit, tanpa kenal hujan.
Dahlan kemudian memanggil salah satu pengasong koran yang hadir sebagai undangan kehormatan, agar maju ke mimbar, menekan sirine tanda peresmian ground breaking Graha Pena, kantor koran berlantai 21, yang tertinggi dan termegah di Indonesia, hingga hari ini.
Seorang bocah kecil mengenakan kaos bertulis “Jawa Pos, selalu ada yang baru” kemudian maju. Dengan wajah bingung, dia mendekati tombol sirine.
“Teeeeeeeet………” Sirine berbunyi. Peresmian pun selesai.
Para undangan bertepuk tangan. Menteri Penerangan Harmoko, Mbak Tutut, Gubernur Jawa Timur, tampak sumringah. Sementara, pengasong koran itu tampak meneteskan air mata.
“Saya terharu. Baru sekali ini, ada loper koran diminta meresmikan gedung di depan pejabat tinggi,” kata loper itu sesenggukan.
Tulisan ini saya buat, agar masyarakat luas mengerti, begitulah Dahlan Iskan. Cara berpikirnya memang kurang lazim. Tapi, bukan berarti, Dahlan mencari sensasi, apalagi pencitraan.
Dahlan Iskan memang orang yang tahu diri.
Joko Intarto, sebuah pengalaman pribadi.
0
3.1K
Kutip
8
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan