- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Gambaran Peta "MEDIA ELEKTRONIK" di Indonesia
TS
KijangKrista2.5
Gambaran Peta "MEDIA ELEKTRONIK" di Indonesia
Media Harus Berimbang, Faktanya?
Dalam negara demokrasi, pers dan media menjadi salah satu pilar penjaga demokrasi tersebut. Pers dituntut untuk melakukan pemberitaan yang berimbang dan tidak menghakimi, namun tetap bisa menyampaikan semua fakta yang ada. Indonesia sudah cukup mengalami masa-masa terbelakang pada zaman orde baru dahulu. Tidak ada pers yang bebas saat itu, semua berita yang terbit harus melewati seleksi dari pemerintah (dalam hal ini Departemen Penerangan).
Seleksi seperti itu, membuat media-media tidak bisa memberitakan informasi secara berimbang. Segala sesuatunya haru diberitakan lewat kacamata pemerintah. Kalaupun ada media yang berani melawan dengan mengeluarkan fakta kebenaran, bersiaplah untuk menghadapi pembredelan. Bahkan tidak jarang wartawan, redaktur, sampai pemilik koran di seluruh Indonesia yang mendapatkan ancaman atas keberaniannya.
Akibat kebijakan tersebut, masyarakat pun menjadi korban. Kita hanya bisa menikmati berita seputar keamjuan-njomplang-yang dibangun pemerintahan orde baru. Rakyat di-nina bobo-kan dengan kata-kata swasembada, pembangunan yang berhasil, dan lain sebagainya. Faktanya, Indonesia hanya pernah satu atau dua kali swasembada beras. Pembangunan dibayar mahal karena praktik KKN merebak dimana-mana, itupun yang terbangun hanya kawasan Jakarta dan sekitarnya.
Rakyat membutuhkan media untuk mengawasi negara. Bukan media yang memperjuangkan kepentingan golongan, melainkan media yang hanya berpihak kepada kebenaran. Bisakah?
Menjelang masa pemilihan raya 2014, sebagian media mainstream semakin terlihat berat sebelah. Pemberitaan dilakukan sebagian-sebagian. Jika melihat peristiwa Lumpur Lapindo melalui TVOne, ANTV, dan Viva News, kita bisa merasakan beruntungnya korban peristiwa itu. Ganti rugi dibayarkan tepat waktu, relokasi dijamin, kebutuhan pengungsi dibantu, sungguh tenteram. Banyak sekali sisi lain peristiwa Lumpur Lapindo yang tidak pernah diberitakan ketiga media tersebut.
Lalu, jika Anda ingin melihat kelanjutan partai biru baru, lihatlah kanal Metro TV. Karena hanya Metro TV yang setia meliput perjuangan Nasional Demokrat mulai dari awal pembentukannya. Namun, ketika tiba-tiba Sultan Hamengkubuwono X mengundurkan diri dari kepengurusan Nasional Demokrat, hanya Metro TV yang tidak menyiarkan. Mungkin berita perpecahan Nasdem dianggap bukan merupakan konsumsi bagus bagi para pemilih. Kok bisa gerakan masyarakat dipilih dalam pemilihan raya? Ya karena kita tidak memilih gerakannya, kita sebenarnya diajak untuk memilih anaknya, Partai NasDem. Dengan pendeklarasian partai itu, terbongkarlah tujuan penyiaran Nasional Demokrat sejak awal berdirinya.
Sekarang yang masih hangat terbit adalah iklan buku di saluran milik Trans Corp. Belum jelas memang tujuan penyebaran iklan ini selain menaikkan minat pembeli. Cara penjualan buku seperti ini cenderung baru menurut saya. Mungkin nanti Anda bisa mencoba mendirikan televisi dahulu sebelum menulis buku.
Sesungguhnya rakyat menanti cerita pemimpin yang benar-benar bisa memimpin. Bukan hanya pemimpin/calon pemimpin yang mampu mencitrakan diri bahwa ia bisa memimpin. Rakyat butuh mendengar kabar Indonesia menjadi negara yang menyejahterakan, bukan hanya isu bahwa kita bisa sejahtera.
Oh ya, saya menulis di media juga ternyata. Mudah-mudahan tulisan ini bisa dianggap opini yang berimbang.
Sumber: Kompasiana
(http:***//media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/09/26/media-harus-berimbang-faktanya-490493.html) tanpa ***
========================================================
Saya setuju dengan tulisan diatas, semoga Kaskus bukan merupakan kategori "media" yang dipenuhi kepentingan pemiliknya. Media Massa (pers) harus milik bersama, independen, objektif, lugas, terpercaya, pemersatu bangsa.
Reformasi kebablasan menuntut "kebebasan pers", sekarang malah berubah menjadi "kebuasan pers", bebas menjatuhkan yang lain terserah yang punya kantor media... (kalau orang sekarang bilang: prettt...)
Setelah reformasi '98 termasuk reformasi di dunia media masa (pers) dan menjadi jungkir balik seperti ini, apakah perlu reformasi pers ini dibalikkan lagi ke jaman asalnya atau kata sebagian teman "jaman enak dulu" ya...??
Kalau diurai dan dibuat bagan, kira2 seperti inilah MEDIA di Indonesia saat ini:
Ditunggu pendapatnya & jangan lupa beri cendol yang banyak ya
Dalam negara demokrasi, pers dan media menjadi salah satu pilar penjaga demokrasi tersebut. Pers dituntut untuk melakukan pemberitaan yang berimbang dan tidak menghakimi, namun tetap bisa menyampaikan semua fakta yang ada. Indonesia sudah cukup mengalami masa-masa terbelakang pada zaman orde baru dahulu. Tidak ada pers yang bebas saat itu, semua berita yang terbit harus melewati seleksi dari pemerintah (dalam hal ini Departemen Penerangan).
Seleksi seperti itu, membuat media-media tidak bisa memberitakan informasi secara berimbang. Segala sesuatunya haru diberitakan lewat kacamata pemerintah. Kalaupun ada media yang berani melawan dengan mengeluarkan fakta kebenaran, bersiaplah untuk menghadapi pembredelan. Bahkan tidak jarang wartawan, redaktur, sampai pemilik koran di seluruh Indonesia yang mendapatkan ancaman atas keberaniannya.
Akibat kebijakan tersebut, masyarakat pun menjadi korban. Kita hanya bisa menikmati berita seputar keamjuan-njomplang-yang dibangun pemerintahan orde baru. Rakyat di-nina bobo-kan dengan kata-kata swasembada, pembangunan yang berhasil, dan lain sebagainya. Faktanya, Indonesia hanya pernah satu atau dua kali swasembada beras. Pembangunan dibayar mahal karena praktik KKN merebak dimana-mana, itupun yang terbangun hanya kawasan Jakarta dan sekitarnya.
Rakyat membutuhkan media untuk mengawasi negara. Bukan media yang memperjuangkan kepentingan golongan, melainkan media yang hanya berpihak kepada kebenaran. Bisakah?
Menjelang masa pemilihan raya 2014, sebagian media mainstream semakin terlihat berat sebelah. Pemberitaan dilakukan sebagian-sebagian. Jika melihat peristiwa Lumpur Lapindo melalui TVOne, ANTV, dan Viva News, kita bisa merasakan beruntungnya korban peristiwa itu. Ganti rugi dibayarkan tepat waktu, relokasi dijamin, kebutuhan pengungsi dibantu, sungguh tenteram. Banyak sekali sisi lain peristiwa Lumpur Lapindo yang tidak pernah diberitakan ketiga media tersebut.
Lalu, jika Anda ingin melihat kelanjutan partai biru baru, lihatlah kanal Metro TV. Karena hanya Metro TV yang setia meliput perjuangan Nasional Demokrat mulai dari awal pembentukannya. Namun, ketika tiba-tiba Sultan Hamengkubuwono X mengundurkan diri dari kepengurusan Nasional Demokrat, hanya Metro TV yang tidak menyiarkan. Mungkin berita perpecahan Nasdem dianggap bukan merupakan konsumsi bagus bagi para pemilih. Kok bisa gerakan masyarakat dipilih dalam pemilihan raya? Ya karena kita tidak memilih gerakannya, kita sebenarnya diajak untuk memilih anaknya, Partai NasDem. Dengan pendeklarasian partai itu, terbongkarlah tujuan penyiaran Nasional Demokrat sejak awal berdirinya.
Sekarang yang masih hangat terbit adalah iklan buku di saluran milik Trans Corp. Belum jelas memang tujuan penyebaran iklan ini selain menaikkan minat pembeli. Cara penjualan buku seperti ini cenderung baru menurut saya. Mungkin nanti Anda bisa mencoba mendirikan televisi dahulu sebelum menulis buku.
Sesungguhnya rakyat menanti cerita pemimpin yang benar-benar bisa memimpin. Bukan hanya pemimpin/calon pemimpin yang mampu mencitrakan diri bahwa ia bisa memimpin. Rakyat butuh mendengar kabar Indonesia menjadi negara yang menyejahterakan, bukan hanya isu bahwa kita bisa sejahtera.
Oh ya, saya menulis di media juga ternyata. Mudah-mudahan tulisan ini bisa dianggap opini yang berimbang.
Sumber: Kompasiana
(http:***//media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/09/26/media-harus-berimbang-faktanya-490493.html) tanpa ***
========================================================
Saya setuju dengan tulisan diatas, semoga Kaskus bukan merupakan kategori "media" yang dipenuhi kepentingan pemiliknya. Media Massa (pers) harus milik bersama, independen, objektif, lugas, terpercaya, pemersatu bangsa.
Reformasi kebablasan menuntut "kebebasan pers", sekarang malah berubah menjadi "kebuasan pers", bebas menjatuhkan yang lain terserah yang punya kantor media... (kalau orang sekarang bilang: prettt...)
Setelah reformasi '98 termasuk reformasi di dunia media masa (pers) dan menjadi jungkir balik seperti ini, apakah perlu reformasi pers ini dibalikkan lagi ke jaman asalnya atau kata sebagian teman "jaman enak dulu" ya...??
Kalau diurai dan dibuat bagan, kira2 seperti inilah MEDIA di Indonesia saat ini:
Ditunggu pendapatnya & jangan lupa beri cendol yang banyak ya
0
2.4K
9
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan