Al-Qoo'idataani al-'azhiimataani
Dua kaidah yang agung, yakni,
Quote:
Al-ashlu fil-'ibaadati at-tahriim illa maa dallad-daliilu 'aalaa tasyrii'ihaa
wa
al-ashlu fil-muaamalati al-ibaahah illa maa dallad-daliilu 'alaa tahriimihaa
Yang artinya:
"Hukum asal dari ibadah adalah haram, kecuali apa-apa yang datang dalil pensyari'atannya
dan
Hukum asal dari muamalah (urusan dunia) adalah mubah (Dibolehkan), kecuali apa-apa yang datang dalil pengharamannya"
Dan kaidah pertama mempunyai dalil sebagaimana kaidah kedua mempunyai dalil pula, karena qoo-idah tidak dinamakan qoo-idah kecuali telah didudukkan padanya berbagai dalil yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan,
Kaidah Pertama
"Hukum asal dari ibadah adalah haram, kecuali apa-apa yang datang dalil pensyari'atannya"
firman Allah Ta’ala,
Quote:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syura': 21)
Sabda Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam,
Quote:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).
Dalam riwayat lain disebutkan,
Quote:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).
Ulama Syafi’i berkata mengenai kaedah yang kita kaji saat ini,
Quote:
اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتوَقف
“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).” Perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (5: 43)
Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata,
Quote:
أَن التقْرِير فِي الْعِبَادَة إِنمَا يُؤْخَذ عَنْ تَوْقِيف
“Penetapan ibadah diambil dari tawqif (adanya dalil)” (Fathul Bari, 2: 80)
Ibnu Daqiq Al ‘Ied berkata,
Quote:
لِأَن الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التعَبدُ ، وَمَأْخَذُهَا التوْقِيفُ
“Umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil”. kitab Ihkamul Ahkam Syarh ‘Umdatil Ahkam.
Kesimpulan:
Quote:
Ibadah pada asalnya tidak boleh dilakukan, kecuali yang ada dalil pensyariatannya. Seandaninya tidak ada perintah Allah tentang shalat, maka kita tidak berhak shalat, jika kita shalat, maka shalat kita tertolak.
Allah lah yang satu-satunya berhak menetapkan dengan cara apa Ia berhak diibadahi dan diagungkan, maka sebagai hamba kita diam ketika Allah tidak mensyariatkan suatu cara untuk mendekatkan diri kepadanya, ataupun memodifikasi cara-cara yang telah Allah syariatkan tanpa ada keterangan dari Allah Ta'ala.
Maka terbalik jika ada seorang muslim yang diberi nasihat atas ibadah yang ia lakukan tidak disyariatkan oleh Allah, ataulah ibadahnya disyariatkan namun cara melakukannya dengan cara yang tidak diterangkan Allah dan RasulNya kemudian ia berkata, "lho apa masalahnya? Kan gak ada yang ngelarang?"
Karena ibadah pada asalnya terlarang
Kaidah Kedua
Allah menyatakan :
Quote:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ
“Apabila sholat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah”. (QS. Al-Jumu’ah : 10)
Sisi pendalilan : Jual beli memiliki larangan khusus yaitu ketika adzan jum’at telah dikumandangkan. Namun setelah jum’at kita diperintah dengan perintah umum untuk bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah. Maka ini menunjukkan bahwa asal dalam mu’amalat adalah halal dan boleh sampai ada dalil yang menunjukkan tentang haramnya.
Sebuah hadits dari Anas,
Quote:
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda:
“Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik”. Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian’ (HR Muslim 4358)
Kesimpulan:
Quote:
Dua dalil ini sebenarnya telah menerangkan kaidah ini dengan begitu jelas. Maka jelaslah dalam masalah dunia kita bebas selagi tidak menyentuh hal-hal yang haram.
Maka pertanyaan, "kan gak ada yang ngelarang?" cocok ditanyakan dalam masalah dunia, tidak cocok ditanyakan dalam masalah ibadah. Cocoknya di masalah ibadah adalah, "kan gak ada yang merintahkan?", karena hukum asal ibadah adalah haram kecuali ada dalil tentang pensyari'atannya, sedangkan pada muamalah adalah halal, kecuali ada dalil tentang pengharamannya
Demikianlah
Demikianlah dua kaidah yang agung dalam agama Islam, yaitu
Quote:
Al-ashlu fil-'ibaadati at-tahriim illa maa dallad-daliilu 'aalaa tasyrii'ihaa
wa
al-ashlu fil-muaamalati al-ibaahah illa maa dallad-daliilu 'alaa tahriimihaa
Semoga bermanfaat
