- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[berita yang tidak diliput semua media] Sengkarut Rebutan Lahan Fatmawati


TS
dipotanda
[berita yang tidak diliput semua media] Sengkarut Rebutan Lahan Fatmawati
![[berita yang tidak diliput semua media] Sengkarut Rebutan Lahan Fatmawati](https://dl.kaskus.id/www.gatra.com/images/gatracom/yus/02-feb/SengketaFatmawati.jpg)
Jakarta, GATRAnews - Lahan seluas 21 hektare milik Yayasan Fatmawati diperebutkan dua kelompok saudagar: Gita Wirjawan dan Cahyadi Kumala alias Swie Teng. Nama Tomy Winata ikut disebut-sebut. Mencuat juga tuduhan praktek pencucian uang dari duit Bank Century yang bermasalah di balik jual-beli lahan. ---
Iklan itu cukup mencolok. Tersaji dalam kalimat-kalimat lugas, menggunakan huruf berukuran cukup besar, dan membentang hingga dua halaman koran. Iklan yang tayang di sejumlah harian nasional edisi 16 Februari lalu itu memuat pernyataan sepihak dari Dewan Pengurus Yayasan Fatmawati. Yakni menyangkut status hukum tanah milik yayasan tersebut, yang selama ini tersangkut sengketa dengan Kementerian Kesehatan.
Dalam iklan pengumuman yang diteken segenap Dewan Pengurus Yayasan Fatmawati, termasuk oleh Ketua Umum R.P. Harisoerahardjo --yang karena sedang sakit hanya membubuhkan cap jempol-- itu disebutkan bahwa Yayasan Fatmawati merupakan pemilik sah dan berhak secara hukum atas tanah dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 82/Cilandak Barat (sisa) seluas 210.184 meter persegi atau sekitar 21 hektare tersebut.
Pijakan hukumnya, antara lain, putusan Nomor 1115/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel tanggal 1 Juni 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap, berita acara eksekusi penyerahan Nomor 1115/Pdt.G.2008/PN. Jkt.Sel tanggal 31 Mei 2010, serta penetapan eksekusi lanjutan tanggal 21 Januari 2013 dan berita acara serah terima sertifikat tanggal 28 Januari 2013.
Menurut Dwi Librianto, Pembina Yayasan Fatmawati, dengan iklan pengumuman itu, pihaknya ingin masyarakat luas mengetahui status hukum tanah tersebut kini. ''Biar pada tahu, karena (selama ini) banyak yang simpang siur,'' katanya kepada GATRA.
Inilah ''babak anyar'' menyangkut sengketa lahan emas di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, yang belakangan ini melebar dan melibatkan nama-nama besar, seperti Gita Wirjawan, kini Menteri Perdagangan, dan Cahyadi Kumala alias Swie Teng, pengusaha properti papan atas. Baik Gita maupun Swie Teng, yang disebut-sebut menggandeng bos PT Artha Graha, Tomy Winata, sama-sama bernafsu menguasai lahan yang kini harganya melambung dan ditaksir mencapai Rp 2,1 trilyun itu. Saat lahan itu ditawarkan pada 2003, Yayasan Fatmawati hanya mematok harga Rp 65 milyar.
Tapi Gita yang maju dengan perusahaannya, PT Ancora Land, agaknya belum beruntung. Pasalnya, pihak Yayasan Fatmawati telah mengadakan perikatan pengoperan dan pelepasan hak atas tanah tersebut kepada PT Mekaelsa milik Swie Teng, yang datang belakangan. Pihak yayasan menilai, PT Graha Nusa Utama (GNU) dan PT Nusa Utama Sentosa (NUS) --dua perusahaan ini merupakan pembeli pertama lahan tersebut-- yang diakuisisi PT Ancora telah gagal memenuhi kewajiban pada waktunya.
Kini, melalui pengumuman di koran itu, pihak Yayasan Fatmawati hendak menegaskan bahwa tanah miliknya tersebut sudah clear dari masalah hukum sehingga bisa dikuasainya dan digunakan untuk apa saja, termasuk mengalihkannya kepada pihak tertentu, dalam hal ini PT Mekaelsa yang sanggup membayar jauh lebih tinggi.
***
Awalnya, lahan yang diperebutkan itu merupakan tanah eigendom yang dikuasai Yayasan Ibu Soekarno, yang kemudian namanya berubah menjadi Yayasan Fatmawati. Yayasan ini menggandeng Departemen Kesehatan (Depkes) --kini Kementerian Kesehatan-- guna memanfaatkan lahan tersebut. Dalam perjalanannya, pihak yayasan merasa kurang sreg, salah satunya lantaran pihak yayasan tidak dilibatkan dalam pengelolaan dan pengembangan Rumah Sakit Fatmawati yang berdiri di atas sebagian lahan itu.
Keberadaan yayasan makin terpuruk dengan ditolaknya hak pakai lahan yang diajukan yayasan kepada Menteri Dalam Negeri, tahun 1987. Sebaliknya, izin hak pakai lahan yang diajukan Depkes pada tahun berikutnya disetujui. Penguasaan lahan oleh Depkes ini diperkuat dengan Sertifikat Hak Pakai nomor 82/Cilandak Barat, tanggal 19 September 1990, dengan luas 358.790 meter persegi atau sekitar 35,8 hektare.
Menurut Misrad, kuasa hukum PT GNU, dari sinilah kemudian muncul sengketa hukum antara Yayasan Fatmawati dan Depkes. Pihak yayasan meminta bantuan Notaris R.M. Johanes Sarwono untuk mengambil kembali lahan yang dikuasai Depkes. Johanes kemudian mengajak rekannya bernama Stefanus Farok. Karena upaya negosiasi menemui jalan buntu, pada 1995 Johanes dan Stefanus melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan nilai gugatan Rp 110,148 milyar.
Pengadilan memutuskan mengabulkan sebagian gugatan itu, yang dikuatkan sampai ke Mahkamah Agung. Depkes dihukum membayar ganti rugi Rp 75 milyar. Namun eksekusi terhadap putusan ini terkatung-katung. Yayasan Fatmawati lantas menugasi Johanes, Stefanus Farok, dan Umar Muchsin untuk menyelesaikan perdamaian yayasan dengan Depkes.
Hasilnya, disepakati perdamaian yang tertuang dalam Akta Perdamaian Nomor 3, tanggal 13 Desember 2000. Intinya, Depkes bersedia membayar tunai Rp 25 milyar dan sisanya, Rp 50 milyar, dibayar melalui pelepasan sebagian hak pakai tanah yang dikuasai Depkes seluas 22,8 hektare --dalam perjalanannya, seperti disampaikan pihak yayasan dalam iklan pengumumannya, tanah itu berubah menjadi 21 hektare.
Sementara itu, Yayasan Fatmawati diwajibkan membangun asrama perawat, kamar mayat, menyediakan lahan untuk jalan lingkungan rumah sakit, membangun rumah karyawan dan rumah jabatan, juga meyediakan bangunan dan memindahkan para penghuni flat di areal yayasan ke Jalan Raya Sawangan. Diatur pula bahwa tanah yang saat ini menjadi lapangan golf itu baru akan diserahkan kepada Yayasan Fatmawati setelah pihak yayasan melaksanakan kewajibannya.
lanjut dibawah gan...
Diubah oleh dipotanda 21-02-2013 13:43
0
3K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan