- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
(APBD kemana?) Dana Jamkesda Terbatas, Nyawa Bayi Zara Tak Tertolong
TS
gustigusta
(APBD kemana?) Dana Jamkesda Terbatas, Nyawa Bayi Zara Tak Tertolong
Quote:
Dana Jamkesda Terbatas, Nyawa Bayi Zara Tak Tertolong
oleh Johan Teruna
Posted: 20/02/2013 15:17
Liputan6.com, Depok : Nyawa bayi mungil berusia tiga bulan Zara Naven tak tertolong karena keterbatasan biaya. Bocah malang yang mengalami kelainan jantung itu sempat dirawat selama dua bulan di salah satu rumah sakit Harapan Kita Jakarta. Tapi keterbatasan Jamkesda dari Pemkot Depok membuatnya tak bisa menjalani operasi.
Zara merupakan anak pertama dari pasangan Prapti dan Herman Hidayat yang merupakan warga Depok, Jawa Barat. Orangtua sangat menyayangkan akibat lalainya penanganan medis karena kurangnya biaya Jamkesda yang dikeluarkan Pemkot Depok.
Tumpukan kwitansi biaya yang dikeluarkan rumah sakit menjadi bukti bagi kedua pasangan suami istri itu. Zara meninggal dunia pada Senin (18/2/2013).
Menurut Herman Hidayat, sebelum meninggal, anaknya Zara sempat dirawat selama dua bulan di rumah sakit jantung Harapan Kita di Jakarta. Namun, selama mendapatkan perawatan, rumah sakit belum melakukan operasi.
Sebelumnya pihak orangtua sudah berusaha meminta bantuan kepada pihak Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) untuk meminta Jamkesda peralihan tambahan yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan dan Walikota Depok, Jawa Barat.
Meski demikian, permohonan tersebut tidak dapat terpenuhi lantaran Dinas Kesehatan dan Pemerintah Depok, Jawa Barat, sudah tidak memiliki biaya tambahan untuk keluarga tidak mampu yang maksimal mendapat bantuan Rp 100 juta.
Orangtua bayi dan pihak DKR meminta pihak rumah sakit untuk dapat memberikan tindakan operasi awal terhadap pasien bayi Zara Naven saat itu, namun pihak rumah sakit berkelit bahwa pasien tidak dapat menjalani tindakan operasi.(Mel/Igw)
oleh Johan Teruna
Posted: 20/02/2013 15:17
Liputan6.com, Depok : Nyawa bayi mungil berusia tiga bulan Zara Naven tak tertolong karena keterbatasan biaya. Bocah malang yang mengalami kelainan jantung itu sempat dirawat selama dua bulan di salah satu rumah sakit Harapan Kita Jakarta. Tapi keterbatasan Jamkesda dari Pemkot Depok membuatnya tak bisa menjalani operasi.
Zara merupakan anak pertama dari pasangan Prapti dan Herman Hidayat yang merupakan warga Depok, Jawa Barat. Orangtua sangat menyayangkan akibat lalainya penanganan medis karena kurangnya biaya Jamkesda yang dikeluarkan Pemkot Depok.
Tumpukan kwitansi biaya yang dikeluarkan rumah sakit menjadi bukti bagi kedua pasangan suami istri itu. Zara meninggal dunia pada Senin (18/2/2013).
Menurut Herman Hidayat, sebelum meninggal, anaknya Zara sempat dirawat selama dua bulan di rumah sakit jantung Harapan Kita di Jakarta. Namun, selama mendapatkan perawatan, rumah sakit belum melakukan operasi.
Sebelumnya pihak orangtua sudah berusaha meminta bantuan kepada pihak Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) untuk meminta Jamkesda peralihan tambahan yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan dan Walikota Depok, Jawa Barat.
Meski demikian, permohonan tersebut tidak dapat terpenuhi lantaran Dinas Kesehatan dan Pemerintah Depok, Jawa Barat, sudah tidak memiliki biaya tambahan untuk keluarga tidak mampu yang maksimal mendapat bantuan Rp 100 juta.
Orangtua bayi dan pihak DKR meminta pihak rumah sakit untuk dapat memberikan tindakan operasi awal terhadap pasien bayi Zara Naven saat itu, namun pihak rumah sakit berkelit bahwa pasien tidak dapat menjalani tindakan operasi.(Mel/Igw)
Sumber
Quote:
Bayi Zara Meninggal, Ini Jawaban RS Harapan Kita
oleh Tim Liputan 6 SCTV
Posted: 20/02/2013 17:45
(Liputan6 TV)
Liputan6.com, Jakarta : Meninggalnya Zara Naven, bayi berusia tiga bulan dengan kelainan jantung, diduga karena lambannya penanganan rumah sakit akibat kurang biaya Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun, tudingan ini dibantah Rumah Sakit Jantung Harapan Kita yang merawat pasien.
Tumpukan kwitansi yang dikeluarkan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Ini menjadi bukti bagi pasangan Prapti dan Herman Hidayat yang kehilangan anak sulungnya Zara Naven setelah sempat dirawat dua bulan di RS Jantung Harapan Kita.
Keluarga menduga anaknya berpulang karena lambannya penangan rumah sakit akibat kurangnya biaya Jamkesda dari Pemerintah Depok, Jawa Barat, yang hanya menjamin hingga maksimal Rp 100 juta. Keluarga sudah berusaha meminta bantuan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) untuk meminta Jamkesda peralihan tambahan yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan dan Wali kota Depok, Jawa Barat.
Namun, pihak RS Harapan Kita langsung membantah tuduhan penundaan operasi terhadap bayi yang memiliki kelainan jantung ini. Menurut
Direktur Utama RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP, penundaan operasi disebut bukan karena alasan biaya, tetapi karena ada infeksi yang telah menjalar ke seluruh tubuh Zara.
"Jadi masalah utamanya adalah infeksi paru dengan kelainan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung," kata dr Hananto dalam tayangan Liputan6 Petang, Rabu (20/2/2013).
Berpulangnya bayi mungil Zara Naven membuat keluarga tak kuasa menahan kesedihan. Ibunda Zara pun histeris.
Diringi keluarga dan kerabat, jasad Zara Senin kemarin disalatkan di masjid tak jauh dari rumahnya di Depok, Jawa Barat. Dan kemudian di makamkan di pemakaman umum.(Mel/Igw)
oleh Tim Liputan 6 SCTV
Posted: 20/02/2013 17:45
(Liputan6 TV)
Liputan6.com, Jakarta : Meninggalnya Zara Naven, bayi berusia tiga bulan dengan kelainan jantung, diduga karena lambannya penanganan rumah sakit akibat kurang biaya Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun, tudingan ini dibantah Rumah Sakit Jantung Harapan Kita yang merawat pasien.
Tumpukan kwitansi yang dikeluarkan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Ini menjadi bukti bagi pasangan Prapti dan Herman Hidayat yang kehilangan anak sulungnya Zara Naven setelah sempat dirawat dua bulan di RS Jantung Harapan Kita.
Keluarga menduga anaknya berpulang karena lambannya penangan rumah sakit akibat kurangnya biaya Jamkesda dari Pemerintah Depok, Jawa Barat, yang hanya menjamin hingga maksimal Rp 100 juta. Keluarga sudah berusaha meminta bantuan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) untuk meminta Jamkesda peralihan tambahan yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan dan Wali kota Depok, Jawa Barat.
Namun, pihak RS Harapan Kita langsung membantah tuduhan penundaan operasi terhadap bayi yang memiliki kelainan jantung ini. Menurut
Direktur Utama RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP, penundaan operasi disebut bukan karena alasan biaya, tetapi karena ada infeksi yang telah menjalar ke seluruh tubuh Zara.
"Jadi masalah utamanya adalah infeksi paru dengan kelainan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung," kata dr Hananto dalam tayangan Liputan6 Petang, Rabu (20/2/2013).
Berpulangnya bayi mungil Zara Naven membuat keluarga tak kuasa menahan kesedihan. Ibunda Zara pun histeris.
Diringi keluarga dan kerabat, jasad Zara Senin kemarin disalatkan di masjid tak jauh dari rumahnya di Depok, Jawa Barat. Dan kemudian di makamkan di pemakaman umum.(Mel/Igw)
Sumber 2
Quote:
Tak Punya Biaya, Bayi Jamkesda Meninggal Dunia
Marieska Harya Virdhani - Okezone
Rabu, 20 Februari 2013 03:15 wib
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
DEPOK - Nasib malang menimpa orang tua bayi perempuan bernama Zara Naven. Bayi yang masih berusia tiga bulan buah hati pasangan Herman Hidayat (25) dan Prefti (23) warga Jalan Kramat RT 003/012, Beji, Depok itu harus meregang nyawa karena keterbatasan biaya.
Zara mengidap penyakit kelainan jantung dan harus dirawat inap di salah satu rumah sakit di Jakarta. Zara pun sudah dirawat sejak 15 Januari 2013 di ruang ICU karena mengalami gangguan pernapasan.
Semula, bayi Zara sempat dibawa ke RS Bakti Yudha, Depok, hingga akhirnya dirujuk ke RS di Jakarta. Namun, karena tak memiliki biaya, orang tua Zara akhirnya mengurus Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Dinas Kesehatan Kota Depok.
"Awalnya saya pakai dana pribadi, seminggu sertelahnya saya baru dapatkan Jamkesda, lalu ke RSUD, akhirnya dirujuk dirawat di RS di Jakarta, sudah hampir 40 hari," ungkap Herman, ayah Zara, yang berprofesi sebagai tukang gigi ini, Selasa (19/02/2013).
Program Jamkesda di Depok memang mengalokasikan plafon Rp100 juta per pasien. Namun karena sudah hampir 40 hari dirawat di ruang ICU, biaya perawatan sudah hampir mencapai Rp60 juta.
"Saat itu dokter sudah tiga kali menjadwalkan operasi, tapi tidak kunjung dioperasi, karena kondisinya tidak memungkinkan untuk operasi, karena masih bisa pakai Jamkesda, karena baru Rp60 juta, mungkin memang sudah ajalnya," ungkapnya sedih.
Namun, kata Herman, berulang kali ia mendapatkan sikap rumah sakit di Jakarta tersebut yang seolah mempersulit ia dan keluarganya. Dari mulai urusan surat menyurat, sampai obat yang harus ditebus sendiri.
"Alasannya Jamkesda tidak menanggung obat - obatan tersebut, beli pakai uang sendiri," tuturnya.
Semula Zara lahir dalam keadaan sehat. Di usia dua bulan, napas Zara terus sesak dan sulit bernapas hingga akhirnya divonis mengidap kelainan jantung. Herman meminta kasus bayinya dan pasien Jamkesda yang dipersulit rumah sakit, cukup menjadi kasus yang terakhir dan tak terulang lagi.
"Saya berharap rumah sakit jangan komersil urusin biaya melulu, harusnya bisa lebih bijak mengambil keputusan apalagi menangani orang susah, jangan surat-surat dulu, tapi nyawa yang terpenting," tukasnya.
(hol)
Marieska Harya Virdhani - Okezone
Rabu, 20 Februari 2013 03:15 wib
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
DEPOK - Nasib malang menimpa orang tua bayi perempuan bernama Zara Naven. Bayi yang masih berusia tiga bulan buah hati pasangan Herman Hidayat (25) dan Prefti (23) warga Jalan Kramat RT 003/012, Beji, Depok itu harus meregang nyawa karena keterbatasan biaya.
Zara mengidap penyakit kelainan jantung dan harus dirawat inap di salah satu rumah sakit di Jakarta. Zara pun sudah dirawat sejak 15 Januari 2013 di ruang ICU karena mengalami gangguan pernapasan.
Semula, bayi Zara sempat dibawa ke RS Bakti Yudha, Depok, hingga akhirnya dirujuk ke RS di Jakarta. Namun, karena tak memiliki biaya, orang tua Zara akhirnya mengurus Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Dinas Kesehatan Kota Depok.
"Awalnya saya pakai dana pribadi, seminggu sertelahnya saya baru dapatkan Jamkesda, lalu ke RSUD, akhirnya dirujuk dirawat di RS di Jakarta, sudah hampir 40 hari," ungkap Herman, ayah Zara, yang berprofesi sebagai tukang gigi ini, Selasa (19/02/2013).
Program Jamkesda di Depok memang mengalokasikan plafon Rp100 juta per pasien. Namun karena sudah hampir 40 hari dirawat di ruang ICU, biaya perawatan sudah hampir mencapai Rp60 juta.
"Saat itu dokter sudah tiga kali menjadwalkan operasi, tapi tidak kunjung dioperasi, karena kondisinya tidak memungkinkan untuk operasi, karena masih bisa pakai Jamkesda, karena baru Rp60 juta, mungkin memang sudah ajalnya," ungkapnya sedih.
Namun, kata Herman, berulang kali ia mendapatkan sikap rumah sakit di Jakarta tersebut yang seolah mempersulit ia dan keluarganya. Dari mulai urusan surat menyurat, sampai obat yang harus ditebus sendiri.
"Alasannya Jamkesda tidak menanggung obat - obatan tersebut, beli pakai uang sendiri," tuturnya.
Semula Zara lahir dalam keadaan sehat. Di usia dua bulan, napas Zara terus sesak dan sulit bernapas hingga akhirnya divonis mengidap kelainan jantung. Herman meminta kasus bayinya dan pasien Jamkesda yang dipersulit rumah sakit, cukup menjadi kasus yang terakhir dan tak terulang lagi.
"Saya berharap rumah sakit jangan komersil urusin biaya melulu, harusnya bisa lebih bijak mengambil keputusan apalagi menangani orang susah, jangan surat-surat dulu, tapi nyawa yang terpenting," tukasnya.
(hol)
Sumber 3
Belum selesai pemberitaan tentang Bayi kembar yang gagal nafas, sudah ada berita miris lagi, karena sistem negara ini gagal menjamin kesehatan bagi rakyat yang pasti membayar pajak dari sebagian penghasilannya atau dari komsumsi mereka.....
_____________________
Mudah2an tidak
0
3K
Kutip
41
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan