- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Belanda Bangun Jalur Kereta Api, Kita yang Menghancurkan


TS
NMP150R
Belanda Bangun Jalur Kereta Api, Kita yang Menghancurkan
Quote:
Ketika kemajuan tidak kunjung diraih bangsa Indonesia, infrastruktur dituding menjadi salah satu penyebabnya. Kemajuan China-salah satu barometer pembangunan pada dekade ini ditengarai disumbang oleh kelancaran transportasi sebagai imbas positif dibangunnya puluhan ribu kilometer jaringan jalan tol.
Sesungguhnya Indonesia mewarisi beberapa infrastruktur mumpuni, seperti ruas jalan sepanjang pantai utara Jawa maupun ribuan kilometer jaringan kereta api (KA) dari zaman Belanda. Tapi begitu banyak yang tersia-siakan, merana, bahkan kita hancurkan.
Jalur KA Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 80 kilometer adalah salah satu infrastruktur yang ditinggalkan. Padahal, dulunya menghubungkan kawasan pesisir Jawa Barat (Jabar) dengan jalur utama selatan Jawa. Ketika itu stasiun pemberhentian berada di Banjarsari, Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Sukaresik, Cibenda, Parigi, dan Cijulang.
Mulai rusaknya infrastruktur rel KA pada akhir dekade 1970-an ditengarai menjadi penyebab dihentikannya rangkaian KA ini pada 3 Februari 1981. Sementara PT KA (dulu PJKA) tampaknya tidak mampu berbuat apa-apa sehingga tidak berhasil mempertahankan jalur KA ini.
Secara kasatmata sulit dibayangkan besarnya investasi Belanda untuk membangun ruas KA ini. Betapa tidak, di ruas Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 80 km, yang terbagi antara Banjar-Pangandaran 60 km dan Pangandaran-Cijulang 20 km, masih terlihat megahnya tapak-tapak moda transportasi darat ini.
Pada ruas ini misalnya, terdapat belasan jembatan besi yang masih ada hingga detik ini, misalnya jembatan KA Ciseel dan jembatan KA Cikacepit sepanjang sekitar 1.000 meter, di mana dari situ dapat dilihat panorama Segara Anakan di Muara Sungai Citanduy serta siluet Pulau Nusakambangan.
Bahkan ada jembatan KA yang melintasi jalan raya Banjarsari-Padaherang. Belum lagi terdapat tiga terowongan KA yang dibangun tahun 1918, yakni terowongan Prins Hendrik Tunnel (suami Ratu Wihelmina) sepanjang 100 meter, terowongan Prins Juliana Tunnel (250 meter), dan terowongan Koningin Wihelmina
Terowongan Wihelmina, yang dinamai sesuai dengan nama Ratu Belanda, panjangnya sekitar 1.200 meter dan konon merupakan terowongan KA terpanjang di Pulau Jawa.
Sementara kerusakan terparah terjadi pada kelengkapan bantaran rel karena raib digondol pencuri.
Ada yang dicuri, tapi ada pula yang digunakan untuk hal lain yang lebih berguna. Contohnya sebagai konstruksi jembatan desa, tutur seorang penambang pasir di Desa Bangunsari, Kecamatan Pamarican, Ciamis.
Awalnya, ketika memasuki ruas jalan Banjar-Pangandaran, kemudian melintasi rel, otomatis terlintas di benak adanya jaringan rel lori kebun tebu. Penduduk setempatlah yang menginformasikan pernah hidupnya KA ini.
Menjadi pertanyaan pula maksud Pemerintah Hindia Belanda merintis jalur ini. Adakah mereka memiliki blue print moda transportasi darat di pesisir Jabar selatan, yang dari dulu hingga sekarang masih membutuhkan perjuangan untuk menjangkaunya.
Di tengah mengemukanya wacana pembangunan ruas jalan di sepanjang Jabar selatan, tentunya patut direnungkan pula visi Pemerintah Hindia Belanda dalam membangun jaringan infrastrukturnya.
Keseriusan untuk membangun Jabar selatan, yang dikenal sebagai daerah minus di Jabar, harus dikedepankan. Potensi kelapa yang belum tergarap, potensi wisata pantai di sepanjang Jabar selatan yang kini redup, serta mimpi petani Jabar selatan (di Cikelet, Garut selatan) membuka sekitar 18.000 hektar kebun tebu, patut dipertimbangkan.
Infrastruktur jalan memang harga mati yang tidak dapat ditawar karena kita dapat membangun beberapa jenis pertanian yang saling berintegrasi. Bukan saja pertanian dengan pertanian, tapi juga pertanian dengan peternakan, ujar Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Mulyadi Sukandar.
Dia bermimpi besar terbangunnya perkebunan modern dari Tasikmalaya selatan hingga Cianjur selatan, lengkap dengan sarana pabrik, seperti pabrik gula. Apalagi pembangunan moda transportasi darat yang saling bersinggungan, saling melengkapi.
Katakanlah pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jabar serius dalam membangun ruas Jabar selatan, bagaimana dengan KA Banjar-Pangandaran-Cijulang?
Saya pikir membutuhkan dana amat besar, dan apakah pengoperasiannya dapat tertutupi dari harga tiket, ujar Camat Parigi, Toni S.
Dia lebih mengedepankan pembangunan jalan raya daripada KA. Bahkan dia sedang membangun terminal truk sub-agribisnis untuk kelapa. Produksi kelapa Parigi termasuk produk unggulan Ciamis.
Jauh berbeda ketika dibangun tahun 1918, kini ruas Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 80 km telah nyaman dilalui, dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Tingkat kerusakan bahkan hanya sekitar 20 persen. Secara umum, kecepatan jelajah kendaraan roda empat di ruas ini 60-70 km/jam.
Bila dibangun kembali, KA Banjar-Pangandaran-Cijulang juga harus bersaing secara ekonomi dengan kendaraan bermotor ini. Taruhlah jarak 80 km dapat dijangkau motor dengan hanya menghabiskan 4 liter bensin seharga Rp 9.600, maka tiket KA harus di bawah angka itu.
Kini ongkos bus ekonomi Cijulang-Tasikmalaya (120 km) sebesar Rp 15.000.
Ataukah kebiasaan kita yang cenderung berpikir parsial, menghancurkan (baca: infastruktur) kita sendiri. Kembali dipertanyakan maksud Pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan Banjar-Cijulang.
Mungkinkah ada cetak biru rencana memperpanjang jaringan kereta api menyusuri pesisir selatan hingga Pelabuhanratu untuk disambung dengan jaringan rel Sukabumi-Jakarta? Untuk mengangkut bukan hanya kelapa, tetapi juga tebu, padi, bahkan mungkin teh Priangan.
Tampaknya ilmu Weruh Sak Durunge Winarah (melihat jauh ke depan, visioner), yang dikondangkan empu di tanah Jawa ini, dalam bidang infrastruktur lebih dimiliki Pemerintah Hindia Belanda. Kita sebagai pewaris sah negeri ini bahkan hanya bisa menghancurkannya.
Sumber : Haryo Damardono (kompas online)
Sesungguhnya Indonesia mewarisi beberapa infrastruktur mumpuni, seperti ruas jalan sepanjang pantai utara Jawa maupun ribuan kilometer jaringan kereta api (KA) dari zaman Belanda. Tapi begitu banyak yang tersia-siakan, merana, bahkan kita hancurkan.
Jalur KA Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 80 kilometer adalah salah satu infrastruktur yang ditinggalkan. Padahal, dulunya menghubungkan kawasan pesisir Jawa Barat (Jabar) dengan jalur utama selatan Jawa. Ketika itu stasiun pemberhentian berada di Banjarsari, Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Sukaresik, Cibenda, Parigi, dan Cijulang.
Mulai rusaknya infrastruktur rel KA pada akhir dekade 1970-an ditengarai menjadi penyebab dihentikannya rangkaian KA ini pada 3 Februari 1981. Sementara PT KA (dulu PJKA) tampaknya tidak mampu berbuat apa-apa sehingga tidak berhasil mempertahankan jalur KA ini.
Secara kasatmata sulit dibayangkan besarnya investasi Belanda untuk membangun ruas KA ini. Betapa tidak, di ruas Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 80 km, yang terbagi antara Banjar-Pangandaran 60 km dan Pangandaran-Cijulang 20 km, masih terlihat megahnya tapak-tapak moda transportasi darat ini.
Pada ruas ini misalnya, terdapat belasan jembatan besi yang masih ada hingga detik ini, misalnya jembatan KA Ciseel dan jembatan KA Cikacepit sepanjang sekitar 1.000 meter, di mana dari situ dapat dilihat panorama Segara Anakan di Muara Sungai Citanduy serta siluet Pulau Nusakambangan.
Bahkan ada jembatan KA yang melintasi jalan raya Banjarsari-Padaherang. Belum lagi terdapat tiga terowongan KA yang dibangun tahun 1918, yakni terowongan Prins Hendrik Tunnel (suami Ratu Wihelmina) sepanjang 100 meter, terowongan Prins Juliana Tunnel (250 meter), dan terowongan Koningin Wihelmina
Terowongan Wihelmina, yang dinamai sesuai dengan nama Ratu Belanda, panjangnya sekitar 1.200 meter dan konon merupakan terowongan KA terpanjang di Pulau Jawa.
Sementara kerusakan terparah terjadi pada kelengkapan bantaran rel karena raib digondol pencuri.
Ada yang dicuri, tapi ada pula yang digunakan untuk hal lain yang lebih berguna. Contohnya sebagai konstruksi jembatan desa, tutur seorang penambang pasir di Desa Bangunsari, Kecamatan Pamarican, Ciamis.
Awalnya, ketika memasuki ruas jalan Banjar-Pangandaran, kemudian melintasi rel, otomatis terlintas di benak adanya jaringan rel lori kebun tebu. Penduduk setempatlah yang menginformasikan pernah hidupnya KA ini.
Menjadi pertanyaan pula maksud Pemerintah Hindia Belanda merintis jalur ini. Adakah mereka memiliki blue print moda transportasi darat di pesisir Jabar selatan, yang dari dulu hingga sekarang masih membutuhkan perjuangan untuk menjangkaunya.
Di tengah mengemukanya wacana pembangunan ruas jalan di sepanjang Jabar selatan, tentunya patut direnungkan pula visi Pemerintah Hindia Belanda dalam membangun jaringan infrastrukturnya.
Keseriusan untuk membangun Jabar selatan, yang dikenal sebagai daerah minus di Jabar, harus dikedepankan. Potensi kelapa yang belum tergarap, potensi wisata pantai di sepanjang Jabar selatan yang kini redup, serta mimpi petani Jabar selatan (di Cikelet, Garut selatan) membuka sekitar 18.000 hektar kebun tebu, patut dipertimbangkan.
Infrastruktur jalan memang harga mati yang tidak dapat ditawar karena kita dapat membangun beberapa jenis pertanian yang saling berintegrasi. Bukan saja pertanian dengan pertanian, tapi juga pertanian dengan peternakan, ujar Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Mulyadi Sukandar.
Dia bermimpi besar terbangunnya perkebunan modern dari Tasikmalaya selatan hingga Cianjur selatan, lengkap dengan sarana pabrik, seperti pabrik gula. Apalagi pembangunan moda transportasi darat yang saling bersinggungan, saling melengkapi.
Katakanlah pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jabar serius dalam membangun ruas Jabar selatan, bagaimana dengan KA Banjar-Pangandaran-Cijulang?
Saya pikir membutuhkan dana amat besar, dan apakah pengoperasiannya dapat tertutupi dari harga tiket, ujar Camat Parigi, Toni S.
Dia lebih mengedepankan pembangunan jalan raya daripada KA. Bahkan dia sedang membangun terminal truk sub-agribisnis untuk kelapa. Produksi kelapa Parigi termasuk produk unggulan Ciamis.
Jauh berbeda ketika dibangun tahun 1918, kini ruas Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 80 km telah nyaman dilalui, dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Tingkat kerusakan bahkan hanya sekitar 20 persen. Secara umum, kecepatan jelajah kendaraan roda empat di ruas ini 60-70 km/jam.
Bila dibangun kembali, KA Banjar-Pangandaran-Cijulang juga harus bersaing secara ekonomi dengan kendaraan bermotor ini. Taruhlah jarak 80 km dapat dijangkau motor dengan hanya menghabiskan 4 liter bensin seharga Rp 9.600, maka tiket KA harus di bawah angka itu.
Kini ongkos bus ekonomi Cijulang-Tasikmalaya (120 km) sebesar Rp 15.000.
Ataukah kebiasaan kita yang cenderung berpikir parsial, menghancurkan (baca: infastruktur) kita sendiri. Kembali dipertanyakan maksud Pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan Banjar-Cijulang.
Mungkinkah ada cetak biru rencana memperpanjang jaringan kereta api menyusuri pesisir selatan hingga Pelabuhanratu untuk disambung dengan jaringan rel Sukabumi-Jakarta? Untuk mengangkut bukan hanya kelapa, tetapi juga tebu, padi, bahkan mungkin teh Priangan.
Tampaknya ilmu Weruh Sak Durunge Winarah (melihat jauh ke depan, visioner), yang dikondangkan empu di tanah Jawa ini, dalam bidang infrastruktur lebih dimiliki Pemerintah Hindia Belanda. Kita sebagai pewaris sah negeri ini bahkan hanya bisa menghancurkannya.
Sumber : Haryo Damardono (kompas online)
Quote:
TS berharap sih jalur kereta Banci (Banjar-Pangandaran-Cijulang) bisa diaktifkan lagi, kedepannya kalo nih jalur KA aktif lagi kan bukan hanya buat angkut penumpang/wisatawan yg ingin berlibur ke Pangandaran / Green Canyon, tp PT. KAI bs menagkap peluang angkutan KA barang di Jawa Barat Bagian selatan yg kabarnya terdapat tambang pasir besi yg selama ini diangkut menggunakan truck yg bikin jalan disana ancur abis 

Quote:
UPDATE
Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang Kembali Dibahas
PANGANDARAN, (PRLM).- Jalur Kereta Api Banjar – Cijulang, dalam waktu dekat ini akan direaktifasi. Pemabahasan rencana itu pun telah dibicarakan antara Kabupaten Pangandaran, Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintahan Pusat, dalam hal ini Kementrian Perhubungan.
Dikatakan Penjabat Bupati Kabupaten Pangandaran Endjang Naffandy, dari hasil rapat koordinasi yang dilakukan beberapa waktu lalu di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Jawa Barat, dibahas bahwa jalur kereta api Banjar – Cijulang akan diaktifkan kembali.
“Saya harap, dalam waktu dekat ini yaitu tahun 2014, proses pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar – Cijulang sudah dapat dilakukan,” ujar Endjang, Minggu (26/5/2013).
Dikatakan dia, dari pertemuan itu didapat usulan jika proses pengaktifan kembali diagendakan pada tahun 2016. Mendengar hal tersebut, Endjang tidak menyetujuinya. “Saya protes. Saya menginginkannya dan berharap dalam waktu dekat ini juga secepatnya proses itu dilakukan pada tahun 2014,” ujarnya.
Alasannya, dikarenakan penelitian untuk pengaktifan itu sudah dilakukan sejak awal. Yaitu pada tahun 2007. Dan, hasilnya sudah ada. “Kita pun sudah berbicara langsung dengan Kementrian Perhubungan, terkait usulan agar dimajukan prosesnya,” katanya.
Walau demikian, Endjang mengakui pada pelaksanaannya akan mendapat tantangan. Sebagian besar jalur kereta api, banyak yang sudah beralih fungsi lahannya.
Mulai dari ada yang ditanami tanaman oleh warga, hingga dibangun bangunan seperti tempat tinggal. “Kita akan lakukan langkah persuasif dalam pemahaman lahan itu kepada warga. Bersama PT Kereta Api, kita nantinya akan bersama-sama membicarakannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Endjang mengatakan, upaya lain yang dapat dilakukan untuk lahan yang kini sudah digunakan warga adalah dengan pengalihan jalur.
“Nantinya dapat dinegosiasikan. Namun, berapa jalur trasenya yang dirubah kita belum tahu,” ucapnya yang berharap sekali jalur kereta api yang berhenti pada tahun 1980-1n itu hidup kembali.
Dalam pengerjaannya nanti, anggaran akan berasal dari pusat. Namun demikian, Endjang belum mengetahui berapa besar anggarannya.
Nantinya, ketika jalur kereta api Banjar – Cijulang kembali aktif, maka Kabupaten Pangandaran akan memiliki daya tarik pada sarana transportasi umum angkutan darat.
Menurut Endjang, kereta api tersebut dapat menjadi kereta api wisata. Dan, menjadi identitas juga ciri khas tersendiri.
Jalur kereta api ini akan memanjakan penumpangnya dengan panorama indah. Mulai dari pegunungan hingga laut.
Sepanjang perjalanan, kereta api akan melewati jembatan. Diantaranya Jembatan Cikacepit. Kemudian tiga terowongan panjang. Yaitu terowongan Hendrik yang memiliki panjang 100 meter, lalu terowongan Juliana sepanjang 250 meter, dan terowongan Sumber atau Wilhelmina yang memiliki panjang 1.200 meter. Seperti diketahui, terowongan Wilhelmina adalah terowongan paling panjang di Indonesia. (A-195/A-147)***
Sumber : Pikiran Rakyat Rabu, 29 May, 2013 10:13:58 AM
Quote:

Saling sundul = Jalan menuju HT. bantu sundul trit ane gan


Kereta Petikemas Terpanjang Di Dunia
Umur Lokomotif PT. KAI & Tahun Mulai Dinasnya
Cara memutar posisi Lokomotif berkabin tunggal
Penampakan Lokomotif dengan corak & logo baru PT.KAI

Jangan lupa mampir & sundul ya gan


Diubah oleh NMP150R 29-05-2013 03:16
0
7.3K
Kutip
29
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan