rotikelapaAvatar border
TS
rotikelapa
Anak Tiri di Negeri Sendiri.
KERISAUAN banyak kalangan bahwa kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan terganggu karena turun gunung mengambil alih kendali Partai Demokrat bukan pepesan kosong belaka. Hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengonfirmasikan hal itu.

LSI merilis 68,42% publik khawatir kinerja Presiden Yudhoyono akan menurun karena terlalu sibuk mengurus partai. Hanya 24,29% yang merasa yakin Yudhoyono tetap fokus menjalankan tugasnya sebagai presiden, serta 7,29% memilih tidak menjawab.

Survei yang dilakukan 11-14 Februari 2013 itu melibatkan 1.200 responden dari 33 provinsi di Indonesia dengan margin of error 2,9%.

Itu artinya survei digelar setelah Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mengambil alih kendali partai sejak 8 Februari 2013 demi mendongkrak elektabilitas Demokrat yang kian kentara terjun bebas.

Tidak butuh penafsiran rumit untuk memahami hasil survei tersebut. Sangat gamblang bahwa hasil survei itu merupakan peringatan amat nyata bagi Yudhoyono beserta jajarannya untuk segera mengambil garis demarkasi yang tegas dengan hal ihwal di luar kepentingan publik.

Mayoritas masyarakat tidak rela Yudhoyono, yang mereka pilih untuk membawa bangsa ini mewujudkan cita-cita keadilan dan kesejahteraan, lebih condong kepada urusan sempit kepartaian. Lebih-lebih lagi Yudhoyono sudah bersumpah dan berkali-kali mendeklarasikan diri akan mengabdikan diri untuk bangsa dan negara.

Kalau benar Yudhoyono dan orang-orang dekatnya memikirkan bangsa ini sepenuh-penuhnya, ia mestinya sangat galau dengan fakta dalam survei itu. Bahkan, mestinya derajat kerisauan mereka lebih besar ketimbang ketika membaca hasil survei merosotnya elektabilitas Partai Demokrat.

Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya mengoreksi langkah pemimpin mereka, kalangan dekat Yudhoyono malah sibuk berapologi.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR Jafar Hafsah dan politikus Demokrat Ruhut Sitompul menyebut apa yang dilakukan Yudhoyono saat ini juga dilakukan pemimpin bangsa sebelumnya. Jafar menyebut dulu Pak Harto dan Habibie juga mengurus Golkar, Gus Dur tetap memegang PKB, dan Megawati tak melepas PDIP. Lalu, mengapa Yudhoyono tidak boleh?

Itu sebuah tangkisan ala anak-anak yang iri tidak kebagian permen. Pertanyaan itu bisa kita balik menjadi apakah kalau ada hal-hal salah yang terjadi di masa lampau, sekarang harus diikuti? Apakah kalau ada pemimpin korup di masa lampau, misalnya, jejaknya mesti diikuti pemimpin saat ini?

Kalangan dekat Yudhoyono mestinya sangat paham bahwa apa yang terjadi di masa lampau jauh berbeda dengan saat ini. Pak Harto, Habibie, Gus Dur, dan Megawati bukanlah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Keempatnya diberi mandat oleh MPR.

Sebaliknya, Yudhoyono ialah presiden pertama yang memperoleh mandat langsung dari rakyat. Ia bahkan dipilih lebih dari 60% anak bangsa yang punya hak pilih.

Karena itu, menjadi amat wajar kalau rakyat menginginkan presiden yang mereka pilih langsung melalui tangan mereka tersebut tidak berpaling mengurus partai dan menjadikan rakyat anak tiri.

Jangan abaikan kerisauan rakyat. Mengabaikan suara rakyat sama saja dengan menanam bom waktu yang ledakannya amat berbahaya bagi bangsa ini.

Sumber : Editorial
0
738
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan