- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Share] Kunci Penipu dan "Potensi Pendapatan"
TS
inapay
[Share] Kunci Penipu dan "Potensi Pendapatan"
Selamat gini hari gan... (tergantung agan bacanya pagi atau siang atau malam atau tengah malam).. ane mau sekadar share cerita nih.. Semoga cerita ini bisa bermanfaat nantinya buat agan-agan...
Sumber: TKP
Penulis udah ngomong ke mimin, itu tulisan dia bikin buat meningkatkan kewaspadaan agan-agan, khususnya yang suka transaksi online, dan menutup celah bagi penipuan... Semoga berguna buat agan-agan sekalian..
Oiya, ane gak nolak kok gan kalo ditimpuk
atau diponten
Tapi jangan disambit
Quote:
Sebelum-sebelumnya saya sedikit mengupas dan menulis tentang sebuah rekber, Inapay, yang menjamin keamanan bertransaksi dari tindak penipuan. Yap, penipuan memang kerap sekali terjadi di dunia jual-beli online. Banyak metode atau cara yang dilakukan penipu dalam melakukan aksinya, misalnya harga miring. Tetapi sadarkah anda, sekarang ada hal lain yang kunci utama yang diincar oleh penipu sebelum melakukan aksinya?
Beberapa waktu lalu saya banyak membaca, banyak artikel mengenai kasus penipuan, di dunia transaksi online (khususnya e-currency). Sebagian besar pengakuan korban yang tertipu adalah "tidak sadar sudah tertipu". Pengakuan tersebut membuat saya berpikir, bagaimana penipu bisa membuat para korbannya menjadi "tidak sadar".
Salah satu keadaan yang bisa membuat seseorang "tidak sadar" adalah sebuah "kebiasaan". Contoh secara singkat dalam hal jual beli adalah sebuah pelanggan yang terbiasa berbelanja sesuatu secara terus menerus. Secara psikologis, jika ada seorang pembeli yang bertransaksi rutin dan menghasilkan profit, seorang penjual pasti akan mengenal pembeli tersebut. Dari “kenal” ini, lama-kelamaan bisa menganggap pembeli tersebut layaknya “kawan”, apalagi kawan yang menghasilkan profit. Pelanggan yang terus menghasilkan profit sudah tentu sangat disukai oleh penjual, bukan? Bahkan tidak jarang penjual yang memberi “service” lebih untuk menjaga pembelinya tidak “ke lain lapak”. Hal ini yang digunakan penipu dalam jual beli online. Penipu (biasanya) membeli sesuatu dari penjual online secara simultan sehingga bisa dikatakan menjadi pelanggan tetap. Korban yang kebanyakan adalah penjual, karena "ketidaksadaran" yang muncul karena "kebiasaan". Dengan bermodal kata kunci tadi ("tidak sadar" dan "kebiasaan") penipu sudah bisa memulai melakukan aksinya, loh.
Saya gunakan dunia e-currency sebagai contoh bidang yang memiliki "potensi besar", karena tidak bisa dipungkiri, perputaran dana yang terjadi di dunia e-currency saat ini sudah tidak bisa dipandang sebelah mata. Perputaran dana yang terjadi di dunia e-currency tidak lagi bisa dikatakan "hanya sedikit". Perputaran dana yang bernilai besar tentunya juga menjanjikan "potensi pendapatan yang besar" bagi seorang penipu.
Sekarang, saya memposisikan diri sebagai penipu. Saya akan memulai aksi saya dengan modal 50 Juta rupiah. Di awal aksi, saya akan mencari penjual e-currency terpercaya dan membelanjakan sejumlah dana (katakanlah 30 juta rupiah) dengan metode direct payment, dimana saya akan terlebih dahulu mengirimkan pembayaran baru kemudian penjual mengirimkan ke rekening e-currency saya. Kemudian saya akan menjadi re-seller dan menjual secara eceran ke pembeli-pembeli kecil dengan metode direct payment (walau dengan resiko loss-jual rugi tetapi dengan pelayanan yang cepat). Ingat yang saya incar sebagai penipu adalah kepercayaan, baik dari penjual maupun pembeli. Keesokan harinya, saya akan melakukan hal serupa yaitu membeli dari penjual yang sama, tetapi dengan nominal yang berbeda (bisa lebih kecil atau lebih besar) dan menjual ke pembeli kecil. Saya akan melakukan kira-kira selama seminggu atau lebih. Penjual mana yang tidak senang jika bisa memiliki langganan tetap dan dagangannya selalu laku? Serta pembeli mana yang tidak senang jika menemukan ada yang menjual dengan harga sedikit lebih murah dari toko lain dengan pelayanan yang memuaskan?
Seminggu-dua minggu dengan kebiasaan di atas, saya akan mencoba untuk lebih akrab dan dekat dalam berhubungan dengan penjual serta pembeli, misalnya dengan percakapan yang layaknya dengan kawan, contoh "ada stok gak bos? biasa nih mau borong" atau "biasa nih bro..". Banyak lagi pilihan kata untuk lebih akrab dan bercakap-cakap layaknya seorang teman. Demikian juga ketika saya menjual ke pembeli-pembeli eceran.
Satu waktu setelah bisa akrab, saya akan mencoba untuk menggunakan cara "cicil". Misalnya, saya akan membeli e-currency 20 jt di pagi hari, tetapi, dengan alasan tertentu, saya akan bayar 15 jt terlebih dahulu baru pelunasannya di sore hari nanti sedangkan saya butuh e-currency saat ini juga. Ketika penjual setuju dan mengirimkan e-currency, siang harinya saya akan menghubungi penjual dan mengirim pelunasan sejumlah 5 juta seperti yang sudah saya janjikan. Tetapi, transaksi selanjutnya saya akan bertransaksi normal. Pedagang manapun tentu tidak akan senang kalau pelanggannya keseringan atau terus-menerus melakukan transaksi dengan sistem "cicil", bukan?
Tiga atau empat transaksi setelah sistem "sistem cicil" yang pertama, saya kembali akan membeli dengan "sistem cicil". Katakanlah kali ini akan membeli 30 Juta e-currency tetapi membayar 20 juta dahulu baru nanti di sore hari akan melunasinya (seperti metode sebelumhya). Kali ini juga saya akan melakukan pelunasan seperti yang saya janjikan. Dengan pengulangan metode (kebiasaan) itu, saya terus membangun "ketidaksadaran" penjual dalam bertransaksi karena penjual terbuai oleh keuntungan dari satu pelanggan, yaitu saya.
Sedangkan dalam posisi reseller, saya tetap akan menjual hanya jika dananya sudah dikirimkan, tetapi itu tadi, dengan nilai tukar sedikit di bawah rata-rata (rugi) dan pelayanan (penukaran) yang cepat.
Pada satu waktu dimana penjual sudah sangat akrab (sehingga melupakan batasan penjual-pembeli) dan, sebagai reseller, saya sudah memiliki banyak costumer, saya akan melakukan aksi yang "berpotensi" menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Katakanlah saya akan membeli e-currency di pagi hari sejumlah 40 jt dengan membayar 25 jt terlebih dahulu dan melunasi sore hari (metode yang "sudah biasa" saya lakukan dan penjual juga "sudah biasa"). Di waktu yang bersamaan, saya menjual e-currency dengan metode seperti biasa (direct payment). Namun kali ini saya akan mengatakan "ada keterlambatan" dalam pengiriman e-currency.
Tahukah anda berapa "keuntungan" yang saya dapatkan dengan metode "kepercayaan" sehingga calon korban menjadi "tidak sadar" di atas? Sekarang saya hitung. Saya berhasil menipu penjual dan keuntungan dari aksi saya adalah selisih dari nilai "cicil" dengan pelunasan (40-25=15Juta rupiah). Lalu dari pembeli, saya mendapatkan jumlah rupiah tanpa kehilangan sepeserpun dari stok e-currency saya. Katakanlah total nominal dari calon pembeli yang sudah mengirimkan dana pembayarannya "hanya" 15 juta. Nah sekarang kita hitung "total pendapatan saya". Pertama e-currency yang bernilai setara dengan 40 Juta, ditambah sisa pembayaran ke penjual yang belum saya bayarkan sebesar 15 Juta, dan dana dari pembeli yang sudah masuk ke saya sebesar 15 juta. Total yang saya kumpulkan adalah 70 Juta dari modal yang "hanya" 50 juta. Pendapatan saya? selisih 70 juta dengan 50 juta, yup, 20 Juta.
Tunggu dulu, bukankah transaksi terakhir bernilai 40 Juta, sedangkan modal awal adalah 50 juta, kemanakah selisihnya yang bernilai 10 juta? Ingat, kita menjadi reseller dan menjual eceran dengan harga sedikit di bawah harga yang lain. Katakanlah 10 juta tersebut adalah nilai susut atau biaya “operasional”, jika tidak mau dikatakan sebagai nilai untuk “membeli kepercayaan dari pembeli”.
Satu lagi yang harus anda ketahui, berapa lama kira-kira penipu bisa melakukan aksi yang meraup keuntungan tidak sedikit ini? Percayakah anda bahwa satu bulan adalah waktu yang lebih dari cukup bagi penipu untuk membuat anda "terbiasa" sehingga "tidak sadar"?. Mendapatkan 20 juta rupiah hanya dalam waktu 1 bulan, bagaimana "nilai potensi" ini menurut anda? Bisakah anda bayangkan jika seorang penipu memiliki modal lebih melakukan aksi seperti ini dengan menggunakan beberapa akun sekaligus?
Beberapa waktu lalu saya banyak membaca, banyak artikel mengenai kasus penipuan, di dunia transaksi online (khususnya e-currency). Sebagian besar pengakuan korban yang tertipu adalah "tidak sadar sudah tertipu". Pengakuan tersebut membuat saya berpikir, bagaimana penipu bisa membuat para korbannya menjadi "tidak sadar".
Salah satu keadaan yang bisa membuat seseorang "tidak sadar" adalah sebuah "kebiasaan". Contoh secara singkat dalam hal jual beli adalah sebuah pelanggan yang terbiasa berbelanja sesuatu secara terus menerus. Secara psikologis, jika ada seorang pembeli yang bertransaksi rutin dan menghasilkan profit, seorang penjual pasti akan mengenal pembeli tersebut. Dari “kenal” ini, lama-kelamaan bisa menganggap pembeli tersebut layaknya “kawan”, apalagi kawan yang menghasilkan profit. Pelanggan yang terus menghasilkan profit sudah tentu sangat disukai oleh penjual, bukan? Bahkan tidak jarang penjual yang memberi “service” lebih untuk menjaga pembelinya tidak “ke lain lapak”. Hal ini yang digunakan penipu dalam jual beli online. Penipu (biasanya) membeli sesuatu dari penjual online secara simultan sehingga bisa dikatakan menjadi pelanggan tetap. Korban yang kebanyakan adalah penjual, karena "ketidaksadaran" yang muncul karena "kebiasaan". Dengan bermodal kata kunci tadi ("tidak sadar" dan "kebiasaan") penipu sudah bisa memulai melakukan aksinya, loh.
Saya gunakan dunia e-currency sebagai contoh bidang yang memiliki "potensi besar", karena tidak bisa dipungkiri, perputaran dana yang terjadi di dunia e-currency saat ini sudah tidak bisa dipandang sebelah mata. Perputaran dana yang terjadi di dunia e-currency tidak lagi bisa dikatakan "hanya sedikit". Perputaran dana yang bernilai besar tentunya juga menjanjikan "potensi pendapatan yang besar" bagi seorang penipu.
Sekarang, saya memposisikan diri sebagai penipu. Saya akan memulai aksi saya dengan modal 50 Juta rupiah. Di awal aksi, saya akan mencari penjual e-currency terpercaya dan membelanjakan sejumlah dana (katakanlah 30 juta rupiah) dengan metode direct payment, dimana saya akan terlebih dahulu mengirimkan pembayaran baru kemudian penjual mengirimkan ke rekening e-currency saya. Kemudian saya akan menjadi re-seller dan menjual secara eceran ke pembeli-pembeli kecil dengan metode direct payment (walau dengan resiko loss-jual rugi tetapi dengan pelayanan yang cepat). Ingat yang saya incar sebagai penipu adalah kepercayaan, baik dari penjual maupun pembeli. Keesokan harinya, saya akan melakukan hal serupa yaitu membeli dari penjual yang sama, tetapi dengan nominal yang berbeda (bisa lebih kecil atau lebih besar) dan menjual ke pembeli kecil. Saya akan melakukan kira-kira selama seminggu atau lebih. Penjual mana yang tidak senang jika bisa memiliki langganan tetap dan dagangannya selalu laku? Serta pembeli mana yang tidak senang jika menemukan ada yang menjual dengan harga sedikit lebih murah dari toko lain dengan pelayanan yang memuaskan?
Seminggu-dua minggu dengan kebiasaan di atas, saya akan mencoba untuk lebih akrab dan dekat dalam berhubungan dengan penjual serta pembeli, misalnya dengan percakapan yang layaknya dengan kawan, contoh "ada stok gak bos? biasa nih mau borong" atau "biasa nih bro..". Banyak lagi pilihan kata untuk lebih akrab dan bercakap-cakap layaknya seorang teman. Demikian juga ketika saya menjual ke pembeli-pembeli eceran.
Satu waktu setelah bisa akrab, saya akan mencoba untuk menggunakan cara "cicil". Misalnya, saya akan membeli e-currency 20 jt di pagi hari, tetapi, dengan alasan tertentu, saya akan bayar 15 jt terlebih dahulu baru pelunasannya di sore hari nanti sedangkan saya butuh e-currency saat ini juga. Ketika penjual setuju dan mengirimkan e-currency, siang harinya saya akan menghubungi penjual dan mengirim pelunasan sejumlah 5 juta seperti yang sudah saya janjikan. Tetapi, transaksi selanjutnya saya akan bertransaksi normal. Pedagang manapun tentu tidak akan senang kalau pelanggannya keseringan atau terus-menerus melakukan transaksi dengan sistem "cicil", bukan?
Tiga atau empat transaksi setelah sistem "sistem cicil" yang pertama, saya kembali akan membeli dengan "sistem cicil". Katakanlah kali ini akan membeli 30 Juta e-currency tetapi membayar 20 juta dahulu baru nanti di sore hari akan melunasinya (seperti metode sebelumhya). Kali ini juga saya akan melakukan pelunasan seperti yang saya janjikan. Dengan pengulangan metode (kebiasaan) itu, saya terus membangun "ketidaksadaran" penjual dalam bertransaksi karena penjual terbuai oleh keuntungan dari satu pelanggan, yaitu saya.
Sedangkan dalam posisi reseller, saya tetap akan menjual hanya jika dananya sudah dikirimkan, tetapi itu tadi, dengan nilai tukar sedikit di bawah rata-rata (rugi) dan pelayanan (penukaran) yang cepat.
Pada satu waktu dimana penjual sudah sangat akrab (sehingga melupakan batasan penjual-pembeli) dan, sebagai reseller, saya sudah memiliki banyak costumer, saya akan melakukan aksi yang "berpotensi" menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Katakanlah saya akan membeli e-currency di pagi hari sejumlah 40 jt dengan membayar 25 jt terlebih dahulu dan melunasi sore hari (metode yang "sudah biasa" saya lakukan dan penjual juga "sudah biasa"). Di waktu yang bersamaan, saya menjual e-currency dengan metode seperti biasa (direct payment). Namun kali ini saya akan mengatakan "ada keterlambatan" dalam pengiriman e-currency.
Tahukah anda berapa "keuntungan" yang saya dapatkan dengan metode "kepercayaan" sehingga calon korban menjadi "tidak sadar" di atas? Sekarang saya hitung. Saya berhasil menipu penjual dan keuntungan dari aksi saya adalah selisih dari nilai "cicil" dengan pelunasan (40-25=15Juta rupiah). Lalu dari pembeli, saya mendapatkan jumlah rupiah tanpa kehilangan sepeserpun dari stok e-currency saya. Katakanlah total nominal dari calon pembeli yang sudah mengirimkan dana pembayarannya "hanya" 15 juta. Nah sekarang kita hitung "total pendapatan saya". Pertama e-currency yang bernilai setara dengan 40 Juta, ditambah sisa pembayaran ke penjual yang belum saya bayarkan sebesar 15 Juta, dan dana dari pembeli yang sudah masuk ke saya sebesar 15 juta. Total yang saya kumpulkan adalah 70 Juta dari modal yang "hanya" 50 juta. Pendapatan saya? selisih 70 juta dengan 50 juta, yup, 20 Juta.
Tunggu dulu, bukankah transaksi terakhir bernilai 40 Juta, sedangkan modal awal adalah 50 juta, kemanakah selisihnya yang bernilai 10 juta? Ingat, kita menjadi reseller dan menjual eceran dengan harga sedikit di bawah harga yang lain. Katakanlah 10 juta tersebut adalah nilai susut atau biaya “operasional”, jika tidak mau dikatakan sebagai nilai untuk “membeli kepercayaan dari pembeli”.
Satu lagi yang harus anda ketahui, berapa lama kira-kira penipu bisa melakukan aksi yang meraup keuntungan tidak sedikit ini? Percayakah anda bahwa satu bulan adalah waktu yang lebih dari cukup bagi penipu untuk membuat anda "terbiasa" sehingga "tidak sadar"?. Mendapatkan 20 juta rupiah hanya dalam waktu 1 bulan, bagaimana "nilai potensi" ini menurut anda? Bisakah anda bayangkan jika seorang penipu memiliki modal lebih melakukan aksi seperti ini dengan menggunakan beberapa akun sekaligus?
Sumber: TKP
Penulis udah ngomong ke mimin, itu tulisan dia bikin buat meningkatkan kewaspadaan agan-agan, khususnya yang suka transaksi online, dan menutup celah bagi penipuan... Semoga berguna buat agan-agan sekalian..
Oiya, ane gak nolak kok gan kalo ditimpuk
atau diponten
Tapi jangan disambit
0
1.6K
Kutip
14
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan