- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Yusril: Bisakah SBY Keluarkan Dekrit Jika Pemilu 2014 Gagal?
TS
cikoko2013
Yusril: Bisakah SBY Keluarkan Dekrit Jika Pemilu 2014 Gagal?
JAKARTA, MENITS.com - Setelah berbicara mengenai krisis konstitusional yang dapat terjadi jika KPU gagal melaksanakan pemilu 2014, serta langkah-langkah konstitusional yang dapat dilakukan oleh Presiden untuk mengatasi krisis konstitusional , kembali Pakar Hukum tata Negara Yusril Ihza Mahendra, angkat bicara soal Dekrit Presiden. Kali ini Yusril menerangkan lebih lanjut mengenai apa itu Dekrit dan bagaimana keabsahannya. Lalu apakah SBY dapat mengeluarkan Dekrit jika pemilu 2014 gagal.
Menurut Yusril, ketika terjadi krisis konstitusional yang hebat, maka Presiden berdasarkan "noodstaatsrecht" (Hukum negara dalam keadaan darurat - ed) dapat mengeluarkan Dekrit untuk memperpanjang masa jabatannya.
Tetapi, menurut Yusril, Dekrit itu adalah tindakan revolusioner di luar hukum dan konstitusi. Karena itu, keabsahan Dekrit bukan harus dilihat dari sudut "staatsnoodrechts" atau "noodstaatsrecht" seperti pendapat Prof. Djokosutono. Keabsahannya, sejauh mana Presiden mampu mempertahankan Dekrit itu.
"Keabsahan Dekrit itu dilihat dari sejauhmana seorang presiden dapat mempertahankan Dekrit tersebut," ujar Yusril Ihza Mahendra kepada Menits.com, Senin (18/2/2013).
Kalau seorang presiden berhasil mempertahankan Dekrit dan Dekrit diterima rakyat, maka Dekrit menjadi sah. Kalau Presiden berhasil pertahankan Dekrit, dia bisa dianggap sebagai “Pahlawan” penyelamat negara yang berada dalam keadaan darurat. Sebaliknya, jika Presiden gagal pertahankan Dekrit, dia bisa dituduh “Pengkhianat” dan dapat dituntut di muka pengadilan.
"Karena itu jika Presiden mau keluarkan Dekrit, dia harus menghitung betul kekuatan politik dan rakyat yang akan mendukungnya ungkap Yusril," lanjutnya.
Mantan Menteri Sekretaris Negara ini kemudian melanjutkan bahwa keberanian Soekarno mengeluarkan Dekrit tahun 1959, karena didukung oleh TNI seluruhnya melalui AH Nasution, yang lebih dulu sudah mengumumkan negara dalam status SOB. Dalam darurat perang (SOB), Nasution memberangus semua media, kecuali RRI. Pertemuan-pertemuan politik dilarang tentara. Jam malam diberlakukan.
Sedangkan di DPR dan Konstituante, PNI, PKI serta beberapa partai lain mendukung rencana Dekrit. Kekuatan mereka kira-kira 52 persen. Yang menentang rencana Dekrit ialah Masyumi, NU dan PSII dengan kekuatan di Parlemen dan Konstituante sekitar 48 persen. Dalam kondisi seperti di atas, ditambah pengaruh pribadinya yang luar biasa, Soekarno berhasil pertahankan Dekrit. Maka tindakan revolusi hukumnya sah, urai Yusril.
Hal-hal tersebut, ujar Yusril ia terangkan dalam Sidang Kabinet, ketika Presiden Gus Dur mau mengeluarkan Dekrit untuk membubarkan DPR/MPR. Ia berpendapat Gus Dur tidak mendapat dukungan TNI, Polisi, Politisi dan rakyat untuk keluarkan Dekrit, sehingga revolusi hukumnya akan gagal.
"Presiden Gus Dur marah dengan pendapat saya. Megawati hanya senyum. SBY, Widodo AS dan Agum Gumelar setuju pendapat saya, tapi mereka tidak mau kritik Gus Dur. Gus Dur menyuruh saya keluar sidang kabinet. Saya pun keluar. Besoknya saya dipecat dari Menteri Kehakiman dan HAM," tambahnya.
Terakhir, Yusril mempertanyakan apakah jika KPU gagal laksanakan pemilu, SBY dapat mengeluarkan Dekrit.
"Sekarang kalau terjadi krisis konstitusional, sekiranya KPU gagal laksanakan pemilu, bisakah SBY keluarkan Dekrit untuk perpanjang masa jabatannya?"
"Saya tak ingin menjawab pertanyaan di atas, saya hanya ingin mengatakan bahwa kalau itu terjadi, negara ini benar-benar berada dalam dilema. Atau, mari kita dengar pendapat capres-capres 2014, bagaimana mereka mencari solusi keadaan yang sulit tersebut," pungkas Yusril.
Menurut Yusril, ketika terjadi krisis konstitusional yang hebat, maka Presiden berdasarkan "noodstaatsrecht" (Hukum negara dalam keadaan darurat - ed) dapat mengeluarkan Dekrit untuk memperpanjang masa jabatannya.
Tetapi, menurut Yusril, Dekrit itu adalah tindakan revolusioner di luar hukum dan konstitusi. Karena itu, keabsahan Dekrit bukan harus dilihat dari sudut "staatsnoodrechts" atau "noodstaatsrecht" seperti pendapat Prof. Djokosutono. Keabsahannya, sejauh mana Presiden mampu mempertahankan Dekrit itu.
"Keabsahan Dekrit itu dilihat dari sejauhmana seorang presiden dapat mempertahankan Dekrit tersebut," ujar Yusril Ihza Mahendra kepada Menits.com, Senin (18/2/2013).
Kalau seorang presiden berhasil mempertahankan Dekrit dan Dekrit diterima rakyat, maka Dekrit menjadi sah. Kalau Presiden berhasil pertahankan Dekrit, dia bisa dianggap sebagai “Pahlawan” penyelamat negara yang berada dalam keadaan darurat. Sebaliknya, jika Presiden gagal pertahankan Dekrit, dia bisa dituduh “Pengkhianat” dan dapat dituntut di muka pengadilan.
"Karena itu jika Presiden mau keluarkan Dekrit, dia harus menghitung betul kekuatan politik dan rakyat yang akan mendukungnya ungkap Yusril," lanjutnya.
Mantan Menteri Sekretaris Negara ini kemudian melanjutkan bahwa keberanian Soekarno mengeluarkan Dekrit tahun 1959, karena didukung oleh TNI seluruhnya melalui AH Nasution, yang lebih dulu sudah mengumumkan negara dalam status SOB. Dalam darurat perang (SOB), Nasution memberangus semua media, kecuali RRI. Pertemuan-pertemuan politik dilarang tentara. Jam malam diberlakukan.
Sedangkan di DPR dan Konstituante, PNI, PKI serta beberapa partai lain mendukung rencana Dekrit. Kekuatan mereka kira-kira 52 persen. Yang menentang rencana Dekrit ialah Masyumi, NU dan PSII dengan kekuatan di Parlemen dan Konstituante sekitar 48 persen. Dalam kondisi seperti di atas, ditambah pengaruh pribadinya yang luar biasa, Soekarno berhasil pertahankan Dekrit. Maka tindakan revolusi hukumnya sah, urai Yusril.
Hal-hal tersebut, ujar Yusril ia terangkan dalam Sidang Kabinet, ketika Presiden Gus Dur mau mengeluarkan Dekrit untuk membubarkan DPR/MPR. Ia berpendapat Gus Dur tidak mendapat dukungan TNI, Polisi, Politisi dan rakyat untuk keluarkan Dekrit, sehingga revolusi hukumnya akan gagal.
"Presiden Gus Dur marah dengan pendapat saya. Megawati hanya senyum. SBY, Widodo AS dan Agum Gumelar setuju pendapat saya, tapi mereka tidak mau kritik Gus Dur. Gus Dur menyuruh saya keluar sidang kabinet. Saya pun keluar. Besoknya saya dipecat dari Menteri Kehakiman dan HAM," tambahnya.
Terakhir, Yusril mempertanyakan apakah jika KPU gagal laksanakan pemilu, SBY dapat mengeluarkan Dekrit.
"Sekarang kalau terjadi krisis konstitusional, sekiranya KPU gagal laksanakan pemilu, bisakah SBY keluarkan Dekrit untuk perpanjang masa jabatannya?"
"Saya tak ingin menjawab pertanyaan di atas, saya hanya ingin mengatakan bahwa kalau itu terjadi, negara ini benar-benar berada dalam dilema. Atau, mari kita dengar pendapat capres-capres 2014, bagaimana mereka mencari solusi keadaan yang sulit tersebut," pungkas Yusril.
0
1K
1
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan