- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi dan Parkir yang Tidak Adil


TS
mouzlim
Jokowi dan Parkir yang Tidak Adil

Keputusan menaikkan tarif parkir oleh gubernur DKI bisa dilhat dari [setidaknya] dua perspektif. Perspektif pertama adalah mengurangi kemacetan. Perpektif kedua mengurangi volume kendaraan yang “lalu lalang” di Ibukota.Mari kita bahas 1 persatu.
Tulisan ini diberi judul tidak adil, dalam arti Pergub DKI No 120/2012 yang menetapkan Parkir motor Rp 2000/ jam dan Mobil 4000 per jam tidak didasarkan kepada analisis berbasis ruang.
Menurut hitungan saya, jumlah motor yang dikali 2 tidak sama kebutuhan ruangnya dengan mobil. Jika di sebuah area parkir ada motor yang parkir sebanyak 100, misalnya, dan mobil ada 50, maka dana parkir yang didapatkan oleh juru parkir adalah (100 motor x 2rb) + 50 mobil x 4rb= 800rb. Padahal ruang yang harus disiapkan pengelola, saya pastikan jauh lebih luas buat mobil daripada buat motor. Ini ketidakadilan pertama.
Kedua, peraturan itu juga menganggap bahwa kemampuan antara pemilik motor dan mobil sama. Ini jelas argumentasi yang tidak tepat. Sederhana saja, mengapa akhirnya para pengendara motor memilih motor karena (kebanyakan) tidak mampu membeli mobil. Jadi penyamaan aspek kemampuan itu jelas kurang tepat dan bahkan berpotensi merugikan negara karena potensi kehilangan pendapatan.
Ketiga, peraturan di atas juga belum tentu bisa mengurangi jumlah kendaraan yang lalu lalang itu. Oleh karena itu, kalau saya jadi Jokowi, tarif parkir itu mungkin masih perlu dinaikkan. Misalnya motor Rp. 25.000/ hari (bukan perjam), dan mobil Rp. 100.000/perhari. Mengapa perhari? Karena asumsinya parkir berbasis wilayah.Jadi siapapun yang lalu lalang di Jakarta, dan parkir di manapun, dia harus bayar sekali saja. Misalnya masuk ke tiga atau empat lokasi, bayarnya tetap sekali saja.
Saya suka heran dengan para jurnalis yang “lebay” misalnya mengatakan bahwa: “Para pengedara harus merogoh kocek lebih dalam karena parkir yang naik 2 kali lipat”. Lalu yang ditanya adalah pengedara pemilik mobil, yang kadang mereka merasa tidak rugi jika menghabiskan uang di cafe dan tempat hiburan puluhan ribu.
Mengapa kenaikkan tarif parkir tersebut tidak signifikan mengurangi kemacetan, saya punya argumen begini:
Jika tersisa 500.000 saja motor yang parkir di DKI, maka dari motor saja Pemda DKI akan mendapatkan pemasukkan Rp. 12,5 milyar per hari. Lalu jika ada tersisa 1jt mobil saja yang parkir di DKI per hari, maka pendapatan Pemda adalah Rp 100.milyar. Jika ada 20 hari saja perbulan yang melakukan parkir tersebut, maka pemda DKI bisa mendapatkan dana Rp. 2,25 Trilyun perbulan, atau setara 27 trilyun pertahun. Syarat utama, Parkir ini harus dikelola dengan sangat tranparan.
Dana atau potensi dana sebesar itu bisa dipergunakan memasang CCTV se-DKI, sampai ke gang sempit, atau deep tunnel, atau yang paling mendesak, memperbaiki sarana transportasi publik. Sehingga orang-orang yang akan berpindah moda transportasi bisa tetap mendapatkan kenyamanan bahkan lebih karena bebas macet.
Keuntungan lain adalah dengan parkir yang mahal ini, Jakarta bisa dipastikan bebas macet. Karena orang akan “malas” keluar rumah jika cuma mau buang bensin di kemacetan.
Anda setuju atau tidak, Yuk kita diskusikan.
Salam Integritas!
Tantan Hermansah
@InspirasiTantan
SUmber :
http://bit.ly/XVeJM2
0
1.3K
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan