- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
RIWAYAT HIDUP SINGKAT DAN PERJUANGAN IBU FATMAWATI


TS
rizyadoioioi
RIWAYAT HIDUP SINGKAT DAN PERJUANGAN IBU FATMAWATI
Assalamualaikum
Ane newbi mau coba bikin thread nih gan, mohon maap ye kalo berantakan
bukti no
gan
Ane mau sedikit cerita tentang riwayat hidup singkat dan perjuangan ibu pembuat sang saka merah putih
Sebagai newbie ane ga berharap apa² gan, hanya sekedar mengingatkan sosok beliau
Lanjutannya di POST #13 gan
Ane newbi mau coba bikin thread nih gan, mohon maap ye kalo berantakan

bukti no

Spoiler for no repsol:

Ane mau sedikit cerita tentang riwayat hidup singkat dan perjuangan ibu pembuat sang saka merah putih
Spoiler for Fatmawati:

Spoiler for Riwayat dan perjuangan:
I. Lahirnya Seorang Pejuang Wanita Sejati
Orang boleh beranggapan, bahwa Bengkulu masih tergolong wilayah periferal (wilayah pinggiran) yang dianggap jauh dari arus aktivitas kehidupan baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Akan tetapi sejarah telah membutktikan, bahwa di Bengkulu inilah telah banyak melahirkan tokoh-tokoh patriotik yang mampu mengukir namanya di panggung sejarah Nasional. Dan di Bengkulu inilah telah dilahirkan seorang anak perempuan yang ternyata dikelak kemudian hari menjadi seorang ibu negara (first lady) Republik Indonesia, dan terlibat langsung dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Di tengah-tengah merebaknya semangat patriotik serta bergolaknya pergerakan nasional, telah lahir seorang anak perempuan yang manis, tepatnya pada hari Senin, jam 12.oo (WIB) pada tanggal 5 Februari 1923, di sebuah rumah bergandeng di kampung Pasar Malabero, Bengkulu. Oleh orang tuanya, diberilah nama Fatmawati, yang mengandung arti, Bunga Teratai. Ayahnya bernama Hassan Din dan ibunya bernama Siti Chadidjah. Sebetulnya ayahnya telah menyiapkan dua nama untuk anaknya yang akan lahir, yaitu Fatmawati dan Siti Djubaidah. Namun kemudian nama Fatmawati itulah yang diambilnya. Ayahnya, Hassan Din adalah seorang Pengurus (pemimpin) organisasi Muhammadiyah cabang Bengkulu. Di samping, juga bekerja di Borsumij (Borneo - Sumatra Maatschappij), yaitu sebuah perusahaan swasta milik orang Belanda. Akan tetapi, ketika Hassan Din dihadapkan pada salah satu alternatif pilihan, beliau memilih keluar dari Borsumij, dan lebih memusatkan diri pada Muhammadiyah yang dipimpinnya. Sepasang suami-istri ini selanjutnya terlibat aktif dalam perserikatan Muhammadiyah.
II. Masa Remaja
Pada umumnya, kehidupan keluarga sangat berpengaruh terhadap masa kecil seseorang. Demikian juga Fatmawati1. Sosialisai dan Jati-diri yang Matang Di tengah merebaknya gelombang pergerakan rakyat Indonesia yang telah dibikin sadar karena ulah kaum kolonialis, telah lahir seorang anak perempuan pada tanggal 5 Februari 1923 di Bengkulu, yang diberi nama Fatmawati, yang berarti : Bungai Teratai. Ayahnya bernama Hassan Din, seorang aktivis terkemuka organisasi Muhammadiyah di Bengkulu pada zaman itu.
Bibit jati diri dengan prinsip yang teguh dan kokoh, disertai semangat kemandirian yang kuat telah tersemai dalam masa remaja seorang Fatmawati. Pengaruh sosialiasi melalui ajaran dan pengalaman dalam kehidupan keluarga dan lingkungan sosialnya, telah mampu membentuk karakter Fatmawati, menjadi seorang anak yang tidak sekedar patuh pada tradisinya, tetapi lebih cenderung untuk menyikapi segala bentuk potret kehidupan sosio-kulturalnya.
Sebelum memasuki usia sekolah, Fatmawati kecil ini telah menempa diri dengan “ngaji” belajar agama (membaca dan menulis Al-qur’an) pada sore hari baik kepada datuknya (kakeknya), maupun kepada seorang guru agama, di samping membantu mengurus pekerjaan orang tuanya. Semangat untuk belajar agama secara ekstra terutama di Sekolah Standar Muhammadiyah masih terus dilakukan meskipun sudah mulai memasuki sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School) pada tahun 1930 (Fatmawati, 1978:20-21). Jadwal belajar yang padat dengan pemandangan sehari-hari selalu dijadikannya sebagai bahan ajaran bagi kehidupannya. Bahkan di usia yang masih remaja, atau kalau boleh dibilang masih anak-anak, Fatmawati telah mengalami pencerahan yang cukup matang sehingga mampu melampaui batas-batas nilai kapasitas umumnya anak remaja.
Bersekolah sambil berjualan untuk membantu meringankan beban orang tuanya, menunggu warung, serta berobat sendiri ke rumah sakit, merupakan bukti diri akan semangat kemandirian serta rasa percaya diri yang matang, dan untuk ukuran usia yang baru menginjak tujuh tahun itu sangat mengagumkan. Bahkan salah seorang dari keluarga ibunya sempat geleng-geleng kepala karena dibikin kagum, sambil berkata: “Tema (panggilan akrabnya) tu anak yang pemberani nian, seorang ajo nyo pai ke rumah sakit, idaknyo takut-takut jo dokter” (hlm. 23).
2. Prinsip Anti Poligami
Antara masa sekolah dan masa perjuangan seringkali begitu akrab bergumul dalam entitas waktu. Oleh karenanya, tidaklah menyurutkan semangat bagi seorang Fatmawati ketika harus berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari rumah yang satu ke rumah yang lain, dari satu sekolah ke sekolah yang lain, mengikuti gerak langkah perjuangan ayahnya selaku pucuk pimpinan perserikatan Muhammadiyah di Bengkulu. Sebaliknya, pengalaman-pengalaman tersebut justru semakin menempa mentalitas kejuangannya. Terlebih setelah mengenal Bung Karno sebagai gurunya (yang kemudian menjadi kekasihnya), Fatmawati yang baru menginjak usia 15 tahun, telah mampu diajak dalam perbincangan dan diskusi mengenai filsafat Islam, hukum-hukum Islam, termasuk masalah gender dalam pandangan hukum Islam. Bahkan Bung Karno sendiri sebagai gurunya telah mengakui kecerdasan Fatmawati (Cindy Adams, 1966: 185-198). Karena jiwa, semangat, dan ketajaman berpikir terhadap ajaran agama Islam yang telah menempanya, serta ketajaman menyikapi fenomena sosio-kulturalnya, beliau mampu mengoperasionalisasikan fungsi rasionalitasnya sebagai pengendali dari unsur-unsur emosi yang selalu merangsang dalam setiap detik kehidupan manusia. Maka, ketika Bung Karno menyatakan keinginannya untuk memperistri beliau, meskipun secara emosional beliau juga terpikat kuat oleh Bung Karno, tetapi beliau tidaklah mudah untuk menerimanya begitu saja. Penolakan tersebut, di samping alasan-alasan yang mendasar, juga rasa emphaty terhadap sesama kaum feminis. Dan disinilah seorang Fatmawati telah matang jiwanya, meneguhkan prinsipnya untuk menolak sebuah tradisi yang bernama poligami, yang dianggap sangat tidak menguntungkan bagi kedudukan dan peranan wanita dalam kehidupan sosialnya. Bahkan kalau boleh dibilang, sebelum lahirnya Undang-Undang Perkimpoian maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia khususnya, bagi pegawai negeri, seorang Fatmawati telah mendahului masanya dengan tekad, sikap, dan prinsip anti poligami. Oleh karenanya, sudah sangat patutlah bagi generasi muda sekarang, khususnya kaum wanita, untuk mensyukuri, menghormati, serta meneladani, nilai-nilai perjuangan Ibu Fatmawati terutama terhadap harkat dan maratabat kaum wanita Indonesia.
3. Berjuang di tengah Api Revolusi
Setelah menikah secara wali pada bulan Juni 1943, Ibu Fatmawati segera berangkat ke Jakarta tidak sekedar untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri Bung Karno, pemimpin pejuang rakyat Indonesia, tetapi juga ikut berperan aktif, bergabung bersama para tokoh pejuang nasional lainnya untuk membela Nusa dan Bangsanya. Bahkan Bung Karno selaku pemimpin pejuang tidak ragu-ragu untuk sering meminta pendapat maupun pertimbangan mengenai langkah-langkah perjuangannya. Ketika Ibu Fatmawati ikut hadir pada Sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia), dan usai menyaksikan pidatonya Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, yang dikemudian hari dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila itu, secara reflektif beliau memprediksikan angannya: “Inilah nantinya yang akan diterima oleh majelis, dan serasa seakan Indonesia Merdeka pada hari itu sudah terwujud” (hlm. 81; Roeslan Abdulgani, 1987: 131).
Di tengah gejolaknya api revolusi, menjelang kemerdekaan (15 Agustus 1945), sekelompok pemuda pejuang bangsa yang tergabung dalam barisan PETA, telah memaksa Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera meninggalkan kota Jakarta menuju ke Rengasdengklok. Dan dalam situasi yang kritis itu, Ibu Fatmawati dengan semangat reflektif, sambil menggendong anak pertamanya Moh.Guntur yang masih bayi, segera mengayunkan langkah juangnya mengikuti kedua tokoh pejuang bangsa bersama beberapa anggota PETA menuju Rengasdengklok.
Orang boleh beranggapan, bahwa Bengkulu masih tergolong wilayah periferal (wilayah pinggiran) yang dianggap jauh dari arus aktivitas kehidupan baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Akan tetapi sejarah telah membutktikan, bahwa di Bengkulu inilah telah banyak melahirkan tokoh-tokoh patriotik yang mampu mengukir namanya di panggung sejarah Nasional. Dan di Bengkulu inilah telah dilahirkan seorang anak perempuan yang ternyata dikelak kemudian hari menjadi seorang ibu negara (first lady) Republik Indonesia, dan terlibat langsung dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Di tengah-tengah merebaknya semangat patriotik serta bergolaknya pergerakan nasional, telah lahir seorang anak perempuan yang manis, tepatnya pada hari Senin, jam 12.oo (WIB) pada tanggal 5 Februari 1923, di sebuah rumah bergandeng di kampung Pasar Malabero, Bengkulu. Oleh orang tuanya, diberilah nama Fatmawati, yang mengandung arti, Bunga Teratai. Ayahnya bernama Hassan Din dan ibunya bernama Siti Chadidjah. Sebetulnya ayahnya telah menyiapkan dua nama untuk anaknya yang akan lahir, yaitu Fatmawati dan Siti Djubaidah. Namun kemudian nama Fatmawati itulah yang diambilnya. Ayahnya, Hassan Din adalah seorang Pengurus (pemimpin) organisasi Muhammadiyah cabang Bengkulu. Di samping, juga bekerja di Borsumij (Borneo - Sumatra Maatschappij), yaitu sebuah perusahaan swasta milik orang Belanda. Akan tetapi, ketika Hassan Din dihadapkan pada salah satu alternatif pilihan, beliau memilih keluar dari Borsumij, dan lebih memusatkan diri pada Muhammadiyah yang dipimpinnya. Sepasang suami-istri ini selanjutnya terlibat aktif dalam perserikatan Muhammadiyah.
II. Masa Remaja
Pada umumnya, kehidupan keluarga sangat berpengaruh terhadap masa kecil seseorang. Demikian juga Fatmawati1. Sosialisai dan Jati-diri yang Matang Di tengah merebaknya gelombang pergerakan rakyat Indonesia yang telah dibikin sadar karena ulah kaum kolonialis, telah lahir seorang anak perempuan pada tanggal 5 Februari 1923 di Bengkulu, yang diberi nama Fatmawati, yang berarti : Bungai Teratai. Ayahnya bernama Hassan Din, seorang aktivis terkemuka organisasi Muhammadiyah di Bengkulu pada zaman itu.
Bibit jati diri dengan prinsip yang teguh dan kokoh, disertai semangat kemandirian yang kuat telah tersemai dalam masa remaja seorang Fatmawati. Pengaruh sosialiasi melalui ajaran dan pengalaman dalam kehidupan keluarga dan lingkungan sosialnya, telah mampu membentuk karakter Fatmawati, menjadi seorang anak yang tidak sekedar patuh pada tradisinya, tetapi lebih cenderung untuk menyikapi segala bentuk potret kehidupan sosio-kulturalnya.
Sebelum memasuki usia sekolah, Fatmawati kecil ini telah menempa diri dengan “ngaji” belajar agama (membaca dan menulis Al-qur’an) pada sore hari baik kepada datuknya (kakeknya), maupun kepada seorang guru agama, di samping membantu mengurus pekerjaan orang tuanya. Semangat untuk belajar agama secara ekstra terutama di Sekolah Standar Muhammadiyah masih terus dilakukan meskipun sudah mulai memasuki sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School) pada tahun 1930 (Fatmawati, 1978:20-21). Jadwal belajar yang padat dengan pemandangan sehari-hari selalu dijadikannya sebagai bahan ajaran bagi kehidupannya. Bahkan di usia yang masih remaja, atau kalau boleh dibilang masih anak-anak, Fatmawati telah mengalami pencerahan yang cukup matang sehingga mampu melampaui batas-batas nilai kapasitas umumnya anak remaja.
Bersekolah sambil berjualan untuk membantu meringankan beban orang tuanya, menunggu warung, serta berobat sendiri ke rumah sakit, merupakan bukti diri akan semangat kemandirian serta rasa percaya diri yang matang, dan untuk ukuran usia yang baru menginjak tujuh tahun itu sangat mengagumkan. Bahkan salah seorang dari keluarga ibunya sempat geleng-geleng kepala karena dibikin kagum, sambil berkata: “Tema (panggilan akrabnya) tu anak yang pemberani nian, seorang ajo nyo pai ke rumah sakit, idaknyo takut-takut jo dokter” (hlm. 23).
2. Prinsip Anti Poligami
Antara masa sekolah dan masa perjuangan seringkali begitu akrab bergumul dalam entitas waktu. Oleh karenanya, tidaklah menyurutkan semangat bagi seorang Fatmawati ketika harus berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari rumah yang satu ke rumah yang lain, dari satu sekolah ke sekolah yang lain, mengikuti gerak langkah perjuangan ayahnya selaku pucuk pimpinan perserikatan Muhammadiyah di Bengkulu. Sebaliknya, pengalaman-pengalaman tersebut justru semakin menempa mentalitas kejuangannya. Terlebih setelah mengenal Bung Karno sebagai gurunya (yang kemudian menjadi kekasihnya), Fatmawati yang baru menginjak usia 15 tahun, telah mampu diajak dalam perbincangan dan diskusi mengenai filsafat Islam, hukum-hukum Islam, termasuk masalah gender dalam pandangan hukum Islam. Bahkan Bung Karno sendiri sebagai gurunya telah mengakui kecerdasan Fatmawati (Cindy Adams, 1966: 185-198). Karena jiwa, semangat, dan ketajaman berpikir terhadap ajaran agama Islam yang telah menempanya, serta ketajaman menyikapi fenomena sosio-kulturalnya, beliau mampu mengoperasionalisasikan fungsi rasionalitasnya sebagai pengendali dari unsur-unsur emosi yang selalu merangsang dalam setiap detik kehidupan manusia. Maka, ketika Bung Karno menyatakan keinginannya untuk memperistri beliau, meskipun secara emosional beliau juga terpikat kuat oleh Bung Karno, tetapi beliau tidaklah mudah untuk menerimanya begitu saja. Penolakan tersebut, di samping alasan-alasan yang mendasar, juga rasa emphaty terhadap sesama kaum feminis. Dan disinilah seorang Fatmawati telah matang jiwanya, meneguhkan prinsipnya untuk menolak sebuah tradisi yang bernama poligami, yang dianggap sangat tidak menguntungkan bagi kedudukan dan peranan wanita dalam kehidupan sosialnya. Bahkan kalau boleh dibilang, sebelum lahirnya Undang-Undang Perkimpoian maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia khususnya, bagi pegawai negeri, seorang Fatmawati telah mendahului masanya dengan tekad, sikap, dan prinsip anti poligami. Oleh karenanya, sudah sangat patutlah bagi generasi muda sekarang, khususnya kaum wanita, untuk mensyukuri, menghormati, serta meneladani, nilai-nilai perjuangan Ibu Fatmawati terutama terhadap harkat dan maratabat kaum wanita Indonesia.
3. Berjuang di tengah Api Revolusi
Setelah menikah secara wali pada bulan Juni 1943, Ibu Fatmawati segera berangkat ke Jakarta tidak sekedar untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri Bung Karno, pemimpin pejuang rakyat Indonesia, tetapi juga ikut berperan aktif, bergabung bersama para tokoh pejuang nasional lainnya untuk membela Nusa dan Bangsanya. Bahkan Bung Karno selaku pemimpin pejuang tidak ragu-ragu untuk sering meminta pendapat maupun pertimbangan mengenai langkah-langkah perjuangannya. Ketika Ibu Fatmawati ikut hadir pada Sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia), dan usai menyaksikan pidatonya Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, yang dikemudian hari dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila itu, secara reflektif beliau memprediksikan angannya: “Inilah nantinya yang akan diterima oleh majelis, dan serasa seakan Indonesia Merdeka pada hari itu sudah terwujud” (hlm. 81; Roeslan Abdulgani, 1987: 131).
Di tengah gejolaknya api revolusi, menjelang kemerdekaan (15 Agustus 1945), sekelompok pemuda pejuang bangsa yang tergabung dalam barisan PETA, telah memaksa Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera meninggalkan kota Jakarta menuju ke Rengasdengklok. Dan dalam situasi yang kritis itu, Ibu Fatmawati dengan semangat reflektif, sambil menggendong anak pertamanya Moh.Guntur yang masih bayi, segera mengayunkan langkah juangnya mengikuti kedua tokoh pejuang bangsa bersama beberapa anggota PETA menuju Rengasdengklok.
Sebagai newbie ane ga berharap apa² gan, hanya sekedar mengingatkan sosok beliau

Lanjutannya di POST #13 gan

Diubah oleh rizyadoioioi 15-02-2013 11:45
0
6.7K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan