- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Tokoh-tokoh Inovatif yg Menginspirasi


TS
kompor2
Tokoh-tokoh Inovatif yg Menginspirasi
Meniru: Cara Belajar yang Alami
quantum-homeappliances.com
indonesiasetara

quantum-homeappliances.com
indonesiasetara
Quote:
Pada masa Orde Baru, Fadel Muhammad, selaku perwakilan pimpinan Bukaka Teknik Utama, ditantang untuk mengirimkan proposal pengadaan pompa angguk oleh Ramlan, salah satu pejabat negara saat itu. Fadel pun menjawab, “Bisa Pak.” Namun Ramlan rupanya belum yakin bahwa ada anak negeri yang mampu membuat peralatan berteknologi cukup tinggi pada masa itu, ia pun berkata, “Kamu yakin? Itu harga satunya sekitar 20 ribu dolar Amerika?” Fadel menangkap keraguan dalam benak Ramlan, “Kayu-kayu saja bisa kita bentuk semacam itu apa lagi kalau dari besi, Pak. Dan saya bisa buat lebih murah.”
Janji Bukaka terbukti. Bukaka berhasil membuat pompa angguk dengan harga jual 18.000 dolar AS. Bukaka memenangkan proyek penyediaan 17 unit pompa angguk untuk lapangan minyak Caltex. Setelah terpasang , Caltex menyadari bahwa ada beberapa kekurangan pada pompa angguk yang disediakan Bukaka. Tom Hover, Vice President Caltex, memanggil Fadel untuk menjelaskan kekurangan tersebut. “Bagaimana mungkin Anda membuat pompa semacam itu. Kami menemukan ada delapan kesalahan pada pompa bikinan Anda.”
Fadel sudah mengetahui hal ini, dengan tenang dia menjawab, “No sir, Anda menemukan delapan kesalahan pada desain saya. Sebaliknya saya menemukan 22 kesalahan pada pompa angguk sebelumnya (buatan asing).”
Tom Hoover pun terkaget-kaget, “Are you sure?” “Ya, saya justru berhasil memperbaiki kesalahan pada pompa angguk sebelumnya,” jawab Fadel lalu menjelaskan kekurangan-kekurangan yang telah Bukaka perbaiki.
Keesokan harinya Tom Hoover memanggil staf-staf ahlinya untuk berdiskusi dengan Bukaka mengenai kekurangan-kekurangan pada pompa angguk sebelumnya. Setelah berdiskusi, staf ahli Caltex mengakui bahwa memang ada lebih banyak kekurangan pada pompa angguk sebelumnya yang telah diatasi oleh Bukaka.
Tom Hoover pun puas karena Fadel Muhammad dan Bukaka menyadari kekurangan yang ada dan berniat untuk memperbaiki 8 kekurangan tersebut. Setelah itu, Bukaka mendapatkan tambahan pesanan untuk membuat lebih dari 200 pompa angguk untuk Caltex.
Bagaimana Bukaka Bisa Melakukannya?
Saat Ramlan menantang Fadel, sebenarnya Bukaka belum pernah membuat pompa angguk. Namun Fadel mengiyakan karena yakin akan kemampuan insinyur-insinyurnya. Fadel memiliki keyakinan bahwa apa yang bisa orang lain buat, anak negeri ini pasti bisa membuatnya juga. Bukaka memiliki satu metode untuk berinovasi membuat peralatan-peralatan berteknologi yang mereka produksi. Mereka memiliki Sontek Room, tempat menjiplak produk-produk yang akan mereka buat. Ini sebenarnya aplikasi dari konsep ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Meniru yang dilanjutkan dengan perbaikan, improvement.
Dalam Sontek Room, insinyur-insinyur Bukaka mengamati pompa angguk yang dibuat oleh perusahaan asing. Lalu mereka mempreteli bagian demi bagian pompa angguk hingga komponen yang terkecil dan mempelajari mekanisme kerjanya.
Jika berhenti sampai di sini yakni hanya membuat produk yang sama persis, Bukaka tidak akan memberikan nilai tambah bagi konsumen. Dan juga menjual barang yang sama persis dengan produk yang telah dipatenkan tentu saja melanggar hak cipta. Dari hasil pretelan tersebut, Bukaka membuat desain produk baru yang lebih baik. Dengan modifikasi, kekurangan bisa diatasi dan seringkali biaya produksinya malah lebih murah dari produk sebelumnya.
Konsep Sontek Room ini bukanlah hal yang baru. Banyak yang menjadi unggul dengan menjiplak karya-karya orang lain dan tidak berhenti sampai di situ, tentu saja perlu berinovasi untuk menciptakan produk yang lebih baik. Berikut ini beberapa kisah orang-orang yang belajar dengan meniru dan menjadikan meniru itu inspirasi bagi mereka untuk berkarya dengan lebih baik.
Mesin Jahit Juki
Tokyo Juki Kogyo mulanya membuat senjata. Namun setelah perang dunia kedua berakhir, perusahaan ini harus mencari usaha lain agar bisnis mereka tetap berjalan. Mereka mulai memproduksi roti dan permen. Kompetensi perusahaan yang mereka miliki untuk membuat peralatan berteknologi mereka gunakan untuk membuat mesin jahit.
Juki membongkar mesin jahit Singer dan mengamati setiap komponen dan prinsip kerjanya. Setelah itu Juki membuat mesin jahit yang sama persis. Sayangnya kualitas mesin buatan Juki di bawah aslinya. Mesin cepat rusak dan tidak laku di pasaran. Kalau seperti ini terus, lama-kelamaan Juki akan bangkrut.
Perusahaan tidak bisa terus seperti ini. Kiyoshi Ebisaka, direktur penjualan Juki, memutuskan untuk studi banding ke produsen mesin jahit terbaik di dunia saat itu, Pfaff di Jerman. Tujuannya mencari cara agar Juki bisa ekspor sehingga perusahaan bisa survive. Saat studi banding, Ebisaka menyadari perbedaan produktivitas antara Juki dan Pfaff. Ia harus memikirkan cara agar Juki bisa mengejar ketertinggalannya dari Pfaff.
Ebisaka mengunjungi distributor mesin jahit di Jerman. Ia menjadi tahu bahwa pelanggan sering komplain tentang teknis memotong benang. Jika operator mesin jahit akan memotong benang, ia perlu menghentikan mesin jahit, melepas kuncian, mengangkat jarum, menarik kain, baru memotong benang dengan gunting. Proses ini membutuhkan waktu dua kali lipat dari proses menjahit.
Dari studi banding ini, Ebisaka memiliki ide untuk membuat mesin jahit yang bisa memotong benang secara otomatis.
Mulanya Ebisaka meminta seorang insinyur teknik mesin muda, Norikoshi Aoyama, untuk mendesain mesin jahit yang dilengkapi pemotong benang otomatis. Namun tantangannya cukup sulit. Pisau yang terpasang harus bisa memotong benang dalam waktu kurang dari 0,3 detik. Hal ini lebih sulit daripada melewatkan tangan ke baling-baling pesawat terbang. Seringkali jarum patah terkena pisau pemotong benang. Tim engineering mulai putus harapan.
Saat itulah perusahaan menugaskan Tadashi Kozuka, alumni sekolah angkatan laut berumur 35 tahun. Kozuka memiliki ketertarikan yang sangat tinggi terhadap kinerja mesin dan sangat menyukai menyelesaikan masalah masyarakat dengan meningkatkan kualitas alat-alat berteknologi. Ia telah bekerja di 8 perusahaan. Di setiap perusahaan ia selalu merancang alat yang inovatif.
Dibentuklah tim beranggotakan 3 orang. Kozuka sebagai penanggung jawab proyek ditambah 2 insinyur muda, Norikoshi Aoyama, insinyur mesin, dan Hiroaki Shinomiya, insinyur elektro. Untuk memahami masalah riil di lapangan, Kozuka mengunjungi pabrik baju. Setiap hari, seorang pekerja harus memotong benang ribuan kali. Hal ini membuat tangan mereka sangat pegal dan kram. Pengalaman emosional ini meningkatkan motivasi tim yang sudah jatuh. Keberhasilan mereka membuat mesin jahit akan sangat membantu banyak pekerja pabrik.
Kozuka mendapat ide perancangan mesin pemotong benang dari catatan lamanya, saat membuat traktor pertanian. Pisau pemotong benang dibuat terhubung dengan benang sehingga alat menjadi lebih presisi dan jarum menjadi tidak terpotong. Aoyama merancang pisau sehingga cukup tajam dan awet untuk memotong benang dengan mudah. Shinomiya mendesain instrumen listrik untuk mengharmoniskan gerakan antara pisau dan jarum.
Improvement yang mereka lakukan berhasil mempermudah kerja pekerja pabrik. Mesin jahit Juki pun menjadi semakin laku. Tidak hanya di Jepang tapi juga di seluruh dunia. Kini Juki menguasai pasar mesin jahit dunia, 40% baju dibuat dengan bantuan mesin jahit Juki. Di Indonesia pun, nama mesin jahit identik dengan Juki.
Janji Bukaka terbukti. Bukaka berhasil membuat pompa angguk dengan harga jual 18.000 dolar AS. Bukaka memenangkan proyek penyediaan 17 unit pompa angguk untuk lapangan minyak Caltex. Setelah terpasang , Caltex menyadari bahwa ada beberapa kekurangan pada pompa angguk yang disediakan Bukaka. Tom Hover, Vice President Caltex, memanggil Fadel untuk menjelaskan kekurangan tersebut. “Bagaimana mungkin Anda membuat pompa semacam itu. Kami menemukan ada delapan kesalahan pada pompa bikinan Anda.”
Fadel sudah mengetahui hal ini, dengan tenang dia menjawab, “No sir, Anda menemukan delapan kesalahan pada desain saya. Sebaliknya saya menemukan 22 kesalahan pada pompa angguk sebelumnya (buatan asing).”
Tom Hoover pun terkaget-kaget, “Are you sure?” “Ya, saya justru berhasil memperbaiki kesalahan pada pompa angguk sebelumnya,” jawab Fadel lalu menjelaskan kekurangan-kekurangan yang telah Bukaka perbaiki.
Keesokan harinya Tom Hoover memanggil staf-staf ahlinya untuk berdiskusi dengan Bukaka mengenai kekurangan-kekurangan pada pompa angguk sebelumnya. Setelah berdiskusi, staf ahli Caltex mengakui bahwa memang ada lebih banyak kekurangan pada pompa angguk sebelumnya yang telah diatasi oleh Bukaka.
Tom Hoover pun puas karena Fadel Muhammad dan Bukaka menyadari kekurangan yang ada dan berniat untuk memperbaiki 8 kekurangan tersebut. Setelah itu, Bukaka mendapatkan tambahan pesanan untuk membuat lebih dari 200 pompa angguk untuk Caltex.
Bagaimana Bukaka Bisa Melakukannya?
Saat Ramlan menantang Fadel, sebenarnya Bukaka belum pernah membuat pompa angguk. Namun Fadel mengiyakan karena yakin akan kemampuan insinyur-insinyurnya. Fadel memiliki keyakinan bahwa apa yang bisa orang lain buat, anak negeri ini pasti bisa membuatnya juga. Bukaka memiliki satu metode untuk berinovasi membuat peralatan-peralatan berteknologi yang mereka produksi. Mereka memiliki Sontek Room, tempat menjiplak produk-produk yang akan mereka buat. Ini sebenarnya aplikasi dari konsep ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Meniru yang dilanjutkan dengan perbaikan, improvement.
Dalam Sontek Room, insinyur-insinyur Bukaka mengamati pompa angguk yang dibuat oleh perusahaan asing. Lalu mereka mempreteli bagian demi bagian pompa angguk hingga komponen yang terkecil dan mempelajari mekanisme kerjanya.
Jika berhenti sampai di sini yakni hanya membuat produk yang sama persis, Bukaka tidak akan memberikan nilai tambah bagi konsumen. Dan juga menjual barang yang sama persis dengan produk yang telah dipatenkan tentu saja melanggar hak cipta. Dari hasil pretelan tersebut, Bukaka membuat desain produk baru yang lebih baik. Dengan modifikasi, kekurangan bisa diatasi dan seringkali biaya produksinya malah lebih murah dari produk sebelumnya.
Konsep Sontek Room ini bukanlah hal yang baru. Banyak yang menjadi unggul dengan menjiplak karya-karya orang lain dan tidak berhenti sampai di situ, tentu saja perlu berinovasi untuk menciptakan produk yang lebih baik. Berikut ini beberapa kisah orang-orang yang belajar dengan meniru dan menjadikan meniru itu inspirasi bagi mereka untuk berkarya dengan lebih baik.
Mesin Jahit Juki
Tokyo Juki Kogyo mulanya membuat senjata. Namun setelah perang dunia kedua berakhir, perusahaan ini harus mencari usaha lain agar bisnis mereka tetap berjalan. Mereka mulai memproduksi roti dan permen. Kompetensi perusahaan yang mereka miliki untuk membuat peralatan berteknologi mereka gunakan untuk membuat mesin jahit.
Juki membongkar mesin jahit Singer dan mengamati setiap komponen dan prinsip kerjanya. Setelah itu Juki membuat mesin jahit yang sama persis. Sayangnya kualitas mesin buatan Juki di bawah aslinya. Mesin cepat rusak dan tidak laku di pasaran. Kalau seperti ini terus, lama-kelamaan Juki akan bangkrut.
Perusahaan tidak bisa terus seperti ini. Kiyoshi Ebisaka, direktur penjualan Juki, memutuskan untuk studi banding ke produsen mesin jahit terbaik di dunia saat itu, Pfaff di Jerman. Tujuannya mencari cara agar Juki bisa ekspor sehingga perusahaan bisa survive. Saat studi banding, Ebisaka menyadari perbedaan produktivitas antara Juki dan Pfaff. Ia harus memikirkan cara agar Juki bisa mengejar ketertinggalannya dari Pfaff.
Ebisaka mengunjungi distributor mesin jahit di Jerman. Ia menjadi tahu bahwa pelanggan sering komplain tentang teknis memotong benang. Jika operator mesin jahit akan memotong benang, ia perlu menghentikan mesin jahit, melepas kuncian, mengangkat jarum, menarik kain, baru memotong benang dengan gunting. Proses ini membutuhkan waktu dua kali lipat dari proses menjahit.
Dari studi banding ini, Ebisaka memiliki ide untuk membuat mesin jahit yang bisa memotong benang secara otomatis.
Mulanya Ebisaka meminta seorang insinyur teknik mesin muda, Norikoshi Aoyama, untuk mendesain mesin jahit yang dilengkapi pemotong benang otomatis. Namun tantangannya cukup sulit. Pisau yang terpasang harus bisa memotong benang dalam waktu kurang dari 0,3 detik. Hal ini lebih sulit daripada melewatkan tangan ke baling-baling pesawat terbang. Seringkali jarum patah terkena pisau pemotong benang. Tim engineering mulai putus harapan.
Saat itulah perusahaan menugaskan Tadashi Kozuka, alumni sekolah angkatan laut berumur 35 tahun. Kozuka memiliki ketertarikan yang sangat tinggi terhadap kinerja mesin dan sangat menyukai menyelesaikan masalah masyarakat dengan meningkatkan kualitas alat-alat berteknologi. Ia telah bekerja di 8 perusahaan. Di setiap perusahaan ia selalu merancang alat yang inovatif.
Dibentuklah tim beranggotakan 3 orang. Kozuka sebagai penanggung jawab proyek ditambah 2 insinyur muda, Norikoshi Aoyama, insinyur mesin, dan Hiroaki Shinomiya, insinyur elektro. Untuk memahami masalah riil di lapangan, Kozuka mengunjungi pabrik baju. Setiap hari, seorang pekerja harus memotong benang ribuan kali. Hal ini membuat tangan mereka sangat pegal dan kram. Pengalaman emosional ini meningkatkan motivasi tim yang sudah jatuh. Keberhasilan mereka membuat mesin jahit akan sangat membantu banyak pekerja pabrik.
Kozuka mendapat ide perancangan mesin pemotong benang dari catatan lamanya, saat membuat traktor pertanian. Pisau pemotong benang dibuat terhubung dengan benang sehingga alat menjadi lebih presisi dan jarum menjadi tidak terpotong. Aoyama merancang pisau sehingga cukup tajam dan awet untuk memotong benang dengan mudah. Shinomiya mendesain instrumen listrik untuk mengharmoniskan gerakan antara pisau dan jarum.
Improvement yang mereka lakukan berhasil mempermudah kerja pekerja pabrik. Mesin jahit Juki pun menjadi semakin laku. Tidak hanya di Jepang tapi juga di seluruh dunia. Kini Juki menguasai pasar mesin jahit dunia, 40% baju dibuat dengan bantuan mesin jahit Juki. Di Indonesia pun, nama mesin jahit identik dengan Juki.
Quote:

Quote:
Kompor Quantum dan kompor China
Kompor Quantum adalah salah satu karya bangsa Indonesia. Kompor ini bermula dari tantangan pemerintah pada tahun kepada Rawono Sosrodimulyo, pimpinan Aditec Cakrawiyasa, untuk menandingi serbuan kompor-kompor murah buatan China. Aditec diminta untuk membuat kompor yang lebih murah dari kompor China dan tetap berkualitas.
Menanggapi permintaan tersebut, Rawono membeli kompor China yang masuk Indonesia dan mempretelinya hingga bagian-bagian paling sederhana. Harga eceran kompor buatan China itu pun menjadi patokan, saat itu Rp. 60.000,00. Aditec mengamati kompor China bisa murah karena menggunakan bahan baku scrap (besi/baja bekas) dan burnernya dibuat dari besi cor.
Walau begitu, ada celah untuk membuat kompor yang lebih murah dan lebih berkualitas. Kompor China terdiri dari banyak potongan besi, untuk menyambungkannya dibutuhkan banyak sekrup. Setelah dihitung, jumlahnya 48 buah sekrup. Insinyur Aditec memiliki ide untuk mendesain kompor dengan lebih sedikit sekrup sehingga biaya produksi bisa ditekan.
Mereka pun memodifikasi desain bodi kompor dan bisa mengurangi jumlah sekrup hingga mencapai 8 buah saja. Biaya produksi menjadi sangat murah hingga Aditec bisa meningkatkan kualitas kompor dengan menggunakan burner dari stainless steel yang lebih awet. Harga eceran saat itu pun lebih murah dari produk China, menjadi hanya Rp. 48.500. Kompor yang diberi nama Quantum (http://www.quantum-homeappliances.com/) ini pun berhasil mengalahkan serbuan produk-produk China yang sering ditakuti banyak pengusaha lokal.
Konsep meniru yang dilanjutkan dengan improvement berhasil membuat karya-karya mereka bersaing dengan produk yang sudah mapan.
Kompor Quantum adalah salah satu karya bangsa Indonesia. Kompor ini bermula dari tantangan pemerintah pada tahun kepada Rawono Sosrodimulyo, pimpinan Aditec Cakrawiyasa, untuk menandingi serbuan kompor-kompor murah buatan China. Aditec diminta untuk membuat kompor yang lebih murah dari kompor China dan tetap berkualitas.
Menanggapi permintaan tersebut, Rawono membeli kompor China yang masuk Indonesia dan mempretelinya hingga bagian-bagian paling sederhana. Harga eceran kompor buatan China itu pun menjadi patokan, saat itu Rp. 60.000,00. Aditec mengamati kompor China bisa murah karena menggunakan bahan baku scrap (besi/baja bekas) dan burnernya dibuat dari besi cor.
Walau begitu, ada celah untuk membuat kompor yang lebih murah dan lebih berkualitas. Kompor China terdiri dari banyak potongan besi, untuk menyambungkannya dibutuhkan banyak sekrup. Setelah dihitung, jumlahnya 48 buah sekrup. Insinyur Aditec memiliki ide untuk mendesain kompor dengan lebih sedikit sekrup sehingga biaya produksi bisa ditekan.
Mereka pun memodifikasi desain bodi kompor dan bisa mengurangi jumlah sekrup hingga mencapai 8 buah saja. Biaya produksi menjadi sangat murah hingga Aditec bisa meningkatkan kualitas kompor dengan menggunakan burner dari stainless steel yang lebih awet. Harga eceran saat itu pun lebih murah dari produk China, menjadi hanya Rp. 48.500. Kompor yang diberi nama Quantum (http://www.quantum-homeappliances.com/) ini pun berhasil mengalahkan serbuan produk-produk China yang sering ditakuti banyak pengusaha lokal.
Konsep meniru yang dilanjutkan dengan improvement berhasil membuat karya-karya mereka bersaing dengan produk yang sudah mapan.
Diubah oleh kompor2 15-02-2013 04:32
0
7.5K
Kutip
32
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan