kravivanyaAvatar border
TS
kravivanya
fans stories..maaf kalo helek.. le enfants
stories… le’s enfants der teribles…

Dedicated untuk para pelaut, para idol, para fans

Dan siapapun yang sedang tidak giting ketika membaca ini, *sayangnya saya sedang giting*

prologue

Pelabuhan sunda kelapa, in not so distant Future.
Malam di jakarta yang gelap, kota yang terbakar hebat, bersama dengan letupan hebat terdengar sesekali. Kolonel laut Elfadel Raihan berdiri sembari menahan dingin dari balik menara komando kapal. Di depannya kota jakarta terbakar hebat, bersama dengan semburat kekuningan ledakan bom, deru pesawat tempur menyambar dan lengkingan bom yang melesat. Suara seperti kain dirobek-robek menandakan senapan mesin dan kanon otomatis mengusir pesawat tempur yang kini menjadikan jakarta lautan api.

Kolonel Raihan menghisap kreteknya dan mendengar sejumlah langkah kaki dari balik pier tempat kapalnya bersandar. Sejumlah pelaut menyebar di dermaga, menunggu dengan cemas truk yang akan mengantar barang yang akan mereka ungsikan jauh-jauh dari jangkauan pihak yang bertikai. Beberapa kali sejumlah mortir nyasar di dalam lingkar perimeter pelabuhan. Kolonel Raihan meraih kantongnya dan mengeluarkan selembar kertas yang baru saja di print dari ruang sandi kapal.

FLASH FLASH FLASH FLASH FLASH IMMEDIATE TO KRI BRAHMANANDA. PROTOKOL PATRIOT X LES ENFANTS DES TERIBLES X
RDV DI PELABUHAN SUNDA KELAPA PADA 0000 X ANGKUT KARGO X RDV DENGAN KRI MULTATULI LEPAS PANTAI MAKASSAR X KARGO TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK JATUH KE TANGAN MUSUH ATAUPUN KOALISI DALAM KEADAAN APAPUN X TTD PRES RI XXXX AKHIRPESAN X

Indonesia, raihan menghembuskan asap kreteknya membentuk lingkar awan kebiruan diatas kepalanya. Indonesia telah berubah, begitu presiden yang sekarang naik, revolusi menyeruak, perang terjadi dimana-mana. Ambisi pria itu yang hanya selevel dibawah hitler membuat semua orang dan rakyat menggelora, menggelora dan memberontak hingga ia menugaskan tentara kembali menumpas gerakan rakyat. Demokrasi terpasung, namun ia sendiri melakukan itu demi kebaikan republik. Ia menyerukan dekrit republik. Menghapus semua peraturan daerah yang mementingkan salah satu etnis,
ataupun agama.

Propinsi yang selama ini tegak dibawah hukum semi syariah memberontak dan mulai menyerang dan bertempur. Korban yang mencapai ratusan ribu, membuat PBB mengirim pasukan intervensi dibawah amerika serikat. Hanya selangkah lagi menuju rubuhnya republik, dan kini presiden memulai evakuasi untuk menyelamatkan simbol-simbol negara dari cengkeraman pemberontak, ataupun koalisi dibawah pimpinan Amerika Serikat. Seperti ketika aktie politie II ketika belanda menyerbu Yogya. Pemerintahan darurat berdiri dan menghilang ke wilayah yang lebih aman.

Dua cahaya terlihat diujung dermaga. Beberapa pelaut mendekat sebelum sejumlah prajurit berbaret merah turun dan melapor kepada wakil komandan Brahmananda. Fadel mendengar interkom berderak, “kapitant, mayor Farisya meminta untuk berbicara dengan anda.”
“baiklah einsvo, kelihatannya penting. Tunggu aku di dermaga, bersiap untuk memuat,” fadel mengangkat tubuhnya dan meluncur di tangga kapal dan kakinya menapak dengan hati-hati di dek yang memang superlicin. Sebelum akhirnya berjalan di dermaga dan menemui seorang komandan baret merah yang kini sebelah matanya diperban. Sejumlah prajurit baret merah yang lain berjaga dan mulai membuka pintu truk yang digembok seperti brankas bank.
Mayor baret merah memberi salut, dibalas dengan sikap sempurna dan salut, “mayor. Brahmananda siap untuk mengangkut kargo. Akomodasi untuk barang sudah disiapkan bersama dengan orang-orangmu. Saya asumsikan kargo anda tidak lebih besar dari diameter dua meter, sesuai dengan hatch torpedo.”

Mayor itu memandang dengan kosong, membersihkan kerongkongan sebelum angkat bicara, “barang… barang yang anda bicarakan… err, agak sedikit berbeda.”

“maksud anda sedikit berbeda? Apa kargonya? Aku tahu aku tak berhak bertanya, akan tetapi ini penting karena saya tidak diberitahu dengan rinci apa yang akan diangkut.” Fadel menyipitkan mata, “kalian tidak mengangkut emas monas kan? Atau artefak besar lainnya? Saya asumsikan ini adalah naskah asli proklamasi atau semacamnya..”

“bukan..” mayor itu melambai pada truk, dan sersan tersebut membuka pintu truk. Fadel tidak tahan dan menyorotkan cahaya senter ke dalam truk, yang berisi boks khas militer yang biasa dipakai untuk menyimpan dokumen, dan.. cahaya senternya memantul balik.. pantulan yang biasa terjadi bila cahaya mengenai mata makhluk hidup. Fadel meraih pistolnya.. sebelum tangan mayor itu menahannya. “akupun tak mengerti, mengapa mereka merujuk, itu… sebagai barang.”

Para pelaut mendekat dan memandang dengan mulut ternganga ketika melihat kargo yang akan mereka selamatkan. “mayor, apakah disaat terakhirnya sang presiden kita yang terhormat memutuskan mengisap ganja dan memberi perintah sinting seperti ini?”

“aku Cuma mayor, aku tak punya kemewahan untuk tahu hal semacam ini,”
Apa yang disebut sebagai barang, atau sebagian diantaranya… adalah orang, gadis dalam term yang lebih tepat dalam fikiran fadel. Mata gadis itu memandang ketakutan, Fadel memandangi gadis itu. Tepat satu gadis itu dengan sorot mata keheranan. Tepat seusia keponakannya. Dengan hidung mancung panjang, mata yang sayu dan penuh kerak di pipinya akibat airmata yang mengering. Fadel melihat sejumlah mata lain yang memandangnya dengan ketakutan.

“baiklah mayor, persiapkan untuk memuat… barang ke kapal. Einsvo, pastikan mereka memiliki akomodasi yang tepat—“ satu ledakan terdengar, disusul dengan gegar tembakan. Sersan yang berdiri disamping pintu truk terjungkal begitu lehernya tertembus peluru.

“kolonel, segera pindahkan mereka, kami akan menahan mereka disini.”

“jangan bodoh mayor, kita akan keluar dari sini bersama-sama.”

“ini bukan misiku yang terakhir, ungsikan mereka dan pergilah jauh-jauh dari sini. Demi Indonesia Raya kolonel!”

Fadel tidak bisa berkata-kata dan mengangguk, merampas senapan dari mayat sang sersan dan ia berlindung. Sementara para prajurit baret merah melindungi truk, sejumlah pelaut mengeluarkan boks dari truk dan menuntun, menggendong tepatnya, para gadis dari dalam truk menuju kapal. Fadel menembak beberapa kali sebelum ia mendengar teriakan seram. Khas para revos atau revolusioner yang hendak menyerbu.

Prajurit republik melempar granat dan membalas tembakan, fadel bangkit dan mengulurkan tangannya pada sang mayor, “terakhir kalinya mayor! Aku tak mau kau mati konyol!”

Sang mayor hanya tersenyum getir, “terakhir kalinya kolonel, prajurit ke prajurit, ini bukan kekonyolan yang pertama yang pernah aku alami dalam membela negeri ini. Aku beri kau setengah jam untuk berlayar menjauh dari jakarta, aku masih punya tugas.”

“hanya itu saja? Tidak ada pesan, tidak ada surat?”

“kau pikir ini film kolonel? Pion seperti kita tidak punya durasi hingga sepuluh menit untuk mengutarakan kata-kata terakhir. Pergilah kolonel!”

Fadel menyumpah dan berbalik, berlari menuju tangga dek, peluru berkejaran dan ia melompat sembari berteriak, “Down ladder!” dengan mulus meluncur ke dalam tingkap kapal dan berlari menuju ruang kendali atau zentrale kapal.
Enisvo, Mayor Togar Manurung mengangguk, “kapal siap berangkat kapitant.”

“einsvo, aku mengambil alih zentrale.”

“Ja, Zentrale, Kapitant mengambil alih.” Terdengar suara setuju, dan kini Fadel berdiri dari balik panggung di dek. Meraih interkom dan berbicara dengan nada terbaiknya, “enjiniring, disini kapitant, bagaimana kondisi reaktor?”

“output 80 persen, menunggu perintah!”

“naikkan output hingga 110 persen, rig darurat.”
“zentrale, kondisikan kapal untuk melaju. Helms, back, flank, full. Enjiniring, siapkan back, full flank.”

“output 110 persen, back full flank.” Back full flank adalah perintah untuk memundurkan kapal hingga kecepatan penuh, kini fadel memandang denah lautan di teluk jakarta dan kembali memberi perintah, “aktifkan stern thruster! Pivoting menuju bearing 130 derajat!”

Sepuluh menit kemudian, kapal berputar dan fadel kembali memberi perintah, “persiapkan untuk penyelaman. Full ahead Flank, constant bearing, Lapor kondisi!”

“semua palka tertutup, sistem atmofsir hijau, reaktor berjalan normal.”

“COB buka palka balas depan, buka palka balas belakang, helms trimming pada sudut haluan depresi 5 derajat. Rig for dive!”

“ja kapitant! Balas depan, balas belakang buka, trimming sudut depresi lima derajat, rig for dive!”

“balas terbuka! Persiapkan penyelaman!”

“kedalaman 300 kaki!”

“aye kedalaman 300 kaki!” COB atau komandan bintara kapal meraih interkom dan berpindah ke sirkuit umum dimana loudspeaker menggema, “ ACHTUNG, ACHTUNG , BOOTEN SUBMERGE, DIVE, DIVE DIVE!”
WOOONG WOOONG WOOONG WOOONG WOOONG alarm terdengar menggema disekujur kapal.

“kapitant, balas terbuka, sudut kapal mencapai 4 derajat.” Fadel meraih periskop, “Up periscope!” ia memandang haluan sementara udara bercampur air melontar dari haluan, ia memutar periskop dan melihat buritan juga mengeluarkan semburat air, seperti ikan paus mengambil napas.

Diubah oleh kravivanya 03-03-2013 13:40
0
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan