Melihat banyaknya pandangan-pandangan mengenai perayaan valentine yang tak pernah habisnya untuk dibahas, menggelitik kesederhanaan pikiran dan pandangan ane tentang hal tersebut.

Ane yakin banyak agan n' sista yang lebih baik pemahamannya tentang valentine ini, namun ini hanyalah sebuah kesederhanaan dari pikiran ane yang ane coba tuangkan n' share kepada agan n' sista,...

Tidak ada satu pun agan n’ sista yang tidak tahu bahwa hari ini, tepat tanggal 14 Februari merupakan hari valentine atau hari kasih sayang bagi sebagian kalangan. Pemberian cokelat kepada orang terkasih secara umum merupakan salah satu simbol di dalam merayakan hari valentine ini.

Namun, tak sedikit pula yang menyatakan bahwa tidak ada yang namanya hari kasih sayang. Karena kasing sayang seharusnya diberikan setiap waktu, setiap saat.

Yah, kalo kita lihat dengan seksama, apa sih yang mendasari adanya perbedaan pandangan di atas ???

Tepat!!! Semuanya bermuara pada sebuah “Keyakinan”.

Memperdebatkan sebuah keyakinan merupakan hal yang tidak akan pernah habisnya untuk dibahas. Sekalipun dimuculkannya 2 nara sumber terbaik, dari kedua belah pihak yang bertentangan, di dalam membahas masalah tersebut.

Banyak hal yang mendasari seseorang meyakini akan sesuatu. Pengetahuan dan wawasan merupakan salah satu faktor yang paling utama di dalam membentuk sebuah keyakinan.

Seperti halnya ketika kita memilih sebuah agama, dimana merupakan salah satu bentuk keyakinan yang paling tinggi, maka terlebih dahulu kita mempelajari hal-hal yang terdapat di dalam agama tersebut. Walaupun, kebanyakan dari kita mengikuti agama yang telah diturunkan dari orang tua kita.

Kondisi yang demikian, tidak akan lantas membuat kita akan benar-benar yakin tentang agama kita. Perubahan akan agama yang kita yakini masih akan mungkin terjadi selama kita belum memahami dengan baik atas pengetahuan dan wawasan tentang agama kita sendiri.

Jika kita kembali ke topik mengenai perayaan valentine, memperdebatkan apakah valentine perlu dirayakan atau tidak merupakan sebuah perdebatan akan keyakinan yang tidak akan pernah selesai untuk dibahas. Menghakimi seseorang yang memiliki perbedaan keyakinan dengan diri kita bukanlah merupakan sebuah tindakan yang bijaksana. Karena keyakinan tidak terlepas dari sebuah pilihan hidup yang diambil oleh seseorang.

Namun, mengingatkan akan hal-hal yang dilarang oleh keyakinan / agama kita kepada kalangan pemeluk keyakinan / agama yang sama, adalah sebuah kewajiban. Sikap yang keras memang terkadang dibutuhkan, sekalipun tidak semua orang mampu menerimanya di dalam proses pemberian wawasan dan pengetahuan akan sebuah larangan.

Sebuah pertanyaan yang harus kita jawab oleh diri kita sendiri ketika kita akan memperdebatkan atau menghakimi keyakinan / agama yang dipeluk oleh orang lain adalah :

“Seberapa paham kah kita terhadap keyakinan / agama kita sendiri, sehingga kita layak untuk menghakimi mereka (para pemilik keyakinan / agama yang lain) ???”

Terinspirasi dari Q.S 109 Al Kaafiruun : 06 = “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.


Sekian dan Terima Kasih