Ada seorang pemecah batu gunung/karang, yang terkenal sangat pengeluh. Setiap pagi, ia pergi ke gunung batu dan memecahkan batu hingga petang. Bertahun-tahun dia jalani pekerjaannya itu.
Quote:
Sampai suatu ketika, ia melihat ada rombongan pejabat melewati daerah tempat dia bekerja. Para rombongan itu begitu mewahnya pakaian yang dikenakan. Kuda-kuda mereka adalah kuda-kuda yang gagah dan elok. Dan setiap mereka melewati suatu daerah, orang-orang yang kebetulan ada di tempat itu harus menundukkan kepalanya menunjukkan penghormatannya.
Laki-laki pemecah batu itu pun terpesona dengan kemewahan dan kehebatan para pejabat itu. Dia ingin menjadi seperti para pejabat itu. Yang memakai baju mewah, kendaraan yang elok, dan dihormati dimana-mana.
Rupanya tuhan mengabulkan keinginannya.
Quote:
Beberapa waktu berselang, laki-laki pemecah batu ini pun telah menjadi seorang pejabat yang kaya raya. Tak pernah lagi ia mengenakan baju-baju lusuhnya. Mau kemana pun ada kuda dan pengawal yang selalu siap untuknya. Dan tidak ada seorang pun yang berani mengangkat wajah dihadapannya. Benar-benar sebuah kehidupan yang diharap-harapkannya
Quote:
Sampai pada suatu siang yang terik, laki-laki ini melewati sebuah daerah yang sangat gersang. Tak ada pohon-pohonan disana. Panas sangat menyengat. Payung yang menaunginya tak sanggup menahan teriknya matahari. Apalagi pakaian yang dikenakannya menggunakan logam-logam sebagai hiasannya, alhasil, laki-laki ini begitu tersiksa dengan keadaannya. Maka dia berpikir tentu lebih enak menjadi matahari. Dia lebih berkuasa, karena pejabat yang dianggapnya paling berkuasa pun pasti menyerah dengan panas matahari. Maka ia pun berharap dapat menjadi matahari.
Rupanya tuhan juga mengabulkan keinginannya.
Quote:
Dalam waktu sekejap ia berubah menjadi Matahari. Betapa bangganya ia. Dengan sekuat tenaga, ia menyinarkan cahayanya ke seluruh Bumi hingga manusia menjadi kegerahan. Tetapi, tiba-tiba awan hitam menutup sinarnya. Cahaya yang kuat tak mampu menebusnya. "Ah, Tuhan tidak adil. Ternyata ada yang lebih kuat dari aku. Jika Tuhan adil, aku ingin menjadi awan hitam."
Lagi-lagi Tuhan mendengar keluhannya. Pada keesokan harinya, ia terbangun sebagai Awan.
Quote:
Ia sangat bahagia telah menjadi Awan. Ketika Matahari bersinar, ia menutupi sinar Matahari tersebut. Matahari mencoba menghindar, akan tetapi Awan terus mengikuti dan menutupi si Matahari. Awan pun sangat puas. Akan tetapi, saat ia menutupi pancaran matahari, tiba-tiba ada sesuatu yang mendorongnya sehingga ia tidak dapat menutupi Matahari. Dan ternyata, itu adalah Angin. Ia mengeluh kembali agar dapat menjadi Angin.
Dan kembali Tuhan mengabulkan keinginannya.
Quote:
Keesokan harinya ia terbangun sebagai Angin.
Dalam sekejap awan berubah menjadi angin. Dengan kekuatan ia bertiup kencang sehingga banyak rumah dan pohon yang roboh. la merasa menjadi yang paling hebat hingga akhirnya ia menghantam batu karang. Tetapi batu karang itu tetap tegak berdiri tidak goyah. Berkali-kali ia menghantam batu karang. Tetapi, jangankan hancur, beranjak sedikitpun tidak. Angin menjadi jengkel. " Tuhan jadikanlah aku batu karang agar aku dapat menahan angin."
Seperti biasa, Tuhan mengabulkan keinginannya dan keesokan harinya ia terbangun sebagai Gunung Batu.
Quote:
Ia sangat senang. Ketika Angin bertiup dengan kencang, ia dapat dengan bangga berdiri kokoh. Tidak tergoyahkan sedikit pun. Akan tetapi, ia mulai merasakan ada sesuatu yang menggangu dirinya. Ia mulai merasa kesakitan karena tubuhnya mulai digerogoti. Dan itu ternyata adalah… dirinya yang dulu yaitu si Pemecah Batu!
Betapa menyesalnya dia. Ia mulai menyadari bahwa tidak ada satu pun yang dapat membuatnya puas. Akhirnya ia berdoa kepada Tuhan untuk mengubah kembali dirinya menjadi seorang Pemecah Batu. Dan Tuhan pun mengabulkan doanya. Setelah kejadian-kejadian tersebut, ia menjadi bersyukur dengan apa adanya dirinya.
Begitulah manusia, tidak akan pernah puas.
Kecuali orang-orang yang pandai Bersyukur