- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
BIOLOGI LINGKUNGAN-KESEHATAN: BAHAYA CO (KARBON MONOKSIDA) BAGI KESEHATAN


TS
ardyantt
BIOLOGI LINGKUNGAN-KESEHATAN: BAHAYA CO (KARBON MONOKSIDA) BAGI KESEHATAN
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang pada suhu udara normal berbentuk gas tidak berwarna. Senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin (Putri, 2011).

Karbon monoksida adalah suatu pencemar udara akibat pembakaran bahan yang mengandung karbon, proses industri, asap rokok, kebakaran hutan dan pembusukan sampah organik. Pembakaran yang tidak sempurna dari proses pembakaran bahan bakar akan menimbulkan gas CO yang tinggi dan hal ini sering terjadi pada proses pembakaran dari kendaraan bermotor terutama bila proses pembakarannya kurang sempurna Sumber gas CO lainnya adalah penimbunan batu bara dan asap rokok.
Karbon monoksida dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan diapsorpsi di dalam peredaran darah. Kemudian karbon monoksida akan berkaitan dengan haemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Apabila karbon monoksida terhisap ke dalam paru-paru, maka ia akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Ini dapat terjadi karena gas karbon monoksida bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Efeknya terhadap kesehatan yaitu CO mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap Hb dalam aliran darah sehingga dapat menghalangi masuknya O2 dalam darah (Basuki, 2007).
Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak sempurna yaitu karbonmonoksida (CO) dan disebut karbamonoksihemoglobin (HbCO). Hb berwarna merah kecoklatan, dan HbCO berwarna merah terang (carmine tint). Untuk lebih jelas lagi setiap derivat Hb dapat pula dibedakan dengan menggunakan spektroskop (Ganong, 2002).
Menurut Wardhana (2001) kadar CO dalam darah seseorang dapat mempengaruhi beberapa faktor, salah satunya adala lama paparan, seorang pejalan kaki akan lebih sering dan lama terpapar oleh CO yang terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor, apalagi seseorang yang bersal dari kota besar yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pimggiran kota atau desa, cemaran CO diudara relatif sedikit. Konsentrasi gas karbon monoksida di suatu ruangan akan naik jika di ruangan itu ada orang yang merokok. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas karbon monoksida dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas karbon monoksida yang tinggi di dalam asap rokok menyebabkan kandungan karbon monoksida haemoglobin dalam darah orang yang merokok meningkat. Keadaan seperti ini tentu akan membahayakan kesehatan orang yang merokok. Merokok dalam waktu cukup lama atau perokok berat, konsentrasi karbon monoksida haemoglobin dalam darahnya akan mencapai sekitar 6,9 persen. Perokok pasif yang sering berada didekat perokok aktif akan menghirup asap rokok yang mengandung gas karbon monoksida.
Karbon monoksida ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan diapsorpsi di dalam peredaran darah. Karbon monoksida yang masuk akan berkaitan dengan haemoglobin membentuk karboksi-hemoglobin (COHb). Selanjutnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome c oxidase dan cytochrome P-450. Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30 sampai 500 kali afinitas oksigen, tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245 kali afinitas oksigen sehingga CO merupakan gas yang berbahaya untuk tubuh karena dapat menghambat penyerapan oksigen pada jaringan. Konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas (Wardhana, 2001). Pengaruh racun yang ditimbulkan oleh gas karbon monoksida pada manusia disebabkan oeh interaksi gas tersebut dengan hemoglobin darah. Ketika campuran udara dan CO terhirup, oksigen dan karbonmonoksida diserap oleh darah melalui paru-paru. Keduanya terserap oleh hemoglobin darah. Semakin banyak CO terhirup, semakin banyak HBCO terbentuk, sehingga kemampuan paru-paru dan darah memasok oksigen ke seluruh tubuh menjadi berkurang (Anam dan Heru, 2004).
Menurut Anam dan Heru (2004), gejala pertama keracunan gas karbon monoksida ditandai dengan sesak nafas karena kekurangan oksigen, setelah itu penderita pucat dan apabila tidak segera mendapat oksigen akan pingsan dan dapat menyebabkan kematian. Gejala awal yang dialami penderita yang keracunan gas karbon monoksida adalah pusing, rileks, mengantuk, bahkan hampir tak ada tanda sama sekali. Selain itu, ada penurunan kesadaran hingga terjadi banyak kecelakaan, fungnsi sistem kontrol syaraf turun serta fungsi jantung dan paru-paru menurun. Efek untuk jangka waktu yang lama keracunan karbon monokosida bisa merusak otak dan sistem saraf, mempengaruhi kelakuan dan tingkat kepintaran, dan pertumbuhannya lambat. Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktivitas fisik dan penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh dara otak dan jantung, emfisema paru, asma bronchial, TBC paru dan penyakit metabolik serta obat-obatan yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat, contohnya alkohol, barbiturat dan morfin. Menurut Rudra et al., (2010) orang hamil yang terpapar karbon monoksida di ambien dapat mengakibatkan kelahiran yang prematur, pertumbuhan bayi lambat, dan berat bayi kecil. Penghitungan karbon monokisida pada ibu hamil dapat menggunakan data dari pemantauan polusi udara dalam beberapa jaringan.
Konsentrasi karboksihemoglobin yang melebihi dari 15 % dapat menyebabkan iskemia. Hal ini karena karboksihemoglobin menyebabkan penghambatan pelepasan oksigen dari oxyhaemoglobin, hambatan fungsi sitokrom (misalnya, oksidase sitokrom) dan asidosis metabolik. Iskemia pada paru menyebabkan paru tidak bisa menjalankan fungsinya menjadi tidak maksimal, akibatnya kapasitas vital bisa menurun.
No Konsentrasi
CO (ppm) Konsentrasi HbCO (%) Gejala terhadap kesehatan
1 0-10 1-2,5 Belum ada gejala
2 10 3,0-4,0 Gangguan pada tingkah laku
3 10-20 5,0-6,0 Gangguan pada systemsaraf, penglihatan, pancaindra dll
4 30-50 10,0-<20,0 Perubahan fungsi padajantung dan paru
5 50-70 >20,0-60,0 Sakit kepala, lesu,pusing, sesak napas, koma
6 80-90 70,0-90,0 Kematian
Cara menghambat pembentukan CO yaitu dengan memperbanyak tanah yang masih terbuka dimana belum ada bangunan diatasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang ada didalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat diudara. Angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena perpindahan ke tempat lain. Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka kana mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman. Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer. Udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat dihilangkan selama 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971), dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan, sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.
Pengobatan bagi orang yang terkena keracunan karbonmonoksida adalah sebagai berikut:
1. Dipindahkan dari sumber pajanan gas CO.
2. Pemberian oksigen 100%, merupakan hal yang mendasar dengan masker karet yang ketat, atau menggunakan endo- tracheal tube pada pekerja yang tidak sadar agar oksigen benar-benar masuk, yang akan mengurangi waktu paruh (half life) ikatan COHb secara perlahan-lahan, sehingga memper-baikihipoksia jaringan
3. Terapi hiperbarik, dengan oksigen bertekanan 3 atmosfer yang akan cepat sekali memperpendek waktu paruh COHb. Masih diperdebatkan mengenaiindikasinya (Wichaksana, 2002).
SUMBER: laporan toksikologi lingkungan
Karbon monoksida adalah suatu pencemar udara akibat pembakaran bahan yang mengandung karbon, proses industri, asap rokok, kebakaran hutan dan pembusukan sampah organik. Pembakaran yang tidak sempurna dari proses pembakaran bahan bakar akan menimbulkan gas CO yang tinggi dan hal ini sering terjadi pada proses pembakaran dari kendaraan bermotor terutama bila proses pembakarannya kurang sempurna Sumber gas CO lainnya adalah penimbunan batu bara dan asap rokok.
Karbon monoksida dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan diapsorpsi di dalam peredaran darah. Kemudian karbon monoksida akan berkaitan dengan haemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Apabila karbon monoksida terhisap ke dalam paru-paru, maka ia akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Ini dapat terjadi karena gas karbon monoksida bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Efeknya terhadap kesehatan yaitu CO mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap Hb dalam aliran darah sehingga dapat menghalangi masuknya O2 dalam darah (Basuki, 2007).
Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak sempurna yaitu karbonmonoksida (CO) dan disebut karbamonoksihemoglobin (HbCO). Hb berwarna merah kecoklatan, dan HbCO berwarna merah terang (carmine tint). Untuk lebih jelas lagi setiap derivat Hb dapat pula dibedakan dengan menggunakan spektroskop (Ganong, 2002).
Menurut Wardhana (2001) kadar CO dalam darah seseorang dapat mempengaruhi beberapa faktor, salah satunya adala lama paparan, seorang pejalan kaki akan lebih sering dan lama terpapar oleh CO yang terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor, apalagi seseorang yang bersal dari kota besar yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pimggiran kota atau desa, cemaran CO diudara relatif sedikit. Konsentrasi gas karbon monoksida di suatu ruangan akan naik jika di ruangan itu ada orang yang merokok. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas karbon monoksida dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas karbon monoksida yang tinggi di dalam asap rokok menyebabkan kandungan karbon monoksida haemoglobin dalam darah orang yang merokok meningkat. Keadaan seperti ini tentu akan membahayakan kesehatan orang yang merokok. Merokok dalam waktu cukup lama atau perokok berat, konsentrasi karbon monoksida haemoglobin dalam darahnya akan mencapai sekitar 6,9 persen. Perokok pasif yang sering berada didekat perokok aktif akan menghirup asap rokok yang mengandung gas karbon monoksida.
Karbon monoksida ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan diapsorpsi di dalam peredaran darah. Karbon monoksida yang masuk akan berkaitan dengan haemoglobin membentuk karboksi-hemoglobin (COHb). Selanjutnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome c oxidase dan cytochrome P-450. Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30 sampai 500 kali afinitas oksigen, tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245 kali afinitas oksigen sehingga CO merupakan gas yang berbahaya untuk tubuh karena dapat menghambat penyerapan oksigen pada jaringan. Konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas (Wardhana, 2001). Pengaruh racun yang ditimbulkan oleh gas karbon monoksida pada manusia disebabkan oeh interaksi gas tersebut dengan hemoglobin darah. Ketika campuran udara dan CO terhirup, oksigen dan karbonmonoksida diserap oleh darah melalui paru-paru. Keduanya terserap oleh hemoglobin darah. Semakin banyak CO terhirup, semakin banyak HBCO terbentuk, sehingga kemampuan paru-paru dan darah memasok oksigen ke seluruh tubuh menjadi berkurang (Anam dan Heru, 2004).
Menurut Anam dan Heru (2004), gejala pertama keracunan gas karbon monoksida ditandai dengan sesak nafas karena kekurangan oksigen, setelah itu penderita pucat dan apabila tidak segera mendapat oksigen akan pingsan dan dapat menyebabkan kematian. Gejala awal yang dialami penderita yang keracunan gas karbon monoksida adalah pusing, rileks, mengantuk, bahkan hampir tak ada tanda sama sekali. Selain itu, ada penurunan kesadaran hingga terjadi banyak kecelakaan, fungnsi sistem kontrol syaraf turun serta fungsi jantung dan paru-paru menurun. Efek untuk jangka waktu yang lama keracunan karbon monokosida bisa merusak otak dan sistem saraf, mempengaruhi kelakuan dan tingkat kepintaran, dan pertumbuhannya lambat. Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktivitas fisik dan penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh dara otak dan jantung, emfisema paru, asma bronchial, TBC paru dan penyakit metabolik serta obat-obatan yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat, contohnya alkohol, barbiturat dan morfin. Menurut Rudra et al., (2010) orang hamil yang terpapar karbon monoksida di ambien dapat mengakibatkan kelahiran yang prematur, pertumbuhan bayi lambat, dan berat bayi kecil. Penghitungan karbon monokisida pada ibu hamil dapat menggunakan data dari pemantauan polusi udara dalam beberapa jaringan.
Konsentrasi karboksihemoglobin yang melebihi dari 15 % dapat menyebabkan iskemia. Hal ini karena karboksihemoglobin menyebabkan penghambatan pelepasan oksigen dari oxyhaemoglobin, hambatan fungsi sitokrom (misalnya, oksidase sitokrom) dan asidosis metabolik. Iskemia pada paru menyebabkan paru tidak bisa menjalankan fungsinya menjadi tidak maksimal, akibatnya kapasitas vital bisa menurun.
No Konsentrasi
CO (ppm) Konsentrasi HbCO (%) Gejala terhadap kesehatan
1 0-10 1-2,5 Belum ada gejala
2 10 3,0-4,0 Gangguan pada tingkah laku
3 10-20 5,0-6,0 Gangguan pada systemsaraf, penglihatan, pancaindra dll
4 30-50 10,0-<20,0 Perubahan fungsi padajantung dan paru
5 50-70 >20,0-60,0 Sakit kepala, lesu,pusing, sesak napas, koma
6 80-90 70,0-90,0 Kematian
Cara menghambat pembentukan CO yaitu dengan memperbanyak tanah yang masih terbuka dimana belum ada bangunan diatasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang ada didalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat diudara. Angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena perpindahan ke tempat lain. Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka kana mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman. Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer. Udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat dihilangkan selama 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971), dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan, sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.
Pengobatan bagi orang yang terkena keracunan karbonmonoksida adalah sebagai berikut:
1. Dipindahkan dari sumber pajanan gas CO.
2. Pemberian oksigen 100%, merupakan hal yang mendasar dengan masker karet yang ketat, atau menggunakan endo- tracheal tube pada pekerja yang tidak sadar agar oksigen benar-benar masuk, yang akan mengurangi waktu paruh (half life) ikatan COHb secara perlahan-lahan, sehingga memper-baikihipoksia jaringan
3. Terapi hiperbarik, dengan oksigen bertekanan 3 atmosfer yang akan cepat sekali memperpendek waktu paruh COHb. Masih diperdebatkan mengenaiindikasinya (Wichaksana, 2002).
SUMBER: laporan toksikologi lingkungan
0
11.7K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan