ffffrAvatar border
TS
ffffr
Penantian Menyongsong Sang Elang Emas (T-50)
part 1


Perjalanan panjang dalam menentukan pesawat pengganti Hawk Mk-53 yang sudah memasuki masa pensiun bagi TNI AU sendiri merupakan masa yang sangat melelahkan. Batapa tidak, apabila untuk urusan pesawat tempur dan pencegat keputusannya relative lebih cepat difinalisasi, tidak demikian halnya bagi kandidat pesawat latih lanjut TNI AU. Hal ini juga memberikan suatu tekanan psikologis bagi para penerbang maupun awak teknisi Skadron Udara 15, karena praktis mereka harus menunggu kepastian pengganti Hawk Mk-53 yang secara kesiapan sudah menurun dan kondisinya dibawah standar. Dari delapan unit yang ada hanya 2 unit yang laik terbang. Padahal di pundak Skadron Udara 15 terletak beban untuk mencetak para pilot pesawat tempur TNI AU. Dampak dari embargo suku cadang oleh Inggris dan juga utilisasi pesawat yang sangat tinggi merupakan salah satu faktor penyebabnya.


Embargo yang diberlakukan kepada Indonesia dengan alasan kejahatan kemanusiaan di Timor Timur paska referendum pada tahun 1999 oleh Amerika dan sekutunya, tak terkecuali Inggris sebagai sekutu utama Amerika dan sebagai produsen pesawat Hawk Mk-53 dan Hawk 109/200, memiliki andil utama dalam menurunnya kesiapan dan kesiagaan asset udara TNI AU. Bagi TNI AU dampak yang dirasakan langsung adalah embargo terhadap suku cadang seluruh pesawat tempur buatan BAe Inggris ini. Sementara disisi lain pesawat hawk Mk-53 sebagai pesawat advanced jet trainer bagi para calon penerbang tempur TNI AU tetap dituntut agar terus mampu mencetak penerbang-penerbang tempur handal, memiliki skill yang tinggi dan ketrampilan yang terlatih dengan kesiapan terbang yang tinggi bagi para penerbangnya, meskipun dengan jumlah pesawat yang minim. Selain itu diharapkan regenerasi para penerbang tempur tetap dapat berjalan dengan baik. Tuntutan profesionalisme dengan modal dan sarana pendukung yang serba terbatas pada waktu itu merupakan masa-masa sulit bagi TNI AU.

Akan tetapi dimasa sulit tersebut cobaan demi cobaan terus mendera silih berganti, satu persatu paska embargo terjadi sejumlah incident ataupun accident. Beberapa pesawat yang dioperasikan TNI AU jatuh ketika melaksanakan tugas rutin maupun latihan, seolah-olah menunjukan bahwa sehebat apapun pesawat yang kita miliki tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa adanya perawatan yang memadai dan pasokan suku cadang yang lengkap dari produsen pesawat. Meskipun dalam beberapa insiden kecelakaan tidak seluruhnya akibat dari kesalahan atau masalah teknis pesawat itu sendiri, namun demikian secara moril sebagai manusia biasa tentunya ada rasa cemas ketika terbang dengan pesawat yang memiliki keterbatasan baik dalam segi perawatan rutin maupun suku cadang. Pasca embargo tahun 1999 insiden diawali dengan jatuhnya pesawat Hawk Mk-53 pada 28 Maret 2000 di Lanud Iswahyudi Madiun. Menyusul pada Juli 2000 pesawat A-4 Skyhawk jatuh saat melaksanakan patrol rutin di Sulawesi Selatan, kemudian pada tanggal 21 November 2000 kecelakaan kembali terjadi dan menimpa pesawat Hawk yang jatuh di Pontianak.

Pada tanggal 28 Maret 2002 cobaan dan pukulan berat kembali harus dialami oleh TNI AU khusunya Skadron Udara 15 ketika 2 pesawat Hawk Mk-53 yang sedang melakukan sesi latihan Aerobatik Jupiter Blue bersenggolan di udara pada ketinggian sekitar 2000 kaki dan jatuh masih di kawasan Lanud Iswahyudi Madiun. Pada awalnya ketiga pesawat Hawk Mk-53 sedang melakukan manuver Victory Loop yaitu manuver ke delapan dari sebelas manuver yang rencananya akan dipertunjukan pada acara Open Day yang akan digelar pada 30 Maret 2002 di Lanud Iswahyudi. Sayangnya belum juga manuver tersebut selesai dilakukan petaka terjadi. Sehebat apapun pesawat dan penerbang tidak ada satupun yang bisa melawan takdir Tuhan. Akibat dari musibah tersebut 4 penerbang gugur, yaitu ; Kapten (Pnb.) Andis “Lavy” Solikhin Machmud (35) dan Kapten (Pnb.) Weko Nartomo Soewarno (33), awak Hawk nomor ekor TT 5310; Mayor (Pnb.) Syahbudin “Wivern” Nur Hutasuhut (35) dan Kapten (Pnb.) Masrial (33), awak Hawk nomor ekor TT 5311. Merupakan kehilangan besar bagi Skadron Udara 15, terlebih kehilangan penerbang-penerbang terbaiknya yang tidak terukur nilainya. Acara Open Day dibatalkan dan demi menghormati para penerbang yang gugur Lanud Iswahyudi mengibarkan bendera setengah tiang.

Peristiwa demi peristiwa getir yang dialami TNI AU khususnya Skadron Udara 15 tidak mematahkan semangat mereka. Perbaikan dan pembenahan terus dilakukan bahkan wacana penggantian pesawat Hawk Mk-53 terus bergulir dengan dilakukannya kajian-kajian terhadap calon pesawat pengganti oleh pihak TNI AU sendiri dalam hal ini selaku user dan Departemen Pertahanan (Dephan).
[
B]Angin Segar itu Berhembus[/B]

Tekad TNI AU untuk memensiunkan pesawat Hawk Mk-53 dan diganti dengan pesawat baru sudah bulat, hal tersebut tertuang dalam rencana strategis (Renstra) 2005-2009 Mabes TNI AU yang berencana melakukan penggantian sejumlah alutsistanya, seperti OV-10 Bronco, F-5 Tiger, pesawat angkut Fokker-27, Helicopter Sikorsky dan tentunya Hawk Mk-53. Angin segar pun berhembus ketika KSAU Marsekal Herman Prayitno pada waktu itu, bertemu langsung dengan Dubes Ceko untuk Indonesia Pevel Rezac di Mabes TNI AU Cilangkap Jakarta pada awal November 2007. Hal tersebut terkait dengan pihak TNI AU yang mengajukan pengadaan pesawat tempur latih Aero L-159 ALCA buatan Republik Ceko sebagai pengganti Hawk Mk-53. Secara umum kunjungan Rezac bertujuan untuk menindaklanjuti kesepakatan kerjasama pertahanan antara RI dan Rep. Ceko yang telah ditandatangani pada tahun 2006, selain itu dibahas pula kemungkinan pembelian Aero L-159 ALCA oleh TNI AU.

Pada waktu itu keinginan TNI AU memilih Aero L-159 ALCA sebagai pengganti Mk-53 bukan suatu pilihan yang tanpa pertimbangan, sebab pesawat tempur latih buatan Aero Ceko ini memadukan tekhnologi barat dan timur dan dianggap cocok sebagai pesawat tempur latih yang diperuntukkan bagi calon penerbang-penerbang tempur TNI AU. Terlebih lagi saat ini TNI AU mengoperasikan pesawat tempur yang menggunakan teknologi barat dan timur, yaitu untuk blok Barat sendiri terdapat pesawat tempur F-16, Hawk 100/200, Hawk Mk-53 dan F-5, sedangkan untuk blok Timur TNI AU mengoperasikan pesawat tempur Su-27 dan Su-30.


Proses rencana penggantian pesawat Hawk Mk-53 terus bergulir dan sederet jenis pesawat pengganti Hawk Mk-53 pun mulai bermunculan diantaranya Alenia Aermacchi M-346, Yakovlev Yak 130 buatan Rusia, FTC2000 buatan China, Aero L-159 buatan Ceko, T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan dan deretan nama-nama lain yang dijadikan pertimbangan TNI AU sebagai bahan kajian. Namun sampai dengan pergantian KSAU dari Marsekal Herman Prayitno kepada Marsekal Subandrio yang dilantik sebagai KSAU pada 28 Desember 2007 pesawat yang dipilih sebagai pengganti Hawk Mk-53 belum juga diputuskan. Pada masa jabatan KSAU Soebandrio proses kajian pembelian pesawat pengganti Hawk Mk-53 terus berlangsung, namun sampai dengan jabatan beliau selaku KSAU diserah terimakan kepada pejabat KSAU baru yakni Marsekal Imam Sufaat yang resmi menjabat sebagai KSAU pada 12 November 2009 keputusan pengganti Hawk Mk-53 masih juga belum jelas.

Disela-sela suatu acara di Lanud Halim Perdana Kusuma pada Rabu (7/4/2010), KSAU Marsekal Imam Sufaat mengatakan bahwa TNI AU telah menyeleksi empat jenis pesawat sebagai pengganti Hawk Mk-53 dan keempatnya akan memasuki seleksi akhir sebelum penentuan final. Keempat tipe pesawat yang lolos ke seleksi tahap akhir adalah Yakovlev Yak 130 buatan Rusia, FTC2000 buatan China, Aero L-159 buatan Ceko dan yang terakhir tentu saja T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan. Masih dikesempatan yang sama, saat itu KSAU juga berharap pada akhir bulan sudah bisa ditentukan mana yang lebih dibutuhkan dari keeempat jenis pesawat tersebut. Angin segar kembali berhembus seolah membawa harapan baru bagi TNI AU khsususnya Skadron 15 untuk segera mendapatkan pengganti bagi Hawk Mk-53.

Mencari yang Terbaik

Yakovlev Yak 130 merupakan pesawat jet latih subsonik buatan Rusia yang mulai terbang perdana pada 26 April 1996, Yak 130 sendiri mempunyai 2 varian yakni advanced trainer dan light attack atau pesawat tempur ringan dimana perbedaan varian tersebut terlihat jelas pada seater atau tempat duduk, untuk varian Advanced Trainer pesawat dilengkapi dengan double seater/tempat duduk ganda, sedangkan untuk varian Light Attack hanya terdapat single seater/tempat duduk tunggal. Varian light attack memiliki bentuk hidung lebih pipih untuk menambah bidang pandang bagi pilot saat menukik untuk melepaskan roket atau bom. Namun demikian untuk varian Advanced Trainer apabila suwaktu-waktu dibutuhkan juga dapat berperan sebagai pesawat Light Attack. Saat ini tercatat Angkatan Udara Rusia sendiri mengoperasikan beberapa pesawat Yak 130, Angkatan Udara Algeria dan Angakatan Udara Belarusia.



go to part 2
0
9.1K
21
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan