Beberapa negara seperti Rusia dan Amerika Serikat (AS) mengikutsertakan ikan dan kecebong dalam pesawat luar angkasa. Kemudian diketahui, ikan dan kecebong itu berenangnya tidak membentuk garis lurus di ruang angkasa, melainkan melingkar (loop). Hal ini karena di ruang angkasa tidak ada gaya gravitasi mikro yang memandu naik-turun gerakan hewan ini di dalam air.

Anjing menjadi salah satu hewan yang dibawa ke luar angkasa, dengan menumpang pesawat Sputnik II pada 3 November 1957. Anjing jenis terrier yang dinamakan Laika ini ternyata mencatatkan sejarah karena merupakan hewan pertama yang dibawa ke luar angkasa.

Laika diberangkatkan dengan bekal oksigen yang cukup untuk 10 hari. Kondisi Laika diungkapkan Dimitri Malashenkov. Ilmuwan di balik misi Sputnik II pada Oktober 20012. Laika ternyata mati pada hari keempat karena ada bagian sirkuit yang mengalami overheat.

Namun demikian, dalam 4 hari di pesawat luar angkasa, Laika tampak mengalami gejala agresivitas, walaupun dia memakan makannya.

Untuk mengenang jasanya, Laika kini diabadikan dalam satu patung di Star City, Rusia, di depan pusat pelatihan kosmonaut.

Monyet juga menjadi sasaran penelitian di luar angkasa. Monyet rhesus bernama Able dan monyet bajing bernama Baker terbang di dalam hidung misil balistik jarang menengah. Mereka ternyata tak memiliki berat dan mampu bertahan pada kecepatan maksimal yang mencapai 16 ribu km per jam.

Able dan Baker kembali mendarat dengan selamat. Namun Able mati 4 hari kemudian dalam keadaan terbius saat akan mengeluarkan elektroda yang terinfeksi. Sementara Baker menghabiskan sisa hidupnya di Pusat Roket dan Ruang Luar Angkasa di Huntsville, Alabama, sebelum mati pada 1984. 

Monyet bajing juga digunakan pada percobaan misil balistik jarak menengah. Gordo, demikian nama monyet bajing ini berada di ujung hidung misil, yang ternyata gagal terpisah. Gordo menghilang dan kemudian ilmuwan mengetahui dari sensor data, bahwa Gordo masih hidup, beberapa menit setelah misil memasuki kawasan gravitasi nol.

Gordo juga masih hidup saat misil itu kembali ke Bumi dengan kecepatan 10 ribu mil per jam, dan ujung misil yang berisi Gordi tenggelam di Cape Canaveral, Florida.'

Terbaru, pada 28 Januari 2013, program luar angkasa Iran mengumumkan bahwa mereka juga berhasil mengirimkan monyet ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa bernama Pishgam kembali dengan membawa monyet itu hidup-hidup. Percobaan dengan monyet ini bukan pertama bagi Iran, karena sebelumnya tahun 2011, Iran meluncurkan monyet rhesus ke dalam roket Kavoshgar-5, kendati gagal dan tak diketahui hasilnya.

Simpanse bernama Ham ini mengorbit ke luar angkasa bersama roket Mercury Redstone pada 31 Januari 1961. Ham bisa bertahan pada roket yang mencapai ketinggian 253 km di atas Bumi. Saat penerbangan ke luar angkasa selama 16,5 menit, Ham tercatat mengalami keadaan tanpa berat selama 6,6 menit. 

Roket itu kemudian jatuh di Samudera Atlantik. Ham terlihat mengalami kelelahan dan dehidrasi, kendati pemeriksaan medis menyatakan Ham sehat-sehat saja. 

Setelah penerbangan itu Ham dirawat di Kebun Binatang Washington selama 10 tahun, sebelum dipindahkan ke North Carolina Zoological Park pada tahun 1980. Ham mati pada 17 Januari 1983, dan kerangkanya tetap disimpan untuk diteliti. 

Selain Ham, ada simpanse bernama Enos, simpanse pertama yang mencapai orbit Bumi. Enos mengikuti roket Mercury Atlas. Enos mati karena disentri 11 bulan kemudian.

Pada tahun 1963, program luar angkasa Prancis, berencana meluncurkan kucing bernama Felix ke luar angkasa. Namun sayang, kucing itu kabur sebelum program dijalankan. Akhirnya antariksawan Prancis harus mengirimkan kucing betina bernama Felicette

Laba-laba diikutsertakan pada misi penerbangan terakhir Apollo, Skylab 3 pada 28 Juli 1973. Dua laba-laba umum bernama Anita dan Arabella ini diteliti bagaimana mereka membuat jaring di luar angkasa. Laba-laba ini diawetkan dan dipamerkan di Museum Antariksa dan Angkasa Nasional milik yayasan Smithsonian.

Pada 1011, dua laba-laba yang dinamakan Gladys dan Esmeralda, diikutkan dalam pesawat ulang-alik Endeavor di Stasiun Ruang Angkasa Internasional. Laba-laba ini diteliti perilakunya dalam kondisi mikrogravitasi.

Pada tahun 1959, AS mengirimkan misil yang mengikutsertakan 2 katak. Namun sayangnya, dua katak itu hancur di luar angkasa. Pada 1970. AS kembali mengirimkan katak ke luar angkasa pada satelit Orbiting Otolith untuk mengetahui bagaimana katak mengalami mabuk di luar angkasa.

Pada tahun 2006, ilmuwan membawa 4 ribu cacing ke Stasiun Luar Angkasa Internasional untuk meneliti bagaimana mikrogravitasi berpengaruh pada tubuh lunak cacing.

Cacing ternyata mengalami kondisi tanpa berat dengan baik, beranak pinak hingga 12 generasi di ruang angkasa.