- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
organisasi rahasia kapas hitam do indonesia


TS
riantiii
organisasi rahasia kapas hitam do indonesia
Meski kalah
perang, Jepang tak mau
menyerah begitu saja. Untuk
menghadapi Sekutu, dibentuklah
sejumlah perkumpulan rahasia.
Anggota Kipas Hitam membantu
gerakan Dood alle Inlanders
(bunuh semua bangsa Indonesia).
Kipas Hitam
Setelah Jepang menyerah
terhadap Sekutu pada 14 Agustus
1945, Departemen Propaganda
(Sendenbu) di bawah pimpinan
Hitoshi Shimizu berusaha
melakukan perlawanan. Dia
mendirikan perkumpulan rahasia
Ular Hitam, berisi orang-orang
Indo-Belanda bermarkas di
Bogor; Chin Pan, menampung
orang-orang Tionghoa; dan yang
terpenting adalah Kipas Hitam.
“Kipas Hitam dibentuk untuk
mempersiapkan orang-orang
Indonesia melakukan perang
kemerdekaan di bawah bimbingan
Jepang,” tulis Joyce C. Lebra
dalam Tentara Gemblengan
Jepang.
Menurut Aiko Kurasawa dalam
Mobilisasi dan Kontrol, Shimizu
adalah seorang propagandis
profesional yang memulai
kariernya di China pada 1930-an.
Dia kembali ke Jepang pada 1940
dan bergabung dengan Persatuan
Pembantu Pemerintahan
Kekaisaran (Taisei Yokusankai),
organisasi massa bentukan
pemerintah Jepang, yang
kemudian menjadi model bagi
Jawa Hokokai. Dia juga
bergabung dengan Toa Remmei
(Federasi Asia Timur).
Shimizu, sebagai dikutip Lebra,
ingat, “Saya berafiliasi dengan
Toa Remmei di masa lalu, dan
saya punya gagasan untuk
mengembangkannya di Indonesia
sebuah gerakan spiritual populer
yang mencerahkan, yang bisa
disebut sebagai gerakan Asia.”
Shimizu sempat berhenti dan
bekerja di Biro Penerangan
Kabinet (Naikaku Johokyoku),
hingga ditarik oleh Angkatan
Darat ke-16 sebagai atase sipil
yang bertugas militer dan
bertanggungjawab atas
propaganda di Indonesia. Di
sinilah ide-idenya direalisasikan,
dengan membentuk organisasi-
organisasi massa yang akan
dimobilisasi untuk memberi
dukungan politik bagi kepentingan
perang Jepang.
Shimizu dekat dengan orang-
orang Indonesia, dari kalangan
pemuda maupun tokoh nasional
seperti Sukarno-Hatta. Dia
memberikan rumah di
Pegangsaan Timur 56 dan mobil
limusin Buick –kelak menjadi
mobil kepresidenan– untuk
Sukarno. Menjelang proklamasi,
dia membantu mencarikan kain
merah putih untuk bahan
Fatmawati membuat bendera.
Dia berperan dalam pembentukan
organisasi massa yang
menggerakkan dukungan politik
bagi Jepang: Gerakan Tiga-A
(Jepang Cahaya Asia, Jepang
Pelindung Asia, Jepang Pemimpin
Asia), Pusat Tenaga Rakyat, Jawa
Hokokai (Himpunan Kebaktian
Rakyat), dan Shuisintai (Barisan
Pelopor).
Dia juga mendirikan Asrama
Angkatan Muda di Menteng 31,
yang menyediakan tempat bagi
para pemuda untuk mendapatkan
pendidikan politik. Pembentukan
sejumlah perkumpulan rahasia
menjadi salah satu upaya
terakhirnya di tengah kekalahan
perang Jepang.
Kipas Hitam bukanlah khas
Indonesia. Menurut R-H. Barnes
dalam Fransiskus/Usman Buang
Duran: Catholic, Muslim, Comunist,
Kipas Hitam bersama Banteng
Hitam dan Naga Hitam merupakan
bagian dari Perkumpulan Naga
Hitam (Kokuryukai).
Perkumpulan Naga Hitam
merupakan kelompok
ultranasionalis paramiliter
Jepang yang dibentuk pada 1901
oleh Ryohei Uchida. Perkumpulan
ini menerbitkan jurnal dan
menggelar sekolah pelatihan
spionase, yang dikirim untuk
mengumpulkan informasi dari
Rusia, Manchuria, Korea, dan
China. Selain itu, organisasi ini
menekan para politisi Jepang
agar mengadopsi kebijakan luar
negeri yang kuat. Kokuryukai
mendukung Pan-Asianisme.
“Para anggota Perkumpulan Naga
Hitam melakukan aksi bersenjata,
provokasi dan pembunuhan guna
kepentingan rezim kekaisaran.
Terutama saat penaklukan
Manchuria (China), mereka
melakukan pembunuhan dan
propaganda yang aktif dan
efektif,” tulis Peter Schumacher
dalam Een Bende op Java.
Di Indonesia, suratkabar
Persatoean mengindikasikan
bahwa dana pembentukan Kipas
Hitam berasal dari “fonds
kemerdekaan” yang dikumpulkan
Jepang selama pendudukan.
Fonds ini dimaksudkan untuk
kegiatan pemuda, pendidikan, dan
bantuan bagi rakyat miskin.
“Yang harus bertanggung jawab
atas sebagian besar propaganda
ini ialah Hitoshi Shimizu,” tulis
Persatoean, 9 Mei 1946.
Tapi Shimizu tak bisa mengawal
perkumpulan rahasianya. Dia
keburu ditangkap Sekutu pada
akhir 1945. Dia diinterogasi di
Jakarta dan mengaku
bertanggung jawab atas
propaganda supaya penduduk
membeci segala bangsa berkulit
putih, terutama Belanda, “dan
menyusun gerakan rahasia yang
akan mampu bekerja atas
kemauan sendiri, bila Jepang
terpaksa menyerah sendiri, dia
mendirikan Kipas Hitam,” tulis
Soeloeh Ra’jat, 23 Agustus 1946.
Tanpa Shimizu, Kipas Hitam terus
berjalan. Keberadaannya bahkan
menarik perhatian banyak
pemuda, dan juga Sutan Sjahrir.
Dalam pamfletnya Perdjoengan
Kita, Sjahrir menulis betapa
perkumpulan rahasia Jepang,
termasuk Kipas Hitam, mulai
memberi pengaruh pada para
pemuda. “Meskipun secara lahir
para pemuda membenci Jepang,
namun jiwa mereka telah
terpengaruh oleh propaganda
Jepang, sehingga tingkah laku
dan cara berpikir mereka
mencontoh Jepang. Ini terlihat
dari kebencian mereka terhadap
bangsa-bangsa asing, terutama
Sekutu dan Belanda,” tulis
Sjahrir.
Alih-alih melawan Sekutu, Kipas
Hitam malah membuat kekacauan
di sejumlah tempat. Di
Bondowoso, misalnya, ditemukan
selebaran dan pamflet,
mengatasnamakan Kipas Hitam
dan Pedang Samurai, yang berisi
ancaman kepada polisi setempat.
“Pedang Samurai yang selama
perang hanya membuktikan
kekejaman terhadap penduduk
dan Kipas Hitam yang hanya
mengacau dan merusak harus
lenyap dari Indonesia,” tulis
Pelita Rakjat, 2 Juli 1948.
Anggota Kipas Hitam pun harus
berhadapan dengan para pemuda
republiken. Soeara Rakjat, 1
Oktober 1945, memberitakan
pemuda republiken menangkap
20 anggota Kipas Hitam di
stasiun kereta api dan menyita
sejumlah senjata. Penangkapan
dilakukan oleh para pemuda
kereta api, Barisan Pelopor,
polisi, dan lain-lain. Pemuda
kereta api juga menangkap
empat anggota lainnya di sebuah
terowongan kereta api dan
menyita uang sebesar f.50.000.
Di Surabaya, dilakukan razia,
terlebih tersiar kabar anggota
Kipas Hitam membantu gerakan
Dood alle Inlanders (bunuh
semua bangsa Indonesia).
Menurut Sutomo, para pemuda
dan anak kampung sering
memberhentikan mobil pembesar
Jepang. Setelah berhenti, mereka
memaksa penumpang turun, dan
menginterogasi apakah kenal
gerakan Kipas Hitam atau tidak.
Jika tak kenal, mereka boleh
melanjutkan perjalanan tapi
dengan berjalan kaki. Mobil disita.
“Alasan mencari kaki tangan
Kipas Hitam terus digunakan oleh
rakyat dan pemuda dalam usaha
menambah jumlah kendaraan
untuk Republik Indonesia,” kata
Sutomo dalam Pertempuran 10
November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor
Sejarah.
Gerakan Kipas Hitam perlahan
memudar.
Di kemudian hari, Shimizu tetap
menjalin kontak dengan
Indonesia. Dia membentuk
Asosiasi Kebudayaan Jepang-
Indonesia dan, setelah tahun
1964, berusaha menghubungkan
perkumpulan kebudayaannya
dengan Lembaga Persahabatan
Indonesia-Jepang, yang diketuai
Ratna Sari Dewi sejak Mei 1964.
Dia kembali mengadakan
pertemuan dengan sejumlah
tokoh yang pernah dia kenal di zaman Jepang pada 1977,
termasuk menemui Fatmawati
perang, Jepang tak mau
menyerah begitu saja. Untuk
menghadapi Sekutu, dibentuklah
sejumlah perkumpulan rahasia.
Anggota Kipas Hitam membantu
gerakan Dood alle Inlanders
(bunuh semua bangsa Indonesia).
Kipas Hitam
Setelah Jepang menyerah
terhadap Sekutu pada 14 Agustus
1945, Departemen Propaganda
(Sendenbu) di bawah pimpinan
Hitoshi Shimizu berusaha
melakukan perlawanan. Dia
mendirikan perkumpulan rahasia
Ular Hitam, berisi orang-orang
Indo-Belanda bermarkas di
Bogor; Chin Pan, menampung
orang-orang Tionghoa; dan yang
terpenting adalah Kipas Hitam.
“Kipas Hitam dibentuk untuk
mempersiapkan orang-orang
Indonesia melakukan perang
kemerdekaan di bawah bimbingan
Jepang,” tulis Joyce C. Lebra
dalam Tentara Gemblengan
Jepang.
Menurut Aiko Kurasawa dalam
Mobilisasi dan Kontrol, Shimizu
adalah seorang propagandis
profesional yang memulai
kariernya di China pada 1930-an.
Dia kembali ke Jepang pada 1940
dan bergabung dengan Persatuan
Pembantu Pemerintahan
Kekaisaran (Taisei Yokusankai),
organisasi massa bentukan
pemerintah Jepang, yang
kemudian menjadi model bagi
Jawa Hokokai. Dia juga
bergabung dengan Toa Remmei
(Federasi Asia Timur).
Shimizu, sebagai dikutip Lebra,
ingat, “Saya berafiliasi dengan
Toa Remmei di masa lalu, dan
saya punya gagasan untuk
mengembangkannya di Indonesia
sebuah gerakan spiritual populer
yang mencerahkan, yang bisa
disebut sebagai gerakan Asia.”
Shimizu sempat berhenti dan
bekerja di Biro Penerangan
Kabinet (Naikaku Johokyoku),
hingga ditarik oleh Angkatan
Darat ke-16 sebagai atase sipil
yang bertugas militer dan
bertanggungjawab atas
propaganda di Indonesia. Di
sinilah ide-idenya direalisasikan,
dengan membentuk organisasi-
organisasi massa yang akan
dimobilisasi untuk memberi
dukungan politik bagi kepentingan
perang Jepang.
Shimizu dekat dengan orang-
orang Indonesia, dari kalangan
pemuda maupun tokoh nasional
seperti Sukarno-Hatta. Dia
memberikan rumah di
Pegangsaan Timur 56 dan mobil
limusin Buick –kelak menjadi
mobil kepresidenan– untuk
Sukarno. Menjelang proklamasi,
dia membantu mencarikan kain
merah putih untuk bahan
Fatmawati membuat bendera.
Dia berperan dalam pembentukan
organisasi massa yang
menggerakkan dukungan politik
bagi Jepang: Gerakan Tiga-A
(Jepang Cahaya Asia, Jepang
Pelindung Asia, Jepang Pemimpin
Asia), Pusat Tenaga Rakyat, Jawa
Hokokai (Himpunan Kebaktian
Rakyat), dan Shuisintai (Barisan
Pelopor).
Dia juga mendirikan Asrama
Angkatan Muda di Menteng 31,
yang menyediakan tempat bagi
para pemuda untuk mendapatkan
pendidikan politik. Pembentukan
sejumlah perkumpulan rahasia
menjadi salah satu upaya
terakhirnya di tengah kekalahan
perang Jepang.
Kipas Hitam bukanlah khas
Indonesia. Menurut R-H. Barnes
dalam Fransiskus/Usman Buang
Duran: Catholic, Muslim, Comunist,
Kipas Hitam bersama Banteng
Hitam dan Naga Hitam merupakan
bagian dari Perkumpulan Naga
Hitam (Kokuryukai).
Perkumpulan Naga Hitam
merupakan kelompok
ultranasionalis paramiliter
Jepang yang dibentuk pada 1901
oleh Ryohei Uchida. Perkumpulan
ini menerbitkan jurnal dan
menggelar sekolah pelatihan
spionase, yang dikirim untuk
mengumpulkan informasi dari
Rusia, Manchuria, Korea, dan
China. Selain itu, organisasi ini
menekan para politisi Jepang
agar mengadopsi kebijakan luar
negeri yang kuat. Kokuryukai
mendukung Pan-Asianisme.
“Para anggota Perkumpulan Naga
Hitam melakukan aksi bersenjata,
provokasi dan pembunuhan guna
kepentingan rezim kekaisaran.
Terutama saat penaklukan
Manchuria (China), mereka
melakukan pembunuhan dan
propaganda yang aktif dan
efektif,” tulis Peter Schumacher
dalam Een Bende op Java.
Di Indonesia, suratkabar
Persatoean mengindikasikan
bahwa dana pembentukan Kipas
Hitam berasal dari “fonds
kemerdekaan” yang dikumpulkan
Jepang selama pendudukan.
Fonds ini dimaksudkan untuk
kegiatan pemuda, pendidikan, dan
bantuan bagi rakyat miskin.
“Yang harus bertanggung jawab
atas sebagian besar propaganda
ini ialah Hitoshi Shimizu,” tulis
Persatoean, 9 Mei 1946.
Tapi Shimizu tak bisa mengawal
perkumpulan rahasianya. Dia
keburu ditangkap Sekutu pada
akhir 1945. Dia diinterogasi di
Jakarta dan mengaku
bertanggung jawab atas
propaganda supaya penduduk
membeci segala bangsa berkulit
putih, terutama Belanda, “dan
menyusun gerakan rahasia yang
akan mampu bekerja atas
kemauan sendiri, bila Jepang
terpaksa menyerah sendiri, dia
mendirikan Kipas Hitam,” tulis
Soeloeh Ra’jat, 23 Agustus 1946.
Tanpa Shimizu, Kipas Hitam terus
berjalan. Keberadaannya bahkan
menarik perhatian banyak
pemuda, dan juga Sutan Sjahrir.
Dalam pamfletnya Perdjoengan
Kita, Sjahrir menulis betapa
perkumpulan rahasia Jepang,
termasuk Kipas Hitam, mulai
memberi pengaruh pada para
pemuda. “Meskipun secara lahir
para pemuda membenci Jepang,
namun jiwa mereka telah
terpengaruh oleh propaganda
Jepang, sehingga tingkah laku
dan cara berpikir mereka
mencontoh Jepang. Ini terlihat
dari kebencian mereka terhadap
bangsa-bangsa asing, terutama
Sekutu dan Belanda,” tulis
Sjahrir.
Alih-alih melawan Sekutu, Kipas
Hitam malah membuat kekacauan
di sejumlah tempat. Di
Bondowoso, misalnya, ditemukan
selebaran dan pamflet,
mengatasnamakan Kipas Hitam
dan Pedang Samurai, yang berisi
ancaman kepada polisi setempat.
“Pedang Samurai yang selama
perang hanya membuktikan
kekejaman terhadap penduduk
dan Kipas Hitam yang hanya
mengacau dan merusak harus
lenyap dari Indonesia,” tulis
Pelita Rakjat, 2 Juli 1948.
Anggota Kipas Hitam pun harus
berhadapan dengan para pemuda
republiken. Soeara Rakjat, 1
Oktober 1945, memberitakan
pemuda republiken menangkap
20 anggota Kipas Hitam di
stasiun kereta api dan menyita
sejumlah senjata. Penangkapan
dilakukan oleh para pemuda
kereta api, Barisan Pelopor,
polisi, dan lain-lain. Pemuda
kereta api juga menangkap
empat anggota lainnya di sebuah
terowongan kereta api dan
menyita uang sebesar f.50.000.
Di Surabaya, dilakukan razia,
terlebih tersiar kabar anggota
Kipas Hitam membantu gerakan
Dood alle Inlanders (bunuh
semua bangsa Indonesia).
Menurut Sutomo, para pemuda
dan anak kampung sering
memberhentikan mobil pembesar
Jepang. Setelah berhenti, mereka
memaksa penumpang turun, dan
menginterogasi apakah kenal
gerakan Kipas Hitam atau tidak.
Jika tak kenal, mereka boleh
melanjutkan perjalanan tapi
dengan berjalan kaki. Mobil disita.
“Alasan mencari kaki tangan
Kipas Hitam terus digunakan oleh
rakyat dan pemuda dalam usaha
menambah jumlah kendaraan
untuk Republik Indonesia,” kata
Sutomo dalam Pertempuran 10
November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor
Sejarah.
Gerakan Kipas Hitam perlahan
memudar.
Di kemudian hari, Shimizu tetap
menjalin kontak dengan
Indonesia. Dia membentuk
Asosiasi Kebudayaan Jepang-
Indonesia dan, setelah tahun
1964, berusaha menghubungkan
perkumpulan kebudayaannya
dengan Lembaga Persahabatan
Indonesia-Jepang, yang diketuai
Ratna Sari Dewi sejak Mei 1964.
Dia kembali mengadakan
pertemuan dengan sejumlah
tokoh yang pernah dia kenal di zaman Jepang pada 1977,
termasuk menemui Fatmawati
Diubah oleh riantiii 02-02-2013 23:27
0
3.5K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan