- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
HADITS TENTANG KORUPSI TERBUKTI DI ZAMAN SEKARANG
TS
ecol7
HADITS TENTANG KORUPSI TERBUKTI DI ZAMAN SEKARANG
Hadis Riwayat al-Bukhari Pada Kitab al-Aiman :
PENJELASAN :
Semoga para Koruptor sadar... Amin.
Semoga bermanfaat gan...
Spoiler for HADITS:
حد ثنا ابو اليما ن اخبرنا شعيب عن الزهرى قال اخبر نى عروة عن ابى حميد السا عدى انه اخبره ا ن رسول الله صلىالله عليه وسلم استعمل عاملا فجاءه العامل حين فرغ من عمله فقال يا رسول الله هذا لكم وهذا اهدى لى فقال له افلا قعد ت فى بيت ا بيك وا مك فنظرت ا يهدى لك ام لا ثم قام رسول الله صلى الله عليه وسلم عشية بعد الصلاة فتشهد واثنى على الله بماهو اهله ثم قال اما بعد- فما بال العا مل نستعمله فياء تينا فيقول هذا من عملكم وهذا اهدى لى افلا قعد فى بيت ابيه وا مه فنظر هل يهدى له ام لا فوالذى نفسى محمد بيده لا يغل احد كم منها شياء الا جاء به يوم القيما مة يحمله على عنقه ان كا ن بعيرا جاء به له رغاء وان كانت بقرة جاء بها لها خوار وان كا نت شا ة جاء بها تيعر فقد بلغت فقال ابو حميد ثم رفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يده حتى ا نا لننظر الى عفرة ابطيه قال ابو حميد وقد سمع ذلك معى زيد بن ثا بت من النبى صلى الله عليه وسلم فسلوه-
Terjemahnya:
Abu al-Yaman menceritakan kepada kami, Syu’aib memberitakan kepada kami, dari al-Zuhriy dia berkata : ‘Urwah memberitakan kepadaku, dari Abi Humaid al-Saidiy, dia telah memberitakannya, sesungguhnya Rasulullah Saw. mengangkat seorang amil (pegawai) untuk menerima sedekah/zakat. Kemudian setelah selesai dari pekerjaannya dia datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata: Ini untukmu dan yang ini hadiah yang di berikan orang kepadaku. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Mengapakah anda tidak duduk saja di rumah bapak atau ibumu untuk melihat apakah di beri hadiah atau tidak. Kemudian sesudah shalat Rasulullah Saw. berdiri setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya lalu bersabda: Amma ba’du, mengapakah seorang ‘amil yang di serahi mengurus pekerjaannya, kemudian ia datang lalu berkata, ini hasil untuk kamu dan ini aku di beri hadiyah, mengapa ia tidak duduk-duduk saja di rumah bapak atau ibunya untuk mengetahui apakah di beri hadiah atau tidak. Demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu untuk di ambil hasilnya (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat nanti memikul di atas lehernya, jika berupa onta akan bersuara, jika berupa lembu akan menguak, dan jika berupa kambing akan mengembik. Maka sungguh aku telah menyampaikan ; Abu Humaid berkata: Kemudian Rasulullah Saw. mengangkat kedua tangannya, hingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya. Berkata pula Abu Humaid, sungguh hal itu telah mendengar bersamaku Zaid ibn Sabit dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
Terjemahnya:
Abu al-Yaman menceritakan kepada kami, Syu’aib memberitakan kepada kami, dari al-Zuhriy dia berkata : ‘Urwah memberitakan kepadaku, dari Abi Humaid al-Saidiy, dia telah memberitakannya, sesungguhnya Rasulullah Saw. mengangkat seorang amil (pegawai) untuk menerima sedekah/zakat. Kemudian setelah selesai dari pekerjaannya dia datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata: Ini untukmu dan yang ini hadiah yang di berikan orang kepadaku. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Mengapakah anda tidak duduk saja di rumah bapak atau ibumu untuk melihat apakah di beri hadiah atau tidak. Kemudian sesudah shalat Rasulullah Saw. berdiri setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya lalu bersabda: Amma ba’du, mengapakah seorang ‘amil yang di serahi mengurus pekerjaannya, kemudian ia datang lalu berkata, ini hasil untuk kamu dan ini aku di beri hadiyah, mengapa ia tidak duduk-duduk saja di rumah bapak atau ibunya untuk mengetahui apakah di beri hadiah atau tidak. Demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu untuk di ambil hasilnya (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat nanti memikul di atas lehernya, jika berupa onta akan bersuara, jika berupa lembu akan menguak, dan jika berupa kambing akan mengembik. Maka sungguh aku telah menyampaikan ; Abu Humaid berkata: Kemudian Rasulullah Saw. mengangkat kedua tangannya, hingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya. Berkata pula Abu Humaid, sungguh hal itu telah mendengar bersamaku Zaid ibn Sabit dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
PENJELASAN :
Spoiler for BACA:
Makna Hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya nanti pada hari Kiamat.
Ketika kata-kata ancaman tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini merupakan satu diantara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas dengan suatu pekerjaan, hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh mengambilnya.
Syarah Hadits
Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda :
“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)”
Asy-Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi).
Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.
Hukum Syari’at Tentang Korupsi
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (Al-Qur’an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu ..” [Ali-Imran : 161]
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu…” Ibnu Katsir mengatakan, “Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras”
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara yang batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 188]
Juga firman-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil..’ [An-Nisa : 29]
Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, diantaranya hadits dari Adiy bin Amirah Radhiyallahu ‘anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu ‘anhu diatas.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya nanti pada hari Kiamat.
Ketika kata-kata ancaman tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini merupakan satu diantara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas dengan suatu pekerjaan, hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh mengambilnya.
Syarah Hadits
Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda :
“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)”
Asy-Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi).
Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.
Hukum Syari’at Tentang Korupsi
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (Al-Qur’an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu ..” [Ali-Imran : 161]
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu…” Ibnu Katsir mengatakan, “Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras”
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara yang batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 188]
Juga firman-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil..’ [An-Nisa : 29]
Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, diantaranya hadits dari Adiy bin Amirah Radhiyallahu ‘anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu ‘anhu diatas.
Semoga para Koruptor sadar... Amin.
Semoga bermanfaat gan...
0
4.7K
Kutip
6
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan