Ketika Rakyat dan Pimpinan Jual Beli Kekuasaan




Hari Ini Pilkada di Gelar Ditempat Ane

Shubuh belum habis waktunya.. terdengar suara ketokan di pintu rumah. Siapa gerangan?? Yg jelas bukan tim dari acara "Tok Tok Wow". Ibu lalu membuka pintu.. ternyata ada seorang bapak2, tetangga kami yang datang di waktu pagi masih begitu gelapnya Terdengar suara lirih "Ini untuk satu wuwung, ini sangu dari Pak X, tolong dipilih ya". Wuwung adalah istilah jawa untuk kerangka atap rumah yang berupa gelondongan kayu, satu wuwung maksudnya satu atap rumah. Selang kemudian Ibu menghampiri aku yg baru aja login Kaskus, sambil menunjukkan sebuah kertas hijau bertuliskan Rp. 20.000,-. sambil bilang "si pak B td ngasih sangu biar nyoblos calon pak X dipilihan nanti".


Yah itulah dia... serangan fajar di kala fajar belum menyingsing, atau lebih tepatnya serangan shubuh. Kader-kader calon bupati 'blusukan' dipagi buta dari rumah ke rumah seperti aksi Robin Hood. Uang antara 20.000 atau lebih 'dipaksakan' untuk diterima dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, yaitu cobloslah Pak X. Ya kami cuma bisa nerima uang tersebut, ndak bisa menolak secara frontal, karena penolakan terhadap Robin Hood tersebut dapat mengakibatkan keluarga kami dihujani panah-panah permusuhan, aplg Robin Hood yg blusukan membawa segepok uang kertas Rp. 20.000,- berasal dari keluarga tokoh masyarakat di kampung.

"Taruh aja bu, ndak usah dipakai. Disimpen, jangan digunakan, ntar disumbangin kalau ada kegiatan spt pembangunan jalan, pokoknya jangan dipakai, apalagi jadi makanan masuk perut" pesan aku ke Ibu.

Inilah realita dikehidupan sebagian dari masyarakat Indonesia. Rakyat menghujat pempimpin dengan 1001 sumpah serapah hingga kutukan, jika menemukan kasus pemimpinnya yang makan uang suap, menyuap atau korupsi. "Dasar tikus, dasar koruptor, pemakan uang rakyat, penipu janji palsu, dan sumpah serapah lainnya". Tapi ketika uang suap sebagai bentuk money politic datang kepada mereka.. maka dengan senyuman dan keramahan, banyak yang akkhirnya 'tumbang' menggadaikan prinsip dan kata hati untuk uang senominal Rp. 20.000,- yang akan berdampak untuk tingkah polah seorang pemimpin daerah selama 5 tahun kedepan.

"Anda Jual, Kami Beli. Wani Piro..?"



Selentingan-selentingan seperti "Kalau gak ada sangunya, ya gak sudi nyoblos aku", acap kali terdengar di hari-hari menjelang Pilkada. Siapa yang 'memberikan penawaran' tertinggi, itulah yang akan mendapatkan suara. Masa bodoh latar belakang, visi misi, profil dan sepak terjang dari calon pemimpin daerah yang akan dipilih.. yang penting prinsip "wani piro" dapat memberi keuntungan bagi mereka.



Birokrasi Sulap Menyulap Bim Salabim Abrakadabra sungguh menjamur bak jamur di musim kimpoi. Mau jadi PNS skr bnyk yg menyuap, mau jadi aparat jg banyak yg nyuap. Pemimpin dan birokrasinya yg doyan disuap. Ketika birokrat dan pemimpin ingin naek level ke jabatan yg lebih tinggi.. ganti pemimpin yang menyuap.
Alamaaaaakkkkk.... Simbiosis Mutualisme yang menggoda! Ketika pemimpin dan rakyat doyan saling sogok-sogokan..

Rakyat: "Pak saya anda saya sogok yah.. enak lho pak disogok, pasti ntar menikmati dan ketagihan."
Pemimpin: "Bisa diatur. Entar gantian saya yg bakal nyogok anda. Pasti anda jg bakal ketagihan."

Lalu sekian tahun kemudian... ditangkap KPK, dan masuk bui krn keenakan dan kebablasan cari balik modal.

Para Napi: "Selamat datang bapak Koruptor!! Disini giliran kami yang akan menyogok anda rame2."



Sebuah realita yang mudah kita temukan di sekitar kita, ketika pemimpin mengemis amanah dan rakyat menjual suara. Semoga Indonesia akan lebih baik di era anak cucu kita.. Amin.





Bahan Materi Penulisan: