- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Cheetah di Ujung tanduk


TS
fathuraza
Cheetah di Ujung tanduk
SEMOGA THREAD ANE JADI 

Spoiler for Gambar:

Spoiler for GAMBAR:

Spoiler for gambar:

Kucing besar yang terancam di dunia ini merupakan penyintas paling cerdas.
Quote:
Kerumunan itu bersiap sedia. Jari-jemari semakin erat mencengkeram teropong. Lensa kamera difokuskan. Tidak kurang dari 11 bus safari berkanopi, penuh turis berpakaian cerah dan lensa panjang, berkumpul di dekat pohon akasia tunggal di Taman Nasional Serengeti Tanzania.
Selama setengah jam sebelumnya, seekor induk cheetah bernama Etta duduk berteduh bersama empat anaknya yang masih kecil, mengincar kawanan antelop Thomson yang muncul di busut di dekatnya. Sekarang dia bangun dan bergerak, mengitari kawanan dengan gaya tak acuh. Tetapi, tidak ada yang teperdaya, apalagi kawanan rusa yang menatap gugup ke arahnya.
Tiba-tiba salah seorang pemandu berteriak, saat kawanan rusa kabur menjauh dan Etta sang cheetah tiba-tiba berlari kencang. Gerakan satwa ramping itu terlalu cepat untuk diikuti mata, berkelebat melintasi rumput seperti peluru.
Drama ini selesai dalam hitungan detik, berakhir dengan kepulan debu dan cekikan pada leher anak rusa yang malang. Saat Etta menyeret bangkai rusa itu, anak-anaknya bermunculan dari semak, siap makan besar. Beberapa detik kemudian bus-bus safari pun menyusul tiba, para sopir berebut untuk mendapatkan sudut kamera terbaik bagi para penumpangnya.
Cheetah kini menempati tempat unik dalam imajinasi manusia. Selain statusnya sebagai satwa liar, makhluk yang cantik, eksotis, secepat mobil sport, dan terkenal jinak ini juga merupakan bintang media, pujaan pembuat film dan iklan di seluruh dunia.
Coba masukkan “gambar” dan “cheetah” ke bilah pencarian peramban internet, akan muncul hasil lebih dari 10 juta—mulai dari foto busana, iklan mobil mentereng, sampai foto cheetah peliharaan di kursi belakang Mercedes konvertibel.
Meluasnya budaya pop ini bisa menimbulkan kesan bahwa nasib cheetah di alam bebas sebaik satwa ini dalam gambaran media. Tidak demikian keadaannya. Malah, cheetah merupakan kucing besar yang paling terancam di dunia, sangat langka dan kian bertambah langka.
Beberapa abad yang lalu cheetah berkeliaran dari anak benua India hingga tepi Laut Merah dan di sebagian besar Afrika. Namun, sekalipun bisa berlari kencang, makhluk ini tidak bisa menyelamatkan diri dari serbuan manusia. Saat ini, cheetah Asia—subspesies anggun yang dulu menjadi peliharaan di istana kerajaan India, Persia, dan Arab—nyaris punah.
Di Afrika, jumlah cheetah anjlok lebih dari 90 persen selama abad ke-20, saat petani, peternak, dan penggembala menggebah satwa ini dari habitatnya, pemburu menembaknya demi kesenangan, sementara anaknya ditangkap secara ilegal untuk dijual sebagai hewan peliharaan eksotis berharga mahal. Saat ini terdapat kurang dari 10.000 cheetah yang masih bertahan hidup di alam liar.
Selama setengah jam sebelumnya, seekor induk cheetah bernama Etta duduk berteduh bersama empat anaknya yang masih kecil, mengincar kawanan antelop Thomson yang muncul di busut di dekatnya. Sekarang dia bangun dan bergerak, mengitari kawanan dengan gaya tak acuh. Tetapi, tidak ada yang teperdaya, apalagi kawanan rusa yang menatap gugup ke arahnya.
Tiba-tiba salah seorang pemandu berteriak, saat kawanan rusa kabur menjauh dan Etta sang cheetah tiba-tiba berlari kencang. Gerakan satwa ramping itu terlalu cepat untuk diikuti mata, berkelebat melintasi rumput seperti peluru.
Drama ini selesai dalam hitungan detik, berakhir dengan kepulan debu dan cekikan pada leher anak rusa yang malang. Saat Etta menyeret bangkai rusa itu, anak-anaknya bermunculan dari semak, siap makan besar. Beberapa detik kemudian bus-bus safari pun menyusul tiba, para sopir berebut untuk mendapatkan sudut kamera terbaik bagi para penumpangnya.
Cheetah kini menempati tempat unik dalam imajinasi manusia. Selain statusnya sebagai satwa liar, makhluk yang cantik, eksotis, secepat mobil sport, dan terkenal jinak ini juga merupakan bintang media, pujaan pembuat film dan iklan di seluruh dunia.
Coba masukkan “gambar” dan “cheetah” ke bilah pencarian peramban internet, akan muncul hasil lebih dari 10 juta—mulai dari foto busana, iklan mobil mentereng, sampai foto cheetah peliharaan di kursi belakang Mercedes konvertibel.
Meluasnya budaya pop ini bisa menimbulkan kesan bahwa nasib cheetah di alam bebas sebaik satwa ini dalam gambaran media. Tidak demikian keadaannya. Malah, cheetah merupakan kucing besar yang paling terancam di dunia, sangat langka dan kian bertambah langka.
Beberapa abad yang lalu cheetah berkeliaran dari anak benua India hingga tepi Laut Merah dan di sebagian besar Afrika. Namun, sekalipun bisa berlari kencang, makhluk ini tidak bisa menyelamatkan diri dari serbuan manusia. Saat ini, cheetah Asia—subspesies anggun yang dulu menjadi peliharaan di istana kerajaan India, Persia, dan Arab—nyaris punah.
Di Afrika, jumlah cheetah anjlok lebih dari 90 persen selama abad ke-20, saat petani, peternak, dan penggembala menggebah satwa ini dari habitatnya, pemburu menembaknya demi kesenangan, sementara anaknya ditangkap secara ilegal untuk dijual sebagai hewan peliharaan eksotis berharga mahal. Saat ini terdapat kurang dari 10.000 cheetah yang masih bertahan hidup di alam liar.
Quote:
Bahkan di taman margasatwa Afrika sekalipun, cheetah mengalami tekanan yang berat. Satwa pemalu, bertubuh ramping, dan satu-satunya kucing besar yang tidak bisa mengaum ini terdesak oleh singa, yang jauh lebih besar baik badan maupun jumlahnya.
Misalnya di Taman Nasional Serengeti Tanzania dan Suaka Margasatwa Masai Mara di Kenya yang berdekatan. Secara keseluruhan, dua suaka itu dihuni lebih dari 3.000 singa, sekitar 1.000 macan tutul, dan hanya 300 cheetah.
Meskipun terkenal, pamor cheetah dalam pariwisata juga masih kalah oleh singa. “Cheetah biasanya baru dicari orang pada safari keduanya,” kata sang pemandu Eliyahu Eliyahu. “Pertama kali datang, semua ingin melihat singa. Masalahnya, jika terdapat populasi singa yang besar, cheetah sulit berkembang.”
Jika ada yang merasa bahwa cheetah sangat berbeda, itu karena memang demikian adanya. Satwa ini bukan saja berbeda spesies dengan kucing besar lainnya, tetapi juga berbeda genus, genus yang hanya memiliki satu anggota: dia sendiri.
Nama genusnya, Acinonyx, berasal dari bahasa Yunani yang berarti “duri” atau “cakar” dan mengacu pada cakar cheetah yang dapat ditarik sebagian, ciri khas yang tidak ditemui pada keluarga kucing lainnya. Tidak seperti singa dan macan tutul—yang cakarnya dapat ditarik penuh, dipakai untuk merobek daging dan memanjat pohon—cakar cheetah seperti paku pada sepatu lari.
Fungsinya pun serupa: untuk jejak yang mantap dan akselerasi cepat. Semua yang dimiliki cheetah dirancang untuk kecepatan—untuk mencapai kecepatan tinggi dalam sekejap mata. Jika cheetah diadu dengan Lamborghini di jalan bebas hambatan, keduanya berpeluang sama untuk lebih dahulu menembus batas kecepatan.
Dari keadaan diam, keduanya dapat mencapai kecepatan 100 km/jam dalam waktu kurang dari tiga detik, namun cheetah dapat mencapai 70 km/jam dalam beberapa langkah pertama. Dan langkahnya pun luar biasa. Berkat tulang belakangnya yang lentur dan panjang, serta kakinya yang gesit, cheetah bisa melesat melebihi 7,5 meter sekali lompat.
Sekali saja seorang atlet bisa melompat sejauh itu—setelah berlari kencang—dijamin lolos ke Olimpiade. Sementara cheetah pada kecepatan puncaknya dapat melakukan lompatan seperti itu hingga empat kali setiap detik.
Kemampuan super seperti itu memberi cheetah aura gaib di zaman kuno. Orang Mesir merupakan yang pertama menjadikannya hewan peliharaan dan mengabadikannya dalam gambar di makam dan kuil, hampir 4.000 tahun yang lalu. Di India, Iran, dan Arab, berburu dengan membawa cheetah—atau “macan tutul pemburu”, demikian sebutannya—menjadi olah raga yang sangat populer di kalangan bangsawan.
Misalnya di Taman Nasional Serengeti Tanzania dan Suaka Margasatwa Masai Mara di Kenya yang berdekatan. Secara keseluruhan, dua suaka itu dihuni lebih dari 3.000 singa, sekitar 1.000 macan tutul, dan hanya 300 cheetah.
Meskipun terkenal, pamor cheetah dalam pariwisata juga masih kalah oleh singa. “Cheetah biasanya baru dicari orang pada safari keduanya,” kata sang pemandu Eliyahu Eliyahu. “Pertama kali datang, semua ingin melihat singa. Masalahnya, jika terdapat populasi singa yang besar, cheetah sulit berkembang.”
Jika ada yang merasa bahwa cheetah sangat berbeda, itu karena memang demikian adanya. Satwa ini bukan saja berbeda spesies dengan kucing besar lainnya, tetapi juga berbeda genus, genus yang hanya memiliki satu anggota: dia sendiri.
Nama genusnya, Acinonyx, berasal dari bahasa Yunani yang berarti “duri” atau “cakar” dan mengacu pada cakar cheetah yang dapat ditarik sebagian, ciri khas yang tidak ditemui pada keluarga kucing lainnya. Tidak seperti singa dan macan tutul—yang cakarnya dapat ditarik penuh, dipakai untuk merobek daging dan memanjat pohon—cakar cheetah seperti paku pada sepatu lari.
Fungsinya pun serupa: untuk jejak yang mantap dan akselerasi cepat. Semua yang dimiliki cheetah dirancang untuk kecepatan—untuk mencapai kecepatan tinggi dalam sekejap mata. Jika cheetah diadu dengan Lamborghini di jalan bebas hambatan, keduanya berpeluang sama untuk lebih dahulu menembus batas kecepatan.
Dari keadaan diam, keduanya dapat mencapai kecepatan 100 km/jam dalam waktu kurang dari tiga detik, namun cheetah dapat mencapai 70 km/jam dalam beberapa langkah pertama. Dan langkahnya pun luar biasa. Berkat tulang belakangnya yang lentur dan panjang, serta kakinya yang gesit, cheetah bisa melesat melebihi 7,5 meter sekali lompat.
Sekali saja seorang atlet bisa melompat sejauh itu—setelah berlari kencang—dijamin lolos ke Olimpiade. Sementara cheetah pada kecepatan puncaknya dapat melakukan lompatan seperti itu hingga empat kali setiap detik.
Kemampuan super seperti itu memberi cheetah aura gaib di zaman kuno. Orang Mesir merupakan yang pertama menjadikannya hewan peliharaan dan mengabadikannya dalam gambar di makam dan kuil, hampir 4.000 tahun yang lalu. Di India, Iran, dan Arab, berburu dengan membawa cheetah—atau “macan tutul pemburu”, demikian sebutannya—menjadi olah raga yang sangat populer di kalangan bangsawan.
Quote:
Dalam istana sultan Mughal, cheetah menjadi tema lukisan, permadani, dongeng, dan syair. Cheetah kesayangan sultan berhias kalung permata dan menjadi bintang dalam arak-arakan kerajaan. Cheetah tetap populer di Arab Saudi dan negara-negara Teluk.
Di sana, anakannya berharga hampir seratus juta rupiah. “Para anak muda kaya membeli cheetah dan mobil sport demi gengsi,” kata Mordecai Ogada, ahli biologi margasatwa Kenya yang meneliti hubungan antara cheetah dan manusia serta perdagangan margasatwa. “Ini khas OKB zaman sekarang.”
Di tempat seperti Uni Emirat Arab, tidak ada ketentuan yang pasti mengenai cheetah. “Impor dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” kata Ogada, “tapi begitu tiba di sana, diperdagangkan secara terbuka. Cheetah selundupan dapat dengan mudah ‘dicuci’ dan dibuat seolah-olah hasil penangkaran legal. Sulit untuk menentukan asal-usulnya kecuali kita melakukan analisis genetik dan mengenalinya sebagai anggota subspesies endemik daerah tertentu.”
Banyaknya cheetah liar yang diperdagangkan tidak diketahui dengan pasti, tetapi ada bukti bahwa perdagangan anak cheetah liar merupakan bisnis besar. Bahkan pencarian sepintas di internet memunculkan banyak tawaran anak cheetah dari “peternak” di tempat-tempat seperti Dubai.
Banyak penyelundup cheetah yang ditangkap tahun lalu di Tanzania dan Kenya, dan kabarnya penjualan anak cheetah meruyak hingga ke Kamerun. “Saya menduga masalah ini lebih besar daripada perkiraan kita,” kata Yeneneh Teka, kepala Direktorat Perlindungan dan Pengembangan Suaka Margasatwa Etiopia.
“Melibatkan banyak uang, dan seperti penyelundup narkoba dan senjata, pihak yang menyelundupkan satwa liar juga memiliki jaringan kuat.”
Tahun lalu, pemerintah Etiopia melakukan tindakan keras terhadap penyelundupan satwa liar dan membentuk program pelatihan bagi penjaga perbatasan dan petugas bea cukai. Pengetatan hukum ini membuahkan hasil ketika petugas mencegat kiriman anak cheetah yang akan diselundupkan ke Somalia.
“Saat penjaga perbatasan sedang memeriksa dokumen truk, mereka mendengar suara menggaruk yang berasal dari jeriken yang seharusnya penuh bensin,” kata Teka. “Ketika dibuka, di dalamnya ditemukan lima ekor bayi cheetah nan mungil dalam kondisi yang sangat menyedihkan.” Salah satu anak cheetah itu kemudian mati.
Empat lainnya, setelah dirawat berminggu-minggu, dibawa ke cagar alam yang dikelola Born Free Foundation satu jam di utara Addis Ababa, tempat hewan ini hidup sampai akhir hayatnya. Meskipun ini akhir yang bahagia bagi keempat anak cheetah itu, tetap saja kerugian bagi spesiesnya.
Di sana, anakannya berharga hampir seratus juta rupiah. “Para anak muda kaya membeli cheetah dan mobil sport demi gengsi,” kata Mordecai Ogada, ahli biologi margasatwa Kenya yang meneliti hubungan antara cheetah dan manusia serta perdagangan margasatwa. “Ini khas OKB zaman sekarang.”
Di tempat seperti Uni Emirat Arab, tidak ada ketentuan yang pasti mengenai cheetah. “Impor dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” kata Ogada, “tapi begitu tiba di sana, diperdagangkan secara terbuka. Cheetah selundupan dapat dengan mudah ‘dicuci’ dan dibuat seolah-olah hasil penangkaran legal. Sulit untuk menentukan asal-usulnya kecuali kita melakukan analisis genetik dan mengenalinya sebagai anggota subspesies endemik daerah tertentu.”
Banyaknya cheetah liar yang diperdagangkan tidak diketahui dengan pasti, tetapi ada bukti bahwa perdagangan anak cheetah liar merupakan bisnis besar. Bahkan pencarian sepintas di internet memunculkan banyak tawaran anak cheetah dari “peternak” di tempat-tempat seperti Dubai.
Banyak penyelundup cheetah yang ditangkap tahun lalu di Tanzania dan Kenya, dan kabarnya penjualan anak cheetah meruyak hingga ke Kamerun. “Saya menduga masalah ini lebih besar daripada perkiraan kita,” kata Yeneneh Teka, kepala Direktorat Perlindungan dan Pengembangan Suaka Margasatwa Etiopia.
“Melibatkan banyak uang, dan seperti penyelundup narkoba dan senjata, pihak yang menyelundupkan satwa liar juga memiliki jaringan kuat.”
Tahun lalu, pemerintah Etiopia melakukan tindakan keras terhadap penyelundupan satwa liar dan membentuk program pelatihan bagi penjaga perbatasan dan petugas bea cukai. Pengetatan hukum ini membuahkan hasil ketika petugas mencegat kiriman anak cheetah yang akan diselundupkan ke Somalia.
“Saat penjaga perbatasan sedang memeriksa dokumen truk, mereka mendengar suara menggaruk yang berasal dari jeriken yang seharusnya penuh bensin,” kata Teka. “Ketika dibuka, di dalamnya ditemukan lima ekor bayi cheetah nan mungil dalam kondisi yang sangat menyedihkan.” Salah satu anak cheetah itu kemudian mati.
Empat lainnya, setelah dirawat berminggu-minggu, dibawa ke cagar alam yang dikelola Born Free Foundation satu jam di utara Addis Ababa, tempat hewan ini hidup sampai akhir hayatnya. Meskipun ini akhir yang bahagia bagi keempat anak cheetah itu, tetap saja kerugian bagi spesiesnya.
0
2.8K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan