- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Angklung Indonesia Tampil di Hari Australia


TS
kangunjan
Angklung Indonesia Tampil di Hari Australia
Quote:
Kelompok Adelaide Indonesia Angklung muncul di pusat perbelanjaan terbesar di kota Adelaide, Rundle Mall.
Quote:
ADELAIDE, KOMPAS.com - Memperingati hari Australia 2013, masyarakat Indonesia di Adelaide ikut tampil memeriahkan acara. Hari Senin (28/1/2013), kelompok Adelaide Indonesia Angklung muncul di pusat perbelanjaan terbesar di kota Adelaide, Rundle Mall, sementara pada hari Sabtu (26/1/2013), kelompok masyarakat Indonesia dengan pakaian tradisional dari berbagai daerah ikut ambil bagian dalam parade tahunan.
Di Rundle, dihadapan ratusan penonton, kelompok angklung yang dipimpin oleh Ferry Chandra memainkan 6 lagu, campuran lagu-lagu terkenal baik di dunia, Australia maupun di Indonesia. Lagu yang ditampilkan oleh kelompok angklung yang berjumlah 10 pemain tersebut adalah Amazing Grace, Waltzing Mathilda, Neng Geulis, I am Australian, La Paloma, dan It's Now or Never.
Menurut laporan koresponden Kompas di Adelaide, L. Sastra Wijaya, perayaan Hari Australia di Rundle Mall memang dimaksudkan untuk menarik pengunjung karena untuk pertama kalinya di tahun 2013, pusat perbelanjaan ini dibuka untuk umum bertepatan dengan hari libur, Hari Australia.
Pertunjukan yang ditampilkan beragam guna menampilkan wajah Australia yang memang multibudaya. Selain dari angklung, ada juga tarian dari Yunani, gendang dari Afrika, pertunjukkan musik tradisional Digeridoo yang dimainkan oleh artis asal Timor Barat, Oscar Arbanu, yang didampingi oleh penari dari Yunani dan Australia.
Menurut Ferry Chandra, seorang warga Indonesia yang sudah lama menetap di Adelaide, grup angklung ini didirikan di tahun 2011, sebagai wujud kecintaannya atas instrumen musik asal Jawa Barat tersebut. Ferry mendatangkan sendiri satu perangkat lengkap angklung tersebut yang dibelinya dari perusahaan pembuat angklung Sawung Ujo, seharga Rp 60 juta.
"Sebagian orang beranggapan angklung merupakan gaya musik murahan. Bagi saya, sama sekali tidak. Angklung layak dipertahankan dan diperkenalkan ke seluruh dunia." kata Ferry.
Sejak terbentuk di Adelaide, kelompok ini pada awalnya tampil di kegiatan amal ataupun di acara gereja. Namun, menurut Ferry, karena semakin dikenal, mereka mulai banyak tampil di kalangan lebih luas, seperti di Rundle Mall, dimana mereka mendapatkan bayaran sekitar 200 dolar untuk penampilan mereka.
Yang juga unik adalah para anggota angklung ini sebagian besar adalah para warga lanjut usia yang tinggal di Adelaide. Dipimpin oleh Ferry Chandra, mereka yang tampil di Rundle Mall adalah Yenny Chandra, Ursula Suharto, Ratna Sulistyowati, Rita Kinge, Ina Kusumaningrum, Agnes Nugroho, Ani Be, Siang Moebus dan Suharto.
Sementara itu hari Sabtu, masyarakat Indonesia tergabung dalam komunitas Indonesia Adelaide ikut dalam pawai tahunan Hari Australia di jantung kota Adelaide. Mereka menggunakan pakaian tradisional antara lain dari Tapanuli dan juga reog Ponorogo, dan daerah lainnya. Di tahun 2012, perwakilan masyarakat Indonesia ini mendapatkan gelar sebagai peserta dengan kostum terbaik.
Di Rundle, dihadapan ratusan penonton, kelompok angklung yang dipimpin oleh Ferry Chandra memainkan 6 lagu, campuran lagu-lagu terkenal baik di dunia, Australia maupun di Indonesia. Lagu yang ditampilkan oleh kelompok angklung yang berjumlah 10 pemain tersebut adalah Amazing Grace, Waltzing Mathilda, Neng Geulis, I am Australian, La Paloma, dan It's Now or Never.
Menurut laporan koresponden Kompas di Adelaide, L. Sastra Wijaya, perayaan Hari Australia di Rundle Mall memang dimaksudkan untuk menarik pengunjung karena untuk pertama kalinya di tahun 2013, pusat perbelanjaan ini dibuka untuk umum bertepatan dengan hari libur, Hari Australia.
Pertunjukan yang ditampilkan beragam guna menampilkan wajah Australia yang memang multibudaya. Selain dari angklung, ada juga tarian dari Yunani, gendang dari Afrika, pertunjukkan musik tradisional Digeridoo yang dimainkan oleh artis asal Timor Barat, Oscar Arbanu, yang didampingi oleh penari dari Yunani dan Australia.
Menurut Ferry Chandra, seorang warga Indonesia yang sudah lama menetap di Adelaide, grup angklung ini didirikan di tahun 2011, sebagai wujud kecintaannya atas instrumen musik asal Jawa Barat tersebut. Ferry mendatangkan sendiri satu perangkat lengkap angklung tersebut yang dibelinya dari perusahaan pembuat angklung Sawung Ujo, seharga Rp 60 juta.
"Sebagian orang beranggapan angklung merupakan gaya musik murahan. Bagi saya, sama sekali tidak. Angklung layak dipertahankan dan diperkenalkan ke seluruh dunia." kata Ferry.
Sejak terbentuk di Adelaide, kelompok ini pada awalnya tampil di kegiatan amal ataupun di acara gereja. Namun, menurut Ferry, karena semakin dikenal, mereka mulai banyak tampil di kalangan lebih luas, seperti di Rundle Mall, dimana mereka mendapatkan bayaran sekitar 200 dolar untuk penampilan mereka.
Yang juga unik adalah para anggota angklung ini sebagian besar adalah para warga lanjut usia yang tinggal di Adelaide. Dipimpin oleh Ferry Chandra, mereka yang tampil di Rundle Mall adalah Yenny Chandra, Ursula Suharto, Ratna Sulistyowati, Rita Kinge, Ina Kusumaningrum, Agnes Nugroho, Ani Be, Siang Moebus dan Suharto.
Sementara itu hari Sabtu, masyarakat Indonesia tergabung dalam komunitas Indonesia Adelaide ikut dalam pawai tahunan Hari Australia di jantung kota Adelaide. Mereka menggunakan pakaian tradisional antara lain dari Tapanuli dan juga reog Ponorogo, dan daerah lainnya. Di tahun 2012, perwakilan masyarakat Indonesia ini mendapatkan gelar sebagai peserta dengan kostum terbaik.
waah..bangganya jd Indonesia
banyak di undang negara-negara tetangga


0
2K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan