Bismillaah.
Gan, selamat datang di thread ane.
Pada thread kali ini, TS ingin share tentang pendapat atau lebih tepat renungan ane.
TEMA thread ini adalah Tukang Becak dan Handphone InsyaAllah ga repost, ini renungan dan pengalaman pribadi ane.
Langsung saja, gan.
Quote:
Spoiler for gambar 1:
Ane berasal dari kota kecil di ujung barat dari provinsi Jawa Timur. Kota ini sering dinamakan Ngawi. Katanya berasal dari kata Awiyang berarti Bambu (mungkin dahulu banyak sekali bambu). Kota yang lebih tua dari Ibu Kota, Jakarta, ( kalau ga salah umurnya Ngawi udah 600an tahun lebih) ini adalah tanah yang paling menyimpan banyak kenangan buat ane gan. (ya iyalah ya..tanah kelahiran gitu).. Penduduknya ramah, gaya bicara dan tingkah lakunya lebih cenderung meniru gaya daerah Solo, Jogja, dan sekitarnya. Penduduknya beragam, ada yang pendatang dan ada yang asli lahir di Ngawi. Mata pencahariannya juga beragam, ada yang ngantor, ada yang dagang, ada yang petani, dan ada yang tukang becak, dan tentunya masih banyak pekerjaan lain. Yang ane soroti kali ini adalah mereka para tukang becak gan.
Ane sejak tahun 2010 sering sekali pergi keluar kota, gan. Maklum sekarang sudah gedhe (udah lulus SMA), jadi mulai cari bekal buat hidup mandiri, cari bekal agar ga lagi tergantung dari ortu. Ke Surabaya, Ke Malang, dan akhirnya ane kost di Bandung. Dengan seringnya ane keluar kota, maka otomatis ane memerlukan jasa transportasi agar badan ane tidak terlalu payah..
Ane ke Bandung naik kereta ekonomi. Lumayan irit gan , dari Ngawi – Bandung hanya 38ribu. Begitupun ketika ane balik ke Ngawi.
Spoiler for gambar 2:
Ketika ane pulang ke Ngawi, ane turun di stasiun kereta api di Kecamatan Paron, naik bus jurusan Kecamatan Ngawi, lalu ane naik becak untuk sampai di rumah. Dulunya ane kagak mau yang namanya naik becak, ada hape kok, sms saja kakak atau siapa minta tolong agar dijemput. Hemat uang, dan tentunya lebih cepat, lebih aman, dsb. Akan tetapi, dewasa ini, ane dinasehati oleh bapak ane gan. “ Le, numpak becak wae. Mesakne tukang becak, kalah karo sms.. Nek kabeh sms, trus sapa sing numpak becak ? ”
Artinya. “ Nak, naik becak saja. Kasihan tukang becak, kalah dengan sms.. Kalau semua sms, trus siapa yang naik becak ? “
Entah gan, ane kalau diberi nasehat orang tua itu rasanya selalu pingin nangis, seolah begitu dalam untukku. Mulai waktu itu, aku berpikir. Ada orang lain yang bekerja, mencari nafkah, tidak tentu berapa uang yang akan dia dapat dalam sehari, seperti tukang becak. Kalau ga ada yang naik becak, lantas mereka akan pulang bawa apa ? Kalau semua minta dijemput, dengan apa tukang becak beli beras untuk dimasak ? Ya walaupun rezeki itu sudah diatur gan. Ane yakin bahwa rezeki itu sudah diatur. Tapi ane merasa sangat berguna jika rezeki itu sampai kepada para tukang becak atas sebabku. Jadi mulai dari sekarang, ane akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak minta jemputan lah, dsb. Ane lebih milih pakai jasa mereka. Lagi pula naik becak itu memiliki sensasi tersendiri, kita bisa santai melihat jalanan yang dilewati, dihembus angin semilir, lebih santai dengan lajunya yang tak kencang tapi hanya perlahan, dan yang paling penting bagi ane adalah di Bandung jarang bgt ada tukang becak jadi bisa buat nostalgia masa kecil (ya iyalah, ane tinggal di Dago yang jalannya naik turun, tukang becak bisa pingsan kalau genjot terus)
Spoiler for gambar 3:
Bagaimana dengan agan ?
Sekian, kalau ada yang salah jangan dibatagan, kalau ada manfaatnya, syukur alhamdulillaah..