Kaskus

Entertainment

mr.cipunxsAvatar border
TS
mr.cipunxs
Banjir Jakarta, Siapa yang Salah?
Banjir Jakarta, Siapa yang Salah?

Lagi-lagi Jakarta banjir, lagi-lagi Jakarta luber. Laporan dari beberapa stasiun TV mengabarkan siaga kesekian dari pintu air Katulampa. Sebagian warga yang rumahnya “langganan” diterjang banjir sudah mulai menunjukkan kesiapannya mengangkat-angkat perabotan rumah ke tempat yang lebih tinggi. Sebagian lagi menikmati macetnya jalanan ibu kota, yang lebih tersendat dari biasanya karena genangan air di beberapa ruas jalan. Miris.
Kenapa miris? Ya, ini adalah pemandangan yang sudah tidak asing, sudah sering terjadi. Bukan lagi fenomena baru, melainkan peristiwa rutin yang muncul setiap kali hujan deras. Musim hujan memang tidak bisa disalahkan, semua datangnya dari Tuhan. Musim hujan tidak patut juga dibenci, bayangkan, bila musim hujan tidak datang menggantikan musim kemarau, apakah bumi tidak menjadi kekeringan? Karena hujan juga merupakan rezeki, yang patut kita syukuri keberadaannya. Ya, meskipun sesekali hujan mengganggu mobilitas kita, terutama yang datangnya di pagi hari.

Sang gubernur baru mengatakan bahwa upaya pengatasan banjir di daerah ibu kota ini tidak bisa langsung sekali tuntas pelaksanaannya. Butuh beberapa tahap yang panjang dan memakan beberapa tahun. Tapi saya percaya, Jokowi sudah mengatur semuanya dengan baik, tahap demi tahap, strategi demi strategi. Permasalahannya ada di para penyebar kebijakan pemerintah yang bertugas mensosialisasikan paradigma-paradigma baru kepada masyarakat. Siapkah mereka?

Melihat berbagai sudut jalanan Ibu kota, produktivitas pembangunan gedung-gedung bertingkat yang menjulang ke langit, perumahan-perumahan “anti banjir”, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Perlukah ini terus menerus dibangun dengan konsep yang sama? Sebaiknya tidak. Mengapa tidak terpikir bagi para penyedia jasa pembangunan untuk membangun Taman luas yang ada mall-nya? Bukan Mall yang ada tamannya. Jakarta tidak butuh apapun tentang pembangunannya, Jakarta hanya butuh ruang terbuka hijau. Bayangkan, dari luas Jakarta yang terbagi menjadi 5 kotamadya ini mungkin hanya bisa dihitung dengan jari jumlah pusat wisata dengan ruang terbuka hijau. Sebut saja, Taman Suropati, Menteng, yang terkenal itu.

Melihat air yang tergenang setiap kali hujan turun dengan deras, ditambah isu banjir “lima tahunan” yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya yang disebut-sebut karena pintu air sudah tidak kuat lagi menampung debit air yang sangat besar, apakah salah jika masyarakat yang peduli lingkungan menyuarakan STOP PEMBANGUNAN?

Jangan melulu ambil ruang terbuka hijau untuk dibangun menjadi gedung-gedung yang pada akhirnya akan menutup drainase yang baik. Bayangkan saja, contoh sederhananya, ada sebuah tanah kosong/lapangan terbuka yang seharusnya menjadi daerah resapan air ketika hujan. Namun ketika ruang terbuka tersebut dibangun menjadi sebuah gedung perkantoran ataupun perumahan, bukan hal yang tidak mungkin daerah pemukiman di sekelilingnya menjadi banjir karena tidak adanya lagi daerah resapan air yang tersedia.

Ditambah lagi, kebiasaan masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Meskipun beberapa lembaga sudah mensosialisasikan hal-hal baik yang membangkitkan kesadaran masyarakat akan lingkungan, namun pada kenyataannya sangat miris bila melihat banyaknya tumpukan sampah di aliran sungai. Beberapa kali laporan berita di TV juga memperlihatkan adanya sampah-sampah yang menyumbat pintu air sehingga membuat debit air yang deras tidak mengalir dengan lancar dan menyebabkan kebanjiran.

Intinya, semua kembali kepada diri kita sendiri. Jadilah contoh yang baik kepada orang-orang di sekeliling kita. Memang semuanya itu dimulai dari hal yang kecil, dan butuh kesabaran pada setiap tahapnya. Selalu dukung gerakan pemerintah yang baik, terutama yang mencintai lingkungan. Karena alam butuh disayangi, alam butuh diperhatikan supaya tidak terjadi kesenjangan-kesenjangan seperti banjir yang terjadi di setiap musim hujan. Jadi, siapa yang salah? Tidak ada. Jakarta hanya butuh perubahan melalui pola pikir masyarakatnya, bukan hanya pemerintahannya. Jakarta hanya butuh perubahan melalui sikap masyarakat terhadap lingkungannya, bukan hanya sistem yang diam di tempat saja. Jadi, dimulai dari mana? Jawabannya : DARI DIRI KITA SENDIRI!
SUMBER
ane hanya sekedar share gan klo ada yg tersinggung jgn di emoticon-Bata (S) emoticon-Blue Guy Peace
0
3.9K
30
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan