TS
kaniaR
apakah orang islam boleh memelihara anjing?
tadi lagi browsing dapet artikel ini yang mnurut gw bagus buat mnmbah wawasan
maaf kalo
Well, saya menulis artikel ini karena banyak sekali pesan-pesan yang tertuju pada saya baik lisan, atau tulisandi facebook mengenai anjingbanyak orang-orang muslim yang menunjukan antipatinya terhadap binatang berhati mulia ini, anjing. Ya kenapa? Ada yang bilang anjing itu haram, betul kalau itu dagingnya kita makan. Ada yang bilang liurnya najis, ya najis kan bisa dibersihkan toh? liur anjing diberi hukuman najis ketika menjilat bejana bukan menjilat anggota tubuh ataupun bukan menjilat pakaian dll, dan itu ada dalam hadist.
Dalam Al-Qur’an surat Al-An’am berbunyi :
Wamaa min daabbatin fii l-ardhi walaa thaa-irin yathiiru bijanaahayhi illaa umamun amtsaalukum maa farrathnaa fii lkitaabi min syay-in tsumma ilaa rabbihim yuhsyaruun
[6:38] Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-Qur’an surat Al An’am ayat 38)
ALLAH juga seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat Al An’am ayat 38 tsb
Lalu ada lagi pembahasan mengenai liur anjing. Seperti yang saya sebutkan tadi diatas pada awal tulisan ini, liur anjing dihukumi najis ketika menjilat wadah / Bejana, nih dalilnya :
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَراتٍ أُولاَهُن بِالترَابِ
“Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” (HR. Muslim no. 279)
Dalam hadist lain dikatakan...
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ
“Apabila anjing menjilat (bejana).” (HR. Muslim no. 279)
Ada hadist lain mengatakan hal yang serupa...
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَراتٍ وَعَفرُوهُ الثامِنَةَ فِى الترَابِ
“Jika anjing menjilat (walagho) di salah satu bejana kalian, cucilah sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan dengan tanah (debu)” (HR. Muslim no. 280).
Penjelasannya menurut saya adalah, Rasulullah SAW mengajarkan pada kita bagaimana tata cara kita sebagai mahluk yang mulia dalam berinteraksi dengan anjing. Anjing ya anjing, tidak boleh dia makan dari wadah/bejana milik kita, apapun binatang tersebut saya kira sangat tidak baik jika binatang makan/minum dari wadah/bejana yang kita gunakan sehari-hari
Well, Kita boleh kok memakan hasil buruan anjing. Gak haram walaupun anjing menggunakan mulutnya untuk berburu. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 4 dimana surat tersebut berbunyi :
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu [399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu [400], dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya) [401]. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.
Hal tersebut diperkuat lagi dengan bunyi hadist Rasulullah SAW :
Hadits Muslim 3562
Jika kamu melepas anjing buruanmu setelah menyebut nama Allah, maka makanlah buruan tersebut, selagi anjing buruanmu tak memakannya. Dan telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah berkata; & telah mengabarkan kepadaku, Syu'bah dari Abdullah bin Abu As Safar berkata; saya telah mendengar Asy Sya'bi berkata; saya mendengar dari 'Adi bin Hatim berkata; saya bertanya kepada Rasulullah tentang mi'radl, lalu menyebutkan sama di atas. Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Nafi' Al 'Abdi telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami.
Lalu mengenai bulu anjing yang basah yang katanya dihukumi najis ketika kita bersentuhan dengan bulu anjing yang basah, apabila bulu anjing yang basah dan mengenai pakaian seseorang, maka tidak ada kewajiban baginya untuk bersuci sebagaimana hal ini adalah pendapat mayoritas pakar fiqih yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.
Dinyatakan demikian karena hukum asal segala sesuatu adalah suci. Tidak boleh seseorang menajiskan atau mengharamkan sesuatu kecuali jika terdapat dalil yang mendukungnya karena Allah Ta’ala berfirman,:
وَقَدْ فَصلَ لَكُمْ مَا حَرمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. Al An’am [6] : 119)
Agama Islam adalah agama kasih sayang, perdamaian dan humanis. Oleh sebab itu, maka syari'at islam memiliki tujuan tujuan (maqosid as-syari'ah) yang harus dijaga dan dipenuhi. Tujuan tujuan itu adalah:
Menjaga agama (hifzu al-dien)
Menjaga akal (hifzu al-aqlu)
Menjaga kehidupan (hifzu al-nafs)
Menjaga generasi (hifzu al-nasl)
Menjaga kehormatan (hifzu al-'irdh)
Tujuan-tujuan inilah yang menjadi barometer di dalam hukum halal, haram, makruh (dibenci), dan mubah (boleh) dan lain-lain. Sehingga bila ada perbuatan yang akibatnya dapat merusak salah satu tujuan dari 5 tujuan tersebut, maka hukumnya haram. Contoh: meminum minuman keras atau 'ngedrugs' itu hukumnya jelas haram. Alasannya, perbuatan itu bisa merusak akal, yang mana ini sangat bertentangan dengan tujuan syari'at yang nomor dua yaitu penjagaan akal (hifzu al-'aql). Begitu juga sebaliknya.
Dalam hadist mengenai hukum najisnya liur anjing jika menjilat bejana Pertama: Kata “إِذَا” (jika) merupakan kata bantu dalam kalimat syarat. Yang bisa dipahami dari kalimat ini adalah jika anjing minum dari bejana atau menjilat, maka hendaklah bejana tersebut dicuci 7 kali. Selain dari meminum atau menjilat tidaklah disebutkan dalam hadits di atas, maka tidak wajib mencuci tujuh kali.
Seandainya anjing tersebut hanya meletakkan tangannya di bejana atau mencelupkan tangan di air dan tidak meminumnya, maka tidak wajib mencuci bejana tersebut tujuh kali. Karena syariba (meminum) adalah dengan menghirup air dan walagho (menjilat) adalah dengan memasukkan lidah ke dalam air. Termasuk pula jika air liur anjing jatuh di sesuatu yang bukan zat cair, tidak pula diwajibkan mencuci tujuh kali.
Kedua: Mencuci bejana tujuh kali di atas hanya berlaku untuk anjing saja, tidak untuk babi atau binatang lainnya. Tidak berlaku qiyas dalam hal ini karena kita sendiri tidak diberitahukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kenapa bejana harus dicuci ketika dijilat anjing.
Ketiga: Wajib mencuci bejana seperti piring, gelas, dan ember yang telah dijilat anjing dan pencuciannya sebanyak tujuh kali. Karena dalam hadits di atas digunakan kata perintah “فَلْيَغْسِلْهُ”, yang bermakna “cucilah”, bermakna wajib. Inilah yang menjadi pendapat jumhur ulama, yaitu Syafi’iyah, Hambali dan Hanafiyah.
Keempat: Dalam hadits di atas disebutkan “أُولاَهُن بِالترَابِ”, yang awal dengan tanah. Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan “إِحْدَاهُن بِالترَابِ”, salah satunya dengan tanah. Pada riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah disebutkan “أُولاَهُن أَوْ أُخْرَاهُن بِالترَابِ”, yang awal atau terakhir dengan tanah. Syaikhuna –guru kami- Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syitsri menyatakan, “Pernyataan hadits dengan pertama atau kedua, itu bukanlah keharusan, hanya pilihan. Karena jika ada lafazh mutlak yang di tempat lain disebutkan dua sifat berbeda (yaitu disebut pertama atau terakhir), maka lafazh tersebut tidak terkait dengan dua sifat tersebut. …. Jadi boleh saja pencucian dengan tanah itu dilakukan di awal, atau pada pencucian kedua, atau terakhir.”
Kelima: Dalam riwayat lain disebutkan “وَعَفرُوهُ الثامِنَةَ فِى الترَابِ”, cucilah sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan dengan tanah (debu). Yang dimaksud di sini adalah salah satu cucian bisa dengan campuran tanah dan air. Jika kita pisah campuran tersebut, maka jadinya tanah dan air itu sendiri-sendiri. Sehingga jadi delapan cucian, padahal yang ada hanyalah tujuh.
Keenam: Apakah pencucian di sini hanya dibatasi dengan turob atau debu? Ulama Hambali menyatakan boleh menggunakan sabun atau shampoo sebab tujuannya untuk membersihkan dan sabun semisal dengan debu bahkan lebih bersih nantinya dari debu. Sedangkan ulama lainnya berpendapat hanya boleh dengan debu atau tanah karena tidak diketahui ‘illah (sebab) mengapa dengan tanah.
Ketujuh: Kita tahu di sini bahwa anjing menjilat bejana yang ada airnya. Dan kita diperintahkan untuk mencuci bejana tersebut dan itu berarti airnya dibuang. Di sini dapat dipahami bahwa air tersebut sudah tidak suci lagi. Padahal jilatan anjing belum tentu merubah keadaan air walau itu sedikit. Namun tetap mesti dibuang. Menurut Syaikh Asy Syitsri, hal ini berlaku untuk masalah jilatan anjing saja. Sedangkan untuk masalah lainnya jika ada najis yang jatuh pada air yang sedikit –kurang dari dua qullah (200 liter)-, maka tidak berlaku demikian. Namun dikembalikan kepada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, Ahmad. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 478). Artinya, jika air itu –sedikit atau banyak- berubah rasa, bau atau warnanya karena najis, barulah air tersebut dihukumi najis. Jika tidak, maka tetap suci.
Jadi apa yang menghalangi umat muslim untuk memelihara anjing? Semua sudah ada faktanya, sudah kita lihat kebenarannya dari dalil-dalil yang ada. Anjing boleh koq dipelihara dengan suatu keperluan. Bisa sebagai anjing penjaga (guard dog) sebagai alarm anti maling karena anjing tidur tidak senyenyak manusia. Dia akan bereaksi jika ada sesuatu yang asing masuk ke rumah kita/teritorialnya.
Sumber : http://moslemdogloverrezairmansyah.b...l#comment-form
kalo berkenan
ga nerima
maaf kalo
Spoiler for buka:
Well, saya menulis artikel ini karena banyak sekali pesan-pesan yang tertuju pada saya baik lisan, atau tulisandi facebook mengenai anjingbanyak orang-orang muslim yang menunjukan antipatinya terhadap binatang berhati mulia ini, anjing. Ya kenapa? Ada yang bilang anjing itu haram, betul kalau itu dagingnya kita makan. Ada yang bilang liurnya najis, ya najis kan bisa dibersihkan toh? liur anjing diberi hukuman najis ketika menjilat bejana bukan menjilat anggota tubuh ataupun bukan menjilat pakaian dll, dan itu ada dalam hadist.
Dalam Al-Qur’an surat Al-An’am berbunyi :
Wamaa min daabbatin fii l-ardhi walaa thaa-irin yathiiru bijanaahayhi illaa umamun amtsaalukum maa farrathnaa fii lkitaabi min syay-in tsumma ilaa rabbihim yuhsyaruun
[6:38] Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-Qur’an surat Al An’am ayat 38)
ALLAH juga seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat Al An’am ayat 38 tsb
Lalu ada lagi pembahasan mengenai liur anjing. Seperti yang saya sebutkan tadi diatas pada awal tulisan ini, liur anjing dihukumi najis ketika menjilat wadah / Bejana, nih dalilnya :
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَراتٍ أُولاَهُن بِالترَابِ
“Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” (HR. Muslim no. 279)
Dalam hadist lain dikatakan...
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ
“Apabila anjing menjilat (bejana).” (HR. Muslim no. 279)
Ada hadist lain mengatakan hal yang serupa...
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَراتٍ وَعَفرُوهُ الثامِنَةَ فِى الترَابِ
“Jika anjing menjilat (walagho) di salah satu bejana kalian, cucilah sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan dengan tanah (debu)” (HR. Muslim no. 280).
Penjelasannya menurut saya adalah, Rasulullah SAW mengajarkan pada kita bagaimana tata cara kita sebagai mahluk yang mulia dalam berinteraksi dengan anjing. Anjing ya anjing, tidak boleh dia makan dari wadah/bejana milik kita, apapun binatang tersebut saya kira sangat tidak baik jika binatang makan/minum dari wadah/bejana yang kita gunakan sehari-hari
Well, Kita boleh kok memakan hasil buruan anjing. Gak haram walaupun anjing menggunakan mulutnya untuk berburu. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 4 dimana surat tersebut berbunyi :
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu [399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu [400], dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya) [401]. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.
Hal tersebut diperkuat lagi dengan bunyi hadist Rasulullah SAW :
Hadits Muslim 3562
Jika kamu melepas anjing buruanmu setelah menyebut nama Allah, maka makanlah buruan tersebut, selagi anjing buruanmu tak memakannya. Dan telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah berkata; & telah mengabarkan kepadaku, Syu'bah dari Abdullah bin Abu As Safar berkata; saya telah mendengar Asy Sya'bi berkata; saya mendengar dari 'Adi bin Hatim berkata; saya bertanya kepada Rasulullah tentang mi'radl, lalu menyebutkan sama di atas. Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Nafi' Al 'Abdi telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami.
Lalu mengenai bulu anjing yang basah yang katanya dihukumi najis ketika kita bersentuhan dengan bulu anjing yang basah, apabila bulu anjing yang basah dan mengenai pakaian seseorang, maka tidak ada kewajiban baginya untuk bersuci sebagaimana hal ini adalah pendapat mayoritas pakar fiqih yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.
Dinyatakan demikian karena hukum asal segala sesuatu adalah suci. Tidak boleh seseorang menajiskan atau mengharamkan sesuatu kecuali jika terdapat dalil yang mendukungnya karena Allah Ta’ala berfirman,:
وَقَدْ فَصلَ لَكُمْ مَا حَرمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. Al An’am [6] : 119)
Agama Islam adalah agama kasih sayang, perdamaian dan humanis. Oleh sebab itu, maka syari'at islam memiliki tujuan tujuan (maqosid as-syari'ah) yang harus dijaga dan dipenuhi. Tujuan tujuan itu adalah:
Menjaga agama (hifzu al-dien)
Menjaga akal (hifzu al-aqlu)
Menjaga kehidupan (hifzu al-nafs)
Menjaga generasi (hifzu al-nasl)
Menjaga kehormatan (hifzu al-'irdh)
Tujuan-tujuan inilah yang menjadi barometer di dalam hukum halal, haram, makruh (dibenci), dan mubah (boleh) dan lain-lain. Sehingga bila ada perbuatan yang akibatnya dapat merusak salah satu tujuan dari 5 tujuan tersebut, maka hukumnya haram. Contoh: meminum minuman keras atau 'ngedrugs' itu hukumnya jelas haram. Alasannya, perbuatan itu bisa merusak akal, yang mana ini sangat bertentangan dengan tujuan syari'at yang nomor dua yaitu penjagaan akal (hifzu al-'aql). Begitu juga sebaliknya.
Dalam hadist mengenai hukum najisnya liur anjing jika menjilat bejana Pertama: Kata “إِذَا” (jika) merupakan kata bantu dalam kalimat syarat. Yang bisa dipahami dari kalimat ini adalah jika anjing minum dari bejana atau menjilat, maka hendaklah bejana tersebut dicuci 7 kali. Selain dari meminum atau menjilat tidaklah disebutkan dalam hadits di atas, maka tidak wajib mencuci tujuh kali.
Seandainya anjing tersebut hanya meletakkan tangannya di bejana atau mencelupkan tangan di air dan tidak meminumnya, maka tidak wajib mencuci bejana tersebut tujuh kali. Karena syariba (meminum) adalah dengan menghirup air dan walagho (menjilat) adalah dengan memasukkan lidah ke dalam air. Termasuk pula jika air liur anjing jatuh di sesuatu yang bukan zat cair, tidak pula diwajibkan mencuci tujuh kali.
Kedua: Mencuci bejana tujuh kali di atas hanya berlaku untuk anjing saja, tidak untuk babi atau binatang lainnya. Tidak berlaku qiyas dalam hal ini karena kita sendiri tidak diberitahukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kenapa bejana harus dicuci ketika dijilat anjing.
Ketiga: Wajib mencuci bejana seperti piring, gelas, dan ember yang telah dijilat anjing dan pencuciannya sebanyak tujuh kali. Karena dalam hadits di atas digunakan kata perintah “فَلْيَغْسِلْهُ”, yang bermakna “cucilah”, bermakna wajib. Inilah yang menjadi pendapat jumhur ulama, yaitu Syafi’iyah, Hambali dan Hanafiyah.
Keempat: Dalam hadits di atas disebutkan “أُولاَهُن بِالترَابِ”, yang awal dengan tanah. Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan “إِحْدَاهُن بِالترَابِ”, salah satunya dengan tanah. Pada riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah disebutkan “أُولاَهُن أَوْ أُخْرَاهُن بِالترَابِ”, yang awal atau terakhir dengan tanah. Syaikhuna –guru kami- Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syitsri menyatakan, “Pernyataan hadits dengan pertama atau kedua, itu bukanlah keharusan, hanya pilihan. Karena jika ada lafazh mutlak yang di tempat lain disebutkan dua sifat berbeda (yaitu disebut pertama atau terakhir), maka lafazh tersebut tidak terkait dengan dua sifat tersebut. …. Jadi boleh saja pencucian dengan tanah itu dilakukan di awal, atau pada pencucian kedua, atau terakhir.”
Kelima: Dalam riwayat lain disebutkan “وَعَفرُوهُ الثامِنَةَ فِى الترَابِ”, cucilah sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan dengan tanah (debu). Yang dimaksud di sini adalah salah satu cucian bisa dengan campuran tanah dan air. Jika kita pisah campuran tersebut, maka jadinya tanah dan air itu sendiri-sendiri. Sehingga jadi delapan cucian, padahal yang ada hanyalah tujuh.
Keenam: Apakah pencucian di sini hanya dibatasi dengan turob atau debu? Ulama Hambali menyatakan boleh menggunakan sabun atau shampoo sebab tujuannya untuk membersihkan dan sabun semisal dengan debu bahkan lebih bersih nantinya dari debu. Sedangkan ulama lainnya berpendapat hanya boleh dengan debu atau tanah karena tidak diketahui ‘illah (sebab) mengapa dengan tanah.
Ketujuh: Kita tahu di sini bahwa anjing menjilat bejana yang ada airnya. Dan kita diperintahkan untuk mencuci bejana tersebut dan itu berarti airnya dibuang. Di sini dapat dipahami bahwa air tersebut sudah tidak suci lagi. Padahal jilatan anjing belum tentu merubah keadaan air walau itu sedikit. Namun tetap mesti dibuang. Menurut Syaikh Asy Syitsri, hal ini berlaku untuk masalah jilatan anjing saja. Sedangkan untuk masalah lainnya jika ada najis yang jatuh pada air yang sedikit –kurang dari dua qullah (200 liter)-, maka tidak berlaku demikian. Namun dikembalikan kepada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, Ahmad. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 478). Artinya, jika air itu –sedikit atau banyak- berubah rasa, bau atau warnanya karena najis, barulah air tersebut dihukumi najis. Jika tidak, maka tetap suci.
Jadi apa yang menghalangi umat muslim untuk memelihara anjing? Semua sudah ada faktanya, sudah kita lihat kebenarannya dari dalil-dalil yang ada. Anjing boleh koq dipelihara dengan suatu keperluan. Bisa sebagai anjing penjaga (guard dog) sebagai alarm anti maling karena anjing tidur tidak senyenyak manusia. Dia akan bereaksi jika ada sesuatu yang asing masuk ke rumah kita/teritorialnya.
Sumber : http://moslemdogloverrezairmansyah.b...l#comment-form
kalo berkenan
ga nerima
tata604 memberi reputasi
1
2.6K
Kutip
3
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan