![[Trit Sepi] Yogyakarta programkan revitalisasi "Alas Mentaok"](https://dl.kaskus.id/1.bp.blogspot.com/-yUIiGRaCIeM/ULopQhWrX8I/AAAAAAAAAio/vNEcLNpwtiA/s1600/2.JPG)
pohon mentaok
Yogyakarta (ANTARA News) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta memprogramkan revitalisasi "Alas Mentaok" untuk mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Hijau.
"Dalam program ini, penanaman pohon di Kota Yogyakarta tidak bisa dilakukan asal-asalan. Tetapi penanaman pohon harus dilakukan berdasarkan konsep tertentu," kata Kepala BLH Kota Yogyakarta, Eko Suryo Maharso, di Yogyakarta, Minggu.
Eko mengatakan, "Alas Mentaok" tidak bisa lepas dari perkembangan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kota Yogyakarta.
Wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, katanya, dulu "alas" atau hutan yang penuh dengan pohon mentaok sehingga lebih dikenal sebagai Alas Mentaok. Saat ini, wilayah tersebut ada di Kotagede.
BLH Kota Yogyakarta sudah menyusun konsep revitalisasi Alas Mentaok sesuai dengan periodisasi perkembangan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dari saat Yogyakarta masih menjadi Kerajaan Mataram yang dipimpin Panembahan Senopati, masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I hingga HB III, masa Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan HB IX dan masa perjuangan Indonesia, serta kondisi Yogyakarta saat ini.
"Pohon-pohon yang nantinya ditanam harus bisa mencerminkan dan menceritakan sejarah Yogyakarta. Selama ini, wisawatan datang ke Yogyakarta karena ingin tahu budaya yang ada. Ini yang coba kami kembalikan," katanya.
Selain Mentaok, pohon yang juga mewakili cerita sejarah Yogyakarta adalah pohon asem, munggur, timoho, tunjung dan kenari.
"Bahkan, nama-nama pohon tersebut dijadikan nama jalan di Yogyakarta. Nanti, kami juga akan menanami jalan dengan jenis pohon yang sesuai. Pohon yang sudah tertanam tidak akan dicabut," katanya.
Eko berharap, rencana revitalisasi bisa dilaksanakan mulai pertengahan tahun. "Kami akan mengeluarkan semacam panduan dalam pemilihan pohon yang sesuai, termasuk bibit dari pohon-pohon tersebut," katanya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Suparlan mengatakan, konsep penghijuan memang harus didasarkan pada budaya, sejarah dan kondisi lingkungan setempat.
"Namun, pemerintah juga harus memperhatikan keseimbangan vegetasi, termasuk jenis pohon perindang tepi jalan yang mampu menyerap karbondioksida," katanya.
(E013)
Quote:
Quote:
Nama Hutan Mentaok (Jawa: Alas Mentaok.Red), mungkin tidak asing bagi masyarakat asli Yogyakarta dan sekitarnya. Dibekas areal hutan belantara yang konon terkenal angker dan wingit ini kemudian berdiri sebuah kerajaan besar yang pernah ada dalam sejarah Pulau jawa dan Indonesia, yaitu Kesultanan Mataram Islam. Kesultanan Mataram adalah cikal bakal terbentuknya Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta.
Kisah kelahiran Kesultanan Mataram Islam sendiri bermula dari kerajaan Demak diakhir masa Sultan Trenggono yang compang-camping akibat krisis politik. Adipati Jipang Panolan (Blora sekarang.Red) Aryo Penangsang berontak karena merasa lebih berhak atas tahta Demak dibanding Jaka Tingkir atau Mas karebet yang notabene hanya anak menantu sultan Trenggono. Konflik itu akhirnya dimenangkan oleh Jaka Tingkir yang kemudian mendirikan kasultanan Pajang dan bergelar Sultan Hadiwijaya.
Kemenangan ini tak lepas dari peran Sutawijaya alias putra dari Ki Ageng Pemanahan. Dia berhasil membunuh Ario Panangsang sekaligus memadamkan pemberontakan jipang, serta memantapkan posisi Sultan Hadiwijaya.
Atas jasanya Sultan Pajang atau hadiwijaya menghadiahinya sebidang tanah luas, berupa kawasan yang disebut Hutan Mentaok (Jawa: Alas Mentaok.Red). Kawasan ini kelak, setelah dibuka, dinamai Bumi Mataram dan masih merupakan wilayah Pajang (Sekarang meliputi wilayah Kotagede, Yogyakarta)
Alas Mentaok atau hutan mentaok tidak bisa serta-merta dimaknai sebagai hutan belantara, dan pembukaannya tidak semata-mata dilakukan dengan merubuhkan pohon dan meratakan tanah saja. Karena sejatinya di Mentaok masih ada sebuah kedaton, atau kerajaan kecil yang setia pada bekas Kekaisaran Majapahit dan bukan tunduk ke Sultan Pajang. Kedaton itu sendiri konon, sebelumnya memang sudah bernama Mataram.
Jadi pemberian alas Mentaok kepada Sutawijaya bukan dimaknai pemberian gratis. Tetapi lebih merupakan perintah Sultan Hadiwijaya untuk melebarkan kekuasaaanya ke selatan yang selama itu telah gagal dilakukan Kesultanan Demak dan Pajang sendiri.
Waktu itu, singgasana kedaton Hutan Mataram ini diduduki seorang ratu, yang bergelar Lara Kidul Dewi Nawangwulan. Konon dia lahir dari dinasti Kalacakra (Tantrayana), dari Maharani (Kaisar Wanita) Suhita dengan suami sang Aji Ratna Pangkaja, raja dari tlatah pamalayu.
Si Lara Kidul diambil menantu Raja Majapahit, Brawijaya (Bre Wengker: 1456-1466), dan dijodohkan dengan Raden Bondan Kejawan alias Kidang Telangkas, (putra Brawijaya hasil perkimpoian nya dengan Wandan Bodricemara). Ratu Kedaton Mataram berikut nya ialah Dewi Nawangsih, putri Lara Kidul Dewi Nawangwulan dengan Bondan Kejawan. Ratu penerus Nawangsih yaitu Ni Mas Ratu Angin Angin. Atas prakarsa Sultan Hadiwijaya, Ni Mas Ratu Angin Angin dinikahkan dengan Sutawijaya, putra angkat nya itu.
Ketika di Pajangpun konflik politik pecah. Anak Sultan Hadiwijaya, Pangeran Benowo yang merupakan pewaris Pajang di kudeta oleh Aryo Pangiri adipati Demak. Merasa terdesak Benowo meminta bantuan Sutawijaya di Mataram. Setelah berhasil mengalahkan Aryo Pangiri Pangeran Benowo menyerahkan pusaka Pajang pada Sutawijaya. Dan sebagaimana kisah-kisah selanjutnya tentang asal mula Mataram. Sutawijaya kemudian mendirikan kerajaan Mataram Islam yang bebas dari pengaruh Pajang, dan bergelar Panembahan Senopati (Raja/Sultan Mataram Islam yang pertama).
Dicuplik dan digubah dari berbagai sumber di google
Quote:
cuplikan diri wiki
Hutan Mentaok (bahasa Jawa: Alas Mentaok) adalah hutan yang pernah ada di wilayah Yogyakarta. Lokasi hutan Mentaok berada di tenggara Kota Yogyakarta dan di selatan Bandara Adisucipto atau di sekitar daerah Banguntapan, Bantul.
Pada zaman dahulu, hutan Mentaok merupakan wilayah bekas Kerajaan Mataram Kuno yang menguasai wilayah Jawa Tengah bagian selatan pada abad 8 hingga abad 10. Setelah Kerajaan Mataram Hindu memindahkan pusat kerajaannya ke daerah Jawa Timur akhirnya wilayah pusat kerajaan yang lama menjadi hutan dan disebut Alas Mentaok [1].
Setelah beberapa abad kemudian Alas Mentaok menjadi wilayah Kesultanan Pajang. Pada tahun 1556, saat Kesultanan Pajang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, wilayah Alas Mentaok, yang juga disebut Bumi Mataram pada kala itu, diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas keberhasilannya menumpas pemberontakan Arya Penangsang. Kemudian setelah itu Alas Mentaok yang saat itu berupa hutan lebat dibuka menjadi sebuah desa oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani. Desa di Alas Mentaok tersebut selanjutnya dinamai Mataram dan berstatus sebagai tanah perdikan atau swatantra atau daerah bebas pajak [2].
Seiring berjalannya waktu, wilayah Alas Mentaok semakin berkembang dan menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Mataram. Kini, bekas wilayah Alas Mentaok telah menjadi bagian dari Kota Yogyakarta di mana juga terdapat Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat [3].
komentar: mari kita bersinergi dengan alam. 