Kaskus

News

kesepian311Avatar border
TS
kesepian311
Penonton Habibie-Ainun, Jadilah Agen Pembangunan
Spoiler for Reff:




inilah..com, Jakarta - Sekurang-kurang ada tiga alasan mengapa penonton film Habibie dan Ainun menangis. Pertama, pada abad perselingkuhan ini ternyata masih ada suami-istri yang saling setia di saat susah, senang dan sakit.

Kedua, Habibie-Ainun menjadi korban mesin birokrasi yang merengut jatah waktu guyub dalam keluarga dan menikmati materi yang didapat setelah bersusah payah di negeri orang. Ketiga, Indonesia rupanya boleh jadi tidak cocok bagi mereka yang ingin memajukan negaranya.

Film Habibie dan Ainun sangat relevan dengan kondisi sekarang, baik dalam tataran keluarga maupun yang lebih luas lagi, yakni kondisi berbangsa dan bernegara. Namun apakah lebih dari dua juta penontonnya, yang menangis, dapat menjadi agen perbaikan? Jangan-jangan hasrat memperbaiki itu hanya bisa dipendam dalam hati.

Kegigihan dan ketekunan Bacharuddin Jusuf Habibie membuatnya layak menjadi sumber inspirasi. Ia ditinggal wafat ayahnya ketika masih kanak-kanak. Lalu berlayar seorang diri dari Makassar ke Jakarta dan kemudian ke Bandung untuk bersekolah hingga tingkat satu ITB.

Pada usia 19, ia sendirian ke Jerman Barat untuk belajar pada Rheinisch-Westfaelische Technische Hochschule Aachen (RWTH-Aachen). Gelar Diploma-Ing disabetnya dengan sempurna, kemudian meraih gelar Doktor dengan pujian karena nilai ujiannya rata-rata sepuluh.

Pada akhirnya BJ Habibie diangkat menjadi orang nomor dua dalam Messerschmitt-Blkow-Blohm (MBB), perusahaan industri penerbangan sipil-militer Jerman. Ia terlibat dalam perancangan dan pembuatan pesawat terbang, helikopter, satelit dan peluru kendali.

Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbangkan berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang thermodinamika, konstruksi dan aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

Dalam penerbangan dari Frankfurt ke Jakarta beberapa tahun lalu, seorang warganegara Jerman mengatakan kepada penulis. ‘Dua teman saya yang bersekolah di sana menyebut RWTH-Aachen sebagai sekolah tersulit di dunia. Satu diantaranya berhasil lulus dan lainnya drop out’.

Di Jerman, lanjutnya, kalau tidak berotak brilian bakal sulit memperoleh jabatan. Aturan ini berlaku tak hanya bagi orang asing tetapi juga bagi warganegara Jerman sendiri.

Habibie dipanggil pulang ke Indonesia oleh Presiden Soeharto dengan perantaraan Ibnu Sutowo, Dirut Pertamina saat itu, untuk membangun industri strategis. Presiden Soeharto tahu benar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata 6% per tahun tidak akan ajeg bila tak didukung produk-produk bernilai tambah.

Pendapat itu benar. Ekonom Paul Krugman menilai pembangunan ekonomi Indonesia terlampau bersandar kepada investasi asing dan utang luar negeri, bukan produktifitas hingga rapuh. Penilaian ini muncul setelah Indonesia runtuh seperti rumah pasir yang terkena ombak pada 1997.

Keruntuhan tersebut bukan disebabkan PT Dirgantara Indonesia ( PT DI) walau ada inefisiensi di sana, namun lantaran moral hazard di kalangan perbankan dan regulatornya, kepanikan serta memang ada agenda menjatuhkan Presiden Soeharto. Bukan kebetulan jika Thailand dan Korea Selatan yang mengalami krisis, kepala pemerintahannya juga dijatuhkan.

BLBI lebih boros

PT DI bisa disebut boros tetapi ternyata Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) lebih boros dan menghancurkan. Bukankah sampai sekarang pemerintah harus menanggung biaya bunga obligasi rekapitulasi perbankan yang menerima BLBI. Alangkah beruntungnya investor baru bank bersangkutan, selain membeli bank dengan harga murah, juga memperoleh laba dari operasional bank dan hasil bunga obligasi itu.

Bandingkan dengan PT DI. Berkat dana yang digelontorkan pemerintah, PT DI memiliki ribuan tenaga handal dan menghasilkan antara lain pesawat CN-235 yang sampai kini dipakai di negara lain.

Seorang Captain Pilot Merpati Nusantara Airlines yang ditemui di Bandara Silangit, Siborong-Borong, Tapanuli Utara menyatakan, CN- 235 merupakan pesawat dengan teknologi modern, tangguh serta dapat digunakan untuk berbagai tujuan. “Saya berat meninggalkannya,” kata sang pilot yang kemudian kembali menerbangkan pesawat buatan Bandung itu ke Bandara Polonia, Medan.

Ketika IMF memutuskan supaya PTDI tak lagi dibantu, maka yang lenyap bukan saja produknya tetapi juga kebanggaan nasional. IMF tak adil, kataBJ Habibie, sebab di negara-negara Barat, industri manufaktur didukung bukan dimatikan.

Indonesia secara logis dan sistematis hanya dikehendaki menghasilkan bahan mentah. Dari perkebunan kelapa misalnya, cukup menghasilkan keset, rumah tinggal, nata de coco atau es kelapa. Dari persawahan, cukup keong tutut dicampur kunyit yang manjur mengatasi diabetes.

Kini, nasionalisme dikikis, kebanggaan nasional dilenyapkan, sejarah nasional dikebiri, konflik horizontal dari masa ke masa. Sementara investor asing mendominasi perekonomian, mulai dari pertambangan sampai bisnis eceran. Globalisasi seperti diterima tanpa sterilisasi.

Sebagian kecil bangsa Indonesia mulai bangkit. Para pemuka agama, politisi dan ilmuwan menghadap Ketua DPR Marzuki Alie di ruang kerja ketua DPR pada 9 Januari 2013. Mereka mempersoalkan sedikitnya 20 undang-undang yang disponsori dan dibiayai asing hingga merugikan bangsa Indonesia.

Marzuki Alie menjawab, keberatan terhadap sekalian UU itu perlu disertai dengan naskah akademis. Suatu jawaban yang jujur sekaligus memperihatinkan, sebab sekalipun DPR memiliki anggaran besar namun tak punya staf ahli yang memadai hingga fungsi legislasi tercecer.

Jelaslah cerita dalam film Habibie & Ainun selain menyangkut kesetiaan suami-istri, juga kegagalan industrialisasi. Kedua-duanya memilukan! [mdr]

Ane belum nonton gan... Jadi pengen banget nonton.. emoticon-Sorry
0
1.1K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan