- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Saya, Penipu, dan Masjid
TS
fathian2010
Saya, Penipu, dan Masjid
saya hanya mau ngeshare pengalaman dari mas Robby Anugerah karena sangat menarik ceritanya, jadi bukan pengalaman pribadi. silakan disimak
Saya, Penipu, dan Masjid
Saya ada pengalaman menarik, mungkin bisa memberikan sedikit manfaat bagi anda. Pengalaman ini sebenarnya sudah lama, kira-kira pertengahan bulan November 2012 lalu. Di mana saat itu saya didatangi penipu pintar. Mungkin agak berlebihan menyebutnya. Tetapi ya… memang betul bahwa penipu itu pintar. Karena mangsanya bukan orang biasa, tetapi orang terdidik secara akademis. Dia biasanya beroperasi di lingkungan kampus UGM. Dan targetnya adalah mahasiswa. Umurnya kisaran 27-30 tahun, dengan perawakan kurus sedang, berpenampilan biasa layaknya orang awam. Berikut dialognya:
Penipu : Mas, boleh tanya tidak, selain di Terban mana lagi setahu mas yang menjual sepeda bekas?
Saya : Setahu saya di Jln. Agro ada mas, coba ke sana saja.
Penipu : Wah… saya sudah ke sana mas, tapi sepedanya mahal-mahal. Ada lagi tidak selain di tempat itu. Di sekitaran kampus.
Saya : Wah… saya tidak tahu lagi mas selain di situ.
Penipu : Oh ya, saya bisa pinjam uang dua puluh ribu dulu tidak? Saya barusan saja kehilangan sepeda mas. Mana saya mau ke rumah sakit lagi. Ayah saya sedang dirawat di rumah sakit sekarang.
Waduh! dugaan saya benar, orang ini nanya ternyata ada maksudnya, entah mengapa perasaan saya sedari tadi memang mengatakan demikian, tetapi saya tidak ingin tertipu begitu saja, lantas timbulah ide itu… “Maskam (Masjid Kampus)”
Saya : Hemm…. sudah sholat Dhuha belum?
Penipu : Belum mas.
Saya : Yuk, kita sholat Dhuha dulu, di sana ada Masjid Kampus UGM. (kemudian saya tarik tangannya ke arah Maskam)
Penipu : Eh mas… jangan, pakaian saya kotor.
Saya : Allah tidak melihat pakaiannya mas. Yang Dia lihat kemauannya. Hayo… (sekali lagi saya tarik tangannya ke arah Maskam)
Penipu: Eh tapi saya ini sedang buru-buru mas. Ayah saya nunggu ini.
Saya : Lho… bukannya buru-buru itu sifat setan. Makanya hayoo kita sholat dulu. Mohon ketenangan.
Penipu : Ngak usah mas, langsung saja, mau kasih apa ngak?
Saya : Iya, pasti saya kasih. Tapi sholat dulu.
Penipu : Ngak mau ah (pegemis itu pun menarik tangannya dari genggaman saya lalu pergi dengan wajah cemberut)
Akhirnya saya berhasil mengalahkan penipu pintar itu. Tapi jujur, sebelum pengemis itu mengutarakan maksudnya, sebenarnya saya sudah mulai berpikir: alasan apa yang tepat untuk menolakknya. Kebetulan yang terlintas saat itu adalah Maskam yang memang jaraknya kurang lebih 100 meter dari tempat kami bertemu. Maka saya gunakan saja Maskam sebagai alasan.
Memang betul, mungkin Anda akan bertanya kenapa tidak langsung katakan saja “maaf mas, tidak ada uang.” Tetapi bukankah itu perbuatan bohong? Lantas apa bedanya saya dengan dia? Lagi pula Tuhan tidak menyukai orang yang berbohong. Karena prinsipnya orang yang sekali berbohong akan membuka pintu kebohongan lainnya. Dan saya tidak mau melakukan itu demi melawan seorang penipu.
Dan bagaimana seandainya saya memberikan langsung uang dua puluh ribu itu, tanpa harus bersusah payah melawannya? Itu sama saja saya mengajarkan penipu itu untuk mengulangi kembali aksinya. Oleh karena itu, dengan kemenangan saya ini, dia akan berpikir ulang bahwa ada beberapa mahasiswa yang sulit ditaklukkan. Selain itu, saya juga tidak mau pendidikan yang selama ini saya dapatkan terbuang percuma. Aneh bukan sudah jauh sekolah dan banyak menghabiskan biaya ternyata masih kalah dengan seorang penipu.
Sekarang, saya berhasil menang dari penipu itu. Tanpa melakukan kebohongan setitik pun. Bahkan saya mencoba mengajaknya pada jalan kebaikan. Jika saja dia mau sholat Dhuha bersama saya. Pasti akan saya berikan uang itu. Tetapi dia memilih tidak. Mungkin dalam dirinya berkata “mana mungkin saya ke Masjid, sedangkan saya mencoba menipu orang ini.”
Semoga pengalaman saya ini dapat memberikan manfaat….
demikian gan semoga bermanfaat
SUMBER
Quote:
Saya, Penipu, dan Masjid
Saya ada pengalaman menarik, mungkin bisa memberikan sedikit manfaat bagi anda. Pengalaman ini sebenarnya sudah lama, kira-kira pertengahan bulan November 2012 lalu. Di mana saat itu saya didatangi penipu pintar. Mungkin agak berlebihan menyebutnya. Tetapi ya… memang betul bahwa penipu itu pintar. Karena mangsanya bukan orang biasa, tetapi orang terdidik secara akademis. Dia biasanya beroperasi di lingkungan kampus UGM. Dan targetnya adalah mahasiswa. Umurnya kisaran 27-30 tahun, dengan perawakan kurus sedang, berpenampilan biasa layaknya orang awam. Berikut dialognya:
Penipu : Mas, boleh tanya tidak, selain di Terban mana lagi setahu mas yang menjual sepeda bekas?
Saya : Setahu saya di Jln. Agro ada mas, coba ke sana saja.
Penipu : Wah… saya sudah ke sana mas, tapi sepedanya mahal-mahal. Ada lagi tidak selain di tempat itu. Di sekitaran kampus.
Saya : Wah… saya tidak tahu lagi mas selain di situ.
Penipu : Oh ya, saya bisa pinjam uang dua puluh ribu dulu tidak? Saya barusan saja kehilangan sepeda mas. Mana saya mau ke rumah sakit lagi. Ayah saya sedang dirawat di rumah sakit sekarang.
Waduh! dugaan saya benar, orang ini nanya ternyata ada maksudnya, entah mengapa perasaan saya sedari tadi memang mengatakan demikian, tetapi saya tidak ingin tertipu begitu saja, lantas timbulah ide itu… “Maskam (Masjid Kampus)”
Saya : Hemm…. sudah sholat Dhuha belum?
Penipu : Belum mas.
Saya : Yuk, kita sholat Dhuha dulu, di sana ada Masjid Kampus UGM. (kemudian saya tarik tangannya ke arah Maskam)
Penipu : Eh mas… jangan, pakaian saya kotor.
Saya : Allah tidak melihat pakaiannya mas. Yang Dia lihat kemauannya. Hayo… (sekali lagi saya tarik tangannya ke arah Maskam)
Penipu: Eh tapi saya ini sedang buru-buru mas. Ayah saya nunggu ini.
Saya : Lho… bukannya buru-buru itu sifat setan. Makanya hayoo kita sholat dulu. Mohon ketenangan.
Penipu : Ngak usah mas, langsung saja, mau kasih apa ngak?
Saya : Iya, pasti saya kasih. Tapi sholat dulu.
Penipu : Ngak mau ah (pegemis itu pun menarik tangannya dari genggaman saya lalu pergi dengan wajah cemberut)
Akhirnya saya berhasil mengalahkan penipu pintar itu. Tapi jujur, sebelum pengemis itu mengutarakan maksudnya, sebenarnya saya sudah mulai berpikir: alasan apa yang tepat untuk menolakknya. Kebetulan yang terlintas saat itu adalah Maskam yang memang jaraknya kurang lebih 100 meter dari tempat kami bertemu. Maka saya gunakan saja Maskam sebagai alasan.
Memang betul, mungkin Anda akan bertanya kenapa tidak langsung katakan saja “maaf mas, tidak ada uang.” Tetapi bukankah itu perbuatan bohong? Lantas apa bedanya saya dengan dia? Lagi pula Tuhan tidak menyukai orang yang berbohong. Karena prinsipnya orang yang sekali berbohong akan membuka pintu kebohongan lainnya. Dan saya tidak mau melakukan itu demi melawan seorang penipu.
Dan bagaimana seandainya saya memberikan langsung uang dua puluh ribu itu, tanpa harus bersusah payah melawannya? Itu sama saja saya mengajarkan penipu itu untuk mengulangi kembali aksinya. Oleh karena itu, dengan kemenangan saya ini, dia akan berpikir ulang bahwa ada beberapa mahasiswa yang sulit ditaklukkan. Selain itu, saya juga tidak mau pendidikan yang selama ini saya dapatkan terbuang percuma. Aneh bukan sudah jauh sekolah dan banyak menghabiskan biaya ternyata masih kalah dengan seorang penipu.
Sekarang, saya berhasil menang dari penipu itu. Tanpa melakukan kebohongan setitik pun. Bahkan saya mencoba mengajaknya pada jalan kebaikan. Jika saja dia mau sholat Dhuha bersama saya. Pasti akan saya berikan uang itu. Tetapi dia memilih tidak. Mungkin dalam dirinya berkata “mana mungkin saya ke Masjid, sedangkan saya mencoba menipu orang ini.”
Semoga pengalaman saya ini dapat memberikan manfaat….
demikian gan semoga bermanfaat
SUMBER
zharki memberi reputasi
1
7K
Kutip
108
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan