karaya14Avatar border
TS
karaya14
MoU Perlindungan TKI dengan Malaysia Kembali Tertunda ...
Gan ane mau minta pendapat agan2 untuk article ini, buat tugas kuliah ane gan, please minta pendapat yang intelect dan rasional, ane janji gak akan copy paste, cuman buat inspirasi aja, ini artikelnya:

MoU Perlindungan TKI dengan Malaysia Kembali Tertunda - Senin, 07 Jan 2013

Nota kesepahaman (MoU) tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan Pemerintah Malaysia kembali tertunda, sehingga memicu ketidakpuasan DPR, PPTKIS dan aktivis buruh migrant. Anggota Komisi IX DPR sepakat membentuk panitia kerja, karena menilai politik anggaran memihak kepentingan TKI.
Penundaan MoU TKI Indonesia – Malaysia diungkapkan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Datuk Dr Subramaniam. Penundaan kedua kalinya ini karena kedua negara belum menemukan kesepakatan. Paling tidak ada dua hal yang belum bisa diselesaikan, yaitu upah bagi TKI dan pembayaran terhadap agen penempatan TKI ke Malaysia ‘’Sembari menunggu pencapaian kata sepakat itu, Pemerintah Malaysia bakal mencari alternatif tenaga kerja untuk posisi yang sama dari kawasan selatan Thailand dan Mindanao di Filipina. Populasi di kedua kawasan itu, kan, kebanyakan beragama Muslim,”katanya sebagaimana dilansir Kantor Bernama, Selasa (13/07). Sebagai psywar, Subramaniam bahkan menyimpulkan seharusnya Malaysia juga men–cari alternatif negara-negara sumber tenaga kerja agar tidak lagi bergantung kepada Indonesia.
Penundaan MoU ini memang mengejutkan. Sejak dilakukan Letter of Intent (LoI) di Malaysia dihadapan kedua pemimpin antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Pemerintah Diraja Malaysia Najib Razak pada 18 Mei lalu, Menakertrans Muhaimin Iskandar menjanjikan tindak lanjut LoI yang lebih detil akan diwujudkan dalam bentuk MoU selambat-lambatnya setelah dua bulan. Dengan demikian moratorium TKI informal ke Malaysia belum dicabut meskipun sudah berlangsung setahun.
Tak pelak penundaan MoU dengan Malaysia ini mengundan reaksi berbagai kalangan. Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani menilai Menakertrans Muhaimin Iskandar tidak fokus dalam satu tahun pertama masa jabatannya. ‘’Saya tidak tahu apakah Muhaimin mengerti tentang ketenagakerjaan atau memang masukan dari bawahannya yang membuat programnya tidak jelas,”kata Yunus. Dia melihat tidak ada program prioritas jangka pendek, seperti bagaimana membenahi permasalahan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang tak kunjung berhenti. “Seharusnya Muhaimin membuat prioritas perlindungan TKI di luar negeri, baik yang di Timur Tengah maupun di Asia Pasifik,” katanya.
Tak kalah geram adalah kalangan DPR. Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Irgan Chairul Mahfiz, Kamis (22/7), menyatakan kekecewaannya pada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, yang dianggap belum berhasil mewujudkan MoU tersebut. ‘’Sejauh ini tanda-tanda ke arah pelaksanaan MoU kedua negara memang tak jelas kepastian–nya,”ujarnya. ‘’Tapi, kenyataannya sudah lebih dua bulan dan upaya memperjuangkan MoU justru menjadi tidak jelas, bahkan cenderung kurang siap akibat beberapa kali pelaksanaannya yang terus molor,”kata Irgan. MoU tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem pembenahan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, khususnya Malaysia, yang lebih baik. ‘’Jadi, kalau rencana MoU seperti ini sama artinya komitmen pembenahan TKI tidak serius dipersiapkan Menakertrans,”ujarnya.
Irgan juga menjelaskan kegagalan ini menunjukkan bagian dari kegagalan Pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan nasib TKI. ‘’Langkah yang diambil Pemerintah Malaysia terkait dengan nasib TKI itu, bagian dari kegagalan pemerintah Indonesia. Soalnya, langkah Pemerintah Malaysia seakan mempermainkan Pemerintah Indonesia. Padahal, mereka (Pemerintah Malaysia, red.) bisa welcome dengan Thailand dan Filiphina,”katanya. Komisi IX DPR RI akan membentuk Panitia Kerja Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia pada masa sidang keempat tahun 2010.
Irgan menilai pemerintah tidak serius menangani TKI. Buktinya, kata dia, an–tara lain belum disepakatinya nota kesepahaman dengan Malaysia, berlarutnya masalah dengan BNP2TKI serta belum ditandatanganinya Konvensi Pekerja Migran dan Penyelesaian Perselisihan Buruh. Selain itu, kata Irgan, masih pula terjadi pengiriman TKI tanpa keahlian dan pemahaman budaya negara penerima serta tidak jelasnya kontrak kerja. Berbagai hal yang merugikan TKI juga tetap terjadi hingga saat ini, seperti keberadaan calo transportasi dan penukaran uang di Terminal IV Kepulangan TKI Bandara Soekarno-Hatta, pemotongan upah pekerja selama tujuh bulan di Hongkong sebesar 3.000 dolar Hongkong, transparansi pemanfaatan pengutipan 15 dollar AS setiap TKI serta kekerasan terhadap TKW.
Menurut Irgan, anggaran, kelembagaan dan kebijakan pemerintah belum berpihak kepada kepentingan TKI yang jumlahnya mencapai enam juta orang. ‘’Politik anggaran belum memihak kepentingan TKI, tidak sebanding dengan prediksi remitansi 2010 sebesar Rp 100 triliun. Alokasi anggaran untuk kepentingan tenaga kerja di bawah dua persen dari APBN,”katanya.
Menurut Irgan, karena persoalan TKI di negara-negara penempatan itu merupakan pertaruhan citra negara dan Pemerintah Indonesia di mata dunia, begitu Pemerintah Malaysia sudah tidak bersedia lagi, maka sebaiknya diabaikan saja. Sebaliknya, pemerintah perlu membuka pasar kerja baru dengan negara-negara lain. Irgan menambahkan, solusi lainnya adalah sebaiknya moratorium dengan Pemerintah Malaysia tidak perlu dicabut sampai mereka bersedia dengan sendirinya.

Gertakan Malaysia
Menanggapi penundaan Mou dengan Malaysia, Anis Hidayat, Direktur Eksekutif Migrant Care mengaakan, Malaysia dari dulu sudah menggunakan politik gertak sambal kepada pemerintah RI ketika Indonesia mencoba mendorong perubahan perlindungan. ‘’Ini selalu dikatakan Malaysia dalam setiap Indonesia mencoba mendorong perubahan itu. Ini tidak hanya pertama kali. Dan saya kira Indonesia tidak perlu khawatir karena seserius apa pun Malaysia menggertak akan mengambil PRT dari negara-negara lain, saya kira selama dalam sejarah Indonesia punya kerja sama ketenagakerjaan dengan Malaysia itu tidak pernah terbukti,”katanya.
Tahun 2006 di Bali, Indonesia menyepakati MoU (Memorandum of Under–standing, Red.) dengan Malaysia terkait perlindungan pekerja rumah tangga. MoU ini secara spesifik mengatur perlindungan pekerja domestik Indonesia di Malaysia. Tetapi banyak pihak, terutama pelapor khusus PBB untuk Hak Asasi Buruh Migran, menilai MoU ini melanggar hak asasi manusia dan berpotensi berat terjadinya praktek trafficking (perdagangan manusia, Red.) terhadap pekerja domestik Indonesia di Malaysia. Demikian kata. ‘’Secara substansi misalnya paspor atau dokumen resmi domestic workers Indonesia harus dipegang majikan. Tidak ada jaminan terhadap pemenuhan hak-hak pokok domestic workers yang lain. Sehingga MoU ini harus direvisi oleh kedua negara,”katanya.
Dan pada tanggal 27 Juni 2009 Indonesia memutuskan moratorium kepada pemerintah Malaysia atas terjadinya tragedi kekerasan terhadap PRT Indonesia dan memutuskan merevisi MoU tersebut. Tapi dinamika dalam satu tahun ini cukup alot, kata Anis, karena Malaysia sendiri dalam empat hal pokok yang diusulkan pemerintah Indonesia tidak semuanya setuju.
Kedua negara misalnya belum mencapai titik temu soal gaji pokok, cost-structure (biaya rekrutmen yang harus dibayar buruh migran untuk menjadi PRT di Malaysia, Red.), hari libur dan kontrak kerja. "Kedatangan Presiden SBY ke Malaysia, beberapa waktu lalu, itu juga menjadi salah satu momentum di mana MoU ini akhirnya disepakati dua negara, tapi nampaknya tidak juga. Karena dua hal dari empat hal pokok ternyata Malaysia juga tetap tidak setuju, yakni menyangkut upah minum dan cost-structure. Sehingga waktu itu disepakati dibentuk letter of intent, yang dalam satu atau dua bulan Indonesia dan Malaysia kembali akan menyepakati,"katanya.
Ganjalan pembicaraan kedua negara soal PLRT terjadi pada kebijakan ketenagakerjaan Malaysia tidak mengenal upah minimum, sehingga Malaysia sendiri sulit menerima usulan Indonesia agar upah minumum dimasukkan di dalam revisi MoU tentang pekerja domestik. Pemerintah Malaysia berpendapat masalah cost-structure, harus dibahas lebih panjang lagi sehingga dicapai kata sepakat tentang berapa banyak yang harus dibayar buruh migran untuk menjadi PRT ke Malaysia. Sedangkan Menakertrans Muhaimin Iskandar mengungkapkan salah satu poin masalah yang masih buntu adalah soal biaya keberangkatan TKI, yang akan dibahas dalam kelompok kerja bersama (joint working group). Tujuannya, agar pembahasannya lebih fokus. Muhaimin yakin masalah ini bisa segera selesai. “Insya Allah di akhir tahun ini bisa selesai,” ujarnya.

sumber: http://disnakertransduk.jatimprov.go...mbali-tertunda
Diubah oleh karaya14 07-01-2013 15:41
havihadeAvatar border
havihade memberi reputasi
1
1.2K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan