- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kondom Bukan Solusi
TS
empty1301
Kondom Bukan Solusi
Thread ini hanya sekedar opini dan di ambil dari beberapa sumber yang menurut ane sejalan dengan opini ane, jika ada opini yang lain silahkan untuk langsung berkomentar.
Quote:
Angka seks bebas dan kehamilan di luar nikah di Indonesia dewasa ini memang sangat memprihatinkan. Di sebuah kota dan dalam lingkungan pergaulan tertentu, wanita perawan bisa dikatakan kolot dan ketinggalan zaman. Di lain pihak, kaum laki-laki pun tidak mampu menjaga diri mereka, takut menikah karena belum mampu akhirnya melampiaskan nafsunya kepada wanita-wanita yang mudah termakan bujuk rayu. Buah dari perbuatan ini, maraklah praktik aborsi atau tingginya angka kelahiran anak hasil zina.
Kasus aborsi di Indonesia sudah menyentuh angka 2,5 juta kasus per tahun. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialias Andrologi Indonesia (Persandi), Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila SpAnd, mengatakan kasus aborsi ini tersebar merata dari kota sampai desa. Dari 2,5 juta kasus itu, antara 10%-20% pelakunya perempuan usia remaja.
Kenyataan ini membuat banyak pihak merasa prihatin kemudian bereksperimen mencari solusi, salah satu solusi yang ditempuh adalah bagi-bagi kondom gratis. Permasalahan ini cukup heboh dibahas di media masa, baik cetak maupun elektronik. Menteri kesehatan dituding mengampanyekan pembagian kondom gratis dengan objek sasaran usia produktif.
Ibu menteri sendiri telah menepis tuduhan tersebut, beliau menyatakan sasaran pembagian kondom tersebut adalah orang-orang yang terindikasi melakukan seks beresiko. Walaupun statement ini masih terkesan bias, karena realitasnya seks beresiko pun terjadi di kalangan pemuda dan anak-anak usia sekolah. Dan kita doakan agar upaya ini benar-benar bermanfaat dan tepat sasaran tidak melanggar aturan syariat kemudian memang benar-benar sesuai dengan tinjauan medis.
Sebenarnya ide pembagian kondom gratis ini bukanlah hal baru, sering kita lihat di berita atau kita saksikan sendiri dengan mata kepala, aktivis HIV membagi-bagikan kondom gratis di jalan raya. Cara-cara seperti ini tentu sangat gegabah, hendaknya cara-cara agamis dan psikologis bisa didahulukan sebagai solusi utama.
http://salafiyunpad.wordpress.com/20...sebuah-solusi/
Kasus aborsi di Indonesia sudah menyentuh angka 2,5 juta kasus per tahun. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialias Andrologi Indonesia (Persandi), Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila SpAnd, mengatakan kasus aborsi ini tersebar merata dari kota sampai desa. Dari 2,5 juta kasus itu, antara 10%-20% pelakunya perempuan usia remaja.
Kenyataan ini membuat banyak pihak merasa prihatin kemudian bereksperimen mencari solusi, salah satu solusi yang ditempuh adalah bagi-bagi kondom gratis. Permasalahan ini cukup heboh dibahas di media masa, baik cetak maupun elektronik. Menteri kesehatan dituding mengampanyekan pembagian kondom gratis dengan objek sasaran usia produktif.
Ibu menteri sendiri telah menepis tuduhan tersebut, beliau menyatakan sasaran pembagian kondom tersebut adalah orang-orang yang terindikasi melakukan seks beresiko. Walaupun statement ini masih terkesan bias, karena realitasnya seks beresiko pun terjadi di kalangan pemuda dan anak-anak usia sekolah. Dan kita doakan agar upaya ini benar-benar bermanfaat dan tepat sasaran tidak melanggar aturan syariat kemudian memang benar-benar sesuai dengan tinjauan medis.
Sebenarnya ide pembagian kondom gratis ini bukanlah hal baru, sering kita lihat di berita atau kita saksikan sendiri dengan mata kepala, aktivis HIV membagi-bagikan kondom gratis di jalan raya. Cara-cara seperti ini tentu sangat gegabah, hendaknya cara-cara agamis dan psikologis bisa didahulukan sebagai solusi utama.
http://salafiyunpad.wordpress.com/20...sebuah-solusi/
Quote:
Kebijakan Cabul dan Bodoh
Penyebaran HIV terutama pada kaum muda telah mencapai trend yang mengkhawatirkan. Anak muda berumur 15-24 tahun adalah kelompok paling rentan terhadap HIV. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di Indonesia pada tahun 2009, jumlah orang yang terinfeksi HIV berkisar 314.500 orang dengan rata-rata usia 15-49 tahun. Menurut laporan UNAIDS tahun 2008, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia dengan penularan yang paling cepat.
Hasil penelitian UNAIDS tahun 2009 di Thailand, Srilanka, Filipina, Pakistan, Nepal, Malaysia, Indonesia, India, Kamboja dan Bangladesh menunjukan sekitar 43% infeksi HIV baru terjadi di kalangan perempuan yang menikah. Kondomisasi tidak menyelesaikan akar masalah penularan virus HIV/AIDS yakni seks bebas yang terjadi di kalangan remaja yang kian memprihatinkan. Pada 2000, Joni Rasmanto, SKM, M.Kes mengeluarkan data tentang prilaku seks bebas di kalangan remaja di Jawa Barat (Jabar) dan Bali. Dalam penelitian, terungkap 6,9 persen remaja di Jabar usia 12-17 tahun sudah melakukan hubungan intim. Lalu di Bali, 5,1 persen remaja berusia 15-19 tahun sudah making love. Sementara angka nasional aborsi pada 2000 mencapai 1.982.880 kasus.
Berdasarkan hasil survei perubahan perilaku yang dirilis Kementerian Kesehatan, malah 55 persen dari keseluruhan infeksi baru HIV dan kasus AIDS disebabkan oleh hubungan seks heteroseksual. Artinya dengan memberikan kondom (apalagi gratis) justru akan memicu makin meningkatnya pederita AIDs. Sehingga tepat sekali jika dikatakan bahwa program kampanye kondomisasi dari seorang menteri kesehatan, mengindikasikan kepada ketidakmengertian tentang akar permasalahan, serta sekadar melanggengkan intervensi asing kepada negeri ini.
Terlebih lagi efektifitas kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS masih diragukan. Seperti disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima pada tahun 1993. Bahkan J. Mann dari Harvard University pada 1995 mengungkapkan hasil penelitiannya yang mengungkap, tingkat keamanan kondom hanya 70 persen. Artinya, 30 persennya lagi tidak aman. Penggunaan kondom hanya dapat mereduksi risiko penularan, tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko penularan (transmisi) virus HIV/ AIDS.
Program MDGs bukanlah sebuah bentuk bantuan yang tanpa pamrih yang diprogramkan negara-negara maju. Melainkan MDGs adalah sebuah bentuk kelanjutan intervensi ekonomi, politik dan kesehatan kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Harapannya Indonesia tetap terlilit hutang untuk menjalankan program MDGs ini. Ibaratnya, serupa dengan menggemukkan sapi, tapi toh nantinya sapi itu akan diperah susunya bahkan disembelih dagingnya.
Intervensi dalam program penanggulangan HIV/AIDS makin nyata jika disimak dalam laporan pemerintah Indonesia untuk United Nation General Assembly Special Session (Ungass) On Aids, disebutkan bahwa total anggaran HIV dan AIDS tahun 2008 yang berasal APBN berkisar 39,03 % (Rp 178.572.978.000) dari total Rp 457.479.945.000. Dengan demikian, 60,97 % (Rp 278.907.147.000) dana HIV dan AIDS berasal dari sumber dana asing. Sehingga hal ini menunjukkan dengan pasti bahwa negeri kita belum akan terlepas dari jerat kapitalisme-sekularisme, atau malah semakin erat jeratannya, jika penanggulangan HIV/AIDS dengan menjalankan program MDGs.
Kondomisasi adalah solusi pragmatis yang sangat menyesatkan. Bukannya mencegah, malah menambah parah. Karena kondom itu dirancang bukan untuk mencegah virus HIV/ AIDS. Sebagaimana dituturkan oleh M. Potts, Presiden Family Health International, salah seorang pencipta kondom. “Kami tidak dapat memberitahukan kepada khalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki risiko tinggi (seks bebas dan pramuriaan) ini untuk memakai kondom sama saja artinya dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya.”
Senyatanya program dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS sudah dilaksanakan oleh menteri-menteri sebelumnya. Bahkan untuk mensosialiasikan kondom, telah dikeluarkan kebijakan untuk pengadaan ATM kondom. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan tersebut bukan menghentikan laju angka pengidap HIV/AIDS. Artinya kebijakan tersebut, terbukti telah gagal. Jika terbukti telah gagal dan mengulangi kegagalan, maka lebih tepat jika diibaratkan serupa keledai yang pernah jatuh di sebuah lubang, dan keledai tersebut ingin mengulanginya. Itulah keledai bodoh.
Memberikan kemudahan akses pada remaja untuk mendapatkan kondom sama dengan melegalkan seks bebas. Akibatnya, kampanye kondom akan semakin meningkatkan pergaulan seks bebas. Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998).
Penyakit HIV/AIDS adalah salah satu dampak dari pergaulan bebas (free sex) yang dianut oleh masyarakat sekular. Dan penanggulangan HIV/AIDS mengikuti program MDGs yang notabene produk Kapitalisme-sekularisme hanya bentuk tambal sulam masalah yang tidak akan menyentuh penyelesaian akar masalahnya. Pakar AIDS, R. Smith pada 1995, menyatakan sebagaimana tercantum dalam harian Republika 12 November 1995. Setelah bertahun-tahun meneliti tentang AIDS dan penggunaan kondom menyimpulkan: “Menggunakan kondom untuk mencegah AIDS sama saja dengan mengundang kematian.”
http://www.al-khilafah.org/2012/06/s...m-sekuler.html
Penyebaran HIV terutama pada kaum muda telah mencapai trend yang mengkhawatirkan. Anak muda berumur 15-24 tahun adalah kelompok paling rentan terhadap HIV. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di Indonesia pada tahun 2009, jumlah orang yang terinfeksi HIV berkisar 314.500 orang dengan rata-rata usia 15-49 tahun. Menurut laporan UNAIDS tahun 2008, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia dengan penularan yang paling cepat.
Hasil penelitian UNAIDS tahun 2009 di Thailand, Srilanka, Filipina, Pakistan, Nepal, Malaysia, Indonesia, India, Kamboja dan Bangladesh menunjukan sekitar 43% infeksi HIV baru terjadi di kalangan perempuan yang menikah. Kondomisasi tidak menyelesaikan akar masalah penularan virus HIV/AIDS yakni seks bebas yang terjadi di kalangan remaja yang kian memprihatinkan. Pada 2000, Joni Rasmanto, SKM, M.Kes mengeluarkan data tentang prilaku seks bebas di kalangan remaja di Jawa Barat (Jabar) dan Bali. Dalam penelitian, terungkap 6,9 persen remaja di Jabar usia 12-17 tahun sudah melakukan hubungan intim. Lalu di Bali, 5,1 persen remaja berusia 15-19 tahun sudah making love. Sementara angka nasional aborsi pada 2000 mencapai 1.982.880 kasus.
Berdasarkan hasil survei perubahan perilaku yang dirilis Kementerian Kesehatan, malah 55 persen dari keseluruhan infeksi baru HIV dan kasus AIDS disebabkan oleh hubungan seks heteroseksual. Artinya dengan memberikan kondom (apalagi gratis) justru akan memicu makin meningkatnya pederita AIDs. Sehingga tepat sekali jika dikatakan bahwa program kampanye kondomisasi dari seorang menteri kesehatan, mengindikasikan kepada ketidakmengertian tentang akar permasalahan, serta sekadar melanggengkan intervensi asing kepada negeri ini.
Terlebih lagi efektifitas kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS masih diragukan. Seperti disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima pada tahun 1993. Bahkan J. Mann dari Harvard University pada 1995 mengungkapkan hasil penelitiannya yang mengungkap, tingkat keamanan kondom hanya 70 persen. Artinya, 30 persennya lagi tidak aman. Penggunaan kondom hanya dapat mereduksi risiko penularan, tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko penularan (transmisi) virus HIV/ AIDS.
Program MDGs bukanlah sebuah bentuk bantuan yang tanpa pamrih yang diprogramkan negara-negara maju. Melainkan MDGs adalah sebuah bentuk kelanjutan intervensi ekonomi, politik dan kesehatan kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Harapannya Indonesia tetap terlilit hutang untuk menjalankan program MDGs ini. Ibaratnya, serupa dengan menggemukkan sapi, tapi toh nantinya sapi itu akan diperah susunya bahkan disembelih dagingnya.
Intervensi dalam program penanggulangan HIV/AIDS makin nyata jika disimak dalam laporan pemerintah Indonesia untuk United Nation General Assembly Special Session (Ungass) On Aids, disebutkan bahwa total anggaran HIV dan AIDS tahun 2008 yang berasal APBN berkisar 39,03 % (Rp 178.572.978.000) dari total Rp 457.479.945.000. Dengan demikian, 60,97 % (Rp 278.907.147.000) dana HIV dan AIDS berasal dari sumber dana asing. Sehingga hal ini menunjukkan dengan pasti bahwa negeri kita belum akan terlepas dari jerat kapitalisme-sekularisme, atau malah semakin erat jeratannya, jika penanggulangan HIV/AIDS dengan menjalankan program MDGs.
Kondomisasi adalah solusi pragmatis yang sangat menyesatkan. Bukannya mencegah, malah menambah parah. Karena kondom itu dirancang bukan untuk mencegah virus HIV/ AIDS. Sebagaimana dituturkan oleh M. Potts, Presiden Family Health International, salah seorang pencipta kondom. “Kami tidak dapat memberitahukan kepada khalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki risiko tinggi (seks bebas dan pramuriaan) ini untuk memakai kondom sama saja artinya dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya.”
Senyatanya program dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS sudah dilaksanakan oleh menteri-menteri sebelumnya. Bahkan untuk mensosialiasikan kondom, telah dikeluarkan kebijakan untuk pengadaan ATM kondom. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan tersebut bukan menghentikan laju angka pengidap HIV/AIDS. Artinya kebijakan tersebut, terbukti telah gagal. Jika terbukti telah gagal dan mengulangi kegagalan, maka lebih tepat jika diibaratkan serupa keledai yang pernah jatuh di sebuah lubang, dan keledai tersebut ingin mengulanginya. Itulah keledai bodoh.
Memberikan kemudahan akses pada remaja untuk mendapatkan kondom sama dengan melegalkan seks bebas. Akibatnya, kampanye kondom akan semakin meningkatkan pergaulan seks bebas. Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998).
Penyakit HIV/AIDS adalah salah satu dampak dari pergaulan bebas (free sex) yang dianut oleh masyarakat sekular. Dan penanggulangan HIV/AIDS mengikuti program MDGs yang notabene produk Kapitalisme-sekularisme hanya bentuk tambal sulam masalah yang tidak akan menyentuh penyelesaian akar masalahnya. Pakar AIDS, R. Smith pada 1995, menyatakan sebagaimana tercantum dalam harian Republika 12 November 1995. Setelah bertahun-tahun meneliti tentang AIDS dan penggunaan kondom menyimpulkan: “Menggunakan kondom untuk mencegah AIDS sama saja dengan mengundang kematian.”
http://www.al-khilafah.org/2012/06/s...m-sekuler.html
0
3.1K
Kutip
9
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan