- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un


TS
girl.in.rain
RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un
PENDIDIKAN - PENDIDIKAN
Senin, 07 Januari 2013
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107072122.jpg)
JAKARTA-Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Kasim tidak membantah adanya kutipan yang dilakukan terhadap para orangtua murid yang bersekolah di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan menuntut program RSBI dihapuskan. Karena pungutan sejumlah uang, tidak bersifat permanen. Bahkan sifatnya hanya tambahan, karena dari Kemendikbud sendiri anggarannya telah dialokasikan. Bahkan selain itu, pemerintah daerah juga diminta ikut membantu bagi keberlangsungan sekolah-sekolah RSBI di daerahnya. Diman diketahui, tiap-tiap masing kabupaten/kota, terdapat 1 SD, 1 SMP dan 1 SMA yang menjadi RSBI.
“Memang orangtua murid diminta untuk membayar sejumlah dana. Sementara di sekolah negeri lainnya, kan sudah tidak ada kutipan lagi. Nah dana ini, sifatnya hanya untuk melengkapi sarana dan prasarana yang ada. Seperti untuk gedung, jadi kalau gedungnya masih cukup baik, ya tentu kan tidak akan dibangun lagi,” katanya menjawab JPNN, Minggu (4/11).
Namun rupanya ada pihak-pihak yang menilainya secara berbeda. “Ya mungkin mereka tidak suka kalau melihat anak-anak di sekolah negeri itu maju. Padahal RSBI itu dijalankan, sebagai wujud keberpihakan kita pada anak-anak didik yang berada di sekolah negeri,” ungkapnya.
Sebagai contoh, Musliar memaparkan kalau di sekolah-sekolah swasta unggulan saat ini, hampir tidak pernah terlihat adanya anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Padahal secara prestasi akademik, mereka sangat luarbiasa.
“Makanya karena belum mampu menerapkan secara nasional, kita buatlah pilot-pilot project RSBI di seluruh kabupaten/kota. Agar jangan sekolah negeri dinilai mutu pendidikannya hanya pas-pasan. Atau bahkan jelek,” ujarnya.(gir/jpnn)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071820.jpg)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071901.jpg)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071920.jpg)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071939.jpg)
sumber 1
sumber 2
sumber 3
Senin, 07 Januari 2013
RSBI Hanya Dinikmati Segelintir Rakyat
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107072122.jpg)
Quote:
JAKARTA - Keberadaan Sekolah Rintisan Berstandar Internasional (RSBI) dan SBI di Indonesia dinilai tidak hanya bertentangaan dengan UUD 1945, tapi juga bentuk kebijakan diskriminatif dan pengkastaan pendidikan. Pasalnya sekolah yang dilegalkan oleh UU Sisdiknas itu hanya dinikmati segelintir rakyat Indonesia.
Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari, kebijakan diskriminatif ini dilakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sejak awal memang “sekolah unggulan” (RSBI dan SBI), ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah terbelakang.
Dengan kata lain, semakin tinggi standar kualitas suatu sekolah, semakin besar pula peluang sekolah itu mendapatkan privilege dana khusus dari pemerintah, maupun dari masyarakat (melalui pungutan). Sebaliknya bagi sekolah non RSBI/SBI justru akan makin tertinggal, karena tidak mendapat dukungan dana yang signifikan dari pemerintah dan ada larangan melakukan pungutan.
"Bukankah justru sekolah-sekolah terbelakang-lah yang perlu mendapatkan dana khusus dalam jumlah lebih besar agar dapat mengejar ketertinggalannya? Ini artinya pendidikan bermutu, disadari atau tidak, hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil warga negara, dan terpusat di kota-kota besar," ujar Siti Juliantari, Minggu (6/1) malam.
Dikatakannya, pendidikan ditetapkan konstitusi dan konsensus nasional sebagai salah satu jalur pemerataan, peningkatan akal budi bangsa, sehingga menerapkan asas egaliter dalam pelaksanaannya. Sedangkan melalui aneka keistimewaannya, RSBI/SBI dengan sengaja menimbulkan pengkastaan di tengah masyarakat yang justru mau dihapus oleh revolusi kemerdekaan nasional.
Di sisi lain, RSBI/SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme, yang berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin. Sementara filosofi esensialisme menekankan pada pendidikan yang berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik individu, keluarga, masyarakat, baik lokal, nasional, dan internasional.
Padahal, falsafah sistem pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila, dan pendidikan nasional ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabatdalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Ini sebabnya kami berharap Mahkamah Konstitusi dapat obyektif melihat persoalan RSBI/SBI, yang merupakan persoalan penting bagi masyarakat luas dalam mengakses pendidikan, karena Pendidikan merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi manusia," ujarnya.
Karena itu, dengan alasan yang tak terbantahkan lagi, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas, karena nyata-nyata telah bertentangan dengan Pembukaan, Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (1); Pasal 28I ayat (2); Pasal 31 ayat (1); Pasal 31 ayat (2); Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 36 UUD 1945.(Fat/jpnn)
Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari, kebijakan diskriminatif ini dilakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sejak awal memang “sekolah unggulan” (RSBI dan SBI), ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah terbelakang.
Dengan kata lain, semakin tinggi standar kualitas suatu sekolah, semakin besar pula peluang sekolah itu mendapatkan privilege dana khusus dari pemerintah, maupun dari masyarakat (melalui pungutan). Sebaliknya bagi sekolah non RSBI/SBI justru akan makin tertinggal, karena tidak mendapat dukungan dana yang signifikan dari pemerintah dan ada larangan melakukan pungutan.
"Bukankah justru sekolah-sekolah terbelakang-lah yang perlu mendapatkan dana khusus dalam jumlah lebih besar agar dapat mengejar ketertinggalannya? Ini artinya pendidikan bermutu, disadari atau tidak, hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil warga negara, dan terpusat di kota-kota besar," ujar Siti Juliantari, Minggu (6/1) malam.
Dikatakannya, pendidikan ditetapkan konstitusi dan konsensus nasional sebagai salah satu jalur pemerataan, peningkatan akal budi bangsa, sehingga menerapkan asas egaliter dalam pelaksanaannya. Sedangkan melalui aneka keistimewaannya, RSBI/SBI dengan sengaja menimbulkan pengkastaan di tengah masyarakat yang justru mau dihapus oleh revolusi kemerdekaan nasional.
Di sisi lain, RSBI/SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme, yang berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin. Sementara filosofi esensialisme menekankan pada pendidikan yang berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik individu, keluarga, masyarakat, baik lokal, nasional, dan internasional.
Padahal, falsafah sistem pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila, dan pendidikan nasional ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabatdalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Ini sebabnya kami berharap Mahkamah Konstitusi dapat obyektif melihat persoalan RSBI/SBI, yang merupakan persoalan penting bagi masyarakat luas dalam mengakses pendidikan, karena Pendidikan merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi manusia," ujarnya.
Karena itu, dengan alasan yang tak terbantahkan lagi, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas, karena nyata-nyata telah bertentangan dengan Pembukaan, Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (1); Pasal 28I ayat (2); Pasal 31 ayat (1); Pasal 31 ayat (2); Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 36 UUD 1945.(Fat/jpnn)
Quote:
Akui Ada Kutipan di Sekolah RSBI
JAKARTA-Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Kasim tidak membantah adanya kutipan yang dilakukan terhadap para orangtua murid yang bersekolah di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan menuntut program RSBI dihapuskan. Karena pungutan sejumlah uang, tidak bersifat permanen. Bahkan sifatnya hanya tambahan, karena dari Kemendikbud sendiri anggarannya telah dialokasikan. Bahkan selain itu, pemerintah daerah juga diminta ikut membantu bagi keberlangsungan sekolah-sekolah RSBI di daerahnya. Diman diketahui, tiap-tiap masing kabupaten/kota, terdapat 1 SD, 1 SMP dan 1 SMA yang menjadi RSBI.
“Memang orangtua murid diminta untuk membayar sejumlah dana. Sementara di sekolah negeri lainnya, kan sudah tidak ada kutipan lagi. Nah dana ini, sifatnya hanya untuk melengkapi sarana dan prasarana yang ada. Seperti untuk gedung, jadi kalau gedungnya masih cukup baik, ya tentu kan tidak akan dibangun lagi,” katanya menjawab JPNN, Minggu (4/11).
Namun rupanya ada pihak-pihak yang menilainya secara berbeda. “Ya mungkin mereka tidak suka kalau melihat anak-anak di sekolah negeri itu maju. Padahal RSBI itu dijalankan, sebagai wujud keberpihakan kita pada anak-anak didik yang berada di sekolah negeri,” ungkapnya.
Sebagai contoh, Musliar memaparkan kalau di sekolah-sekolah swasta unggulan saat ini, hampir tidak pernah terlihat adanya anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Padahal secara prestasi akademik, mereka sangat luarbiasa.
“Makanya karena belum mampu menerapkan secara nasional, kita buatlah pilot-pilot project RSBI di seluruh kabupaten/kota. Agar jangan sekolah negeri dinilai mutu pendidikannya hanya pas-pasan. Atau bahkan jelek,” ujarnya.(gir/jpnn)
Quote:
Peningkatan mutu pendidikan memang menjadi tugas wajib pemerintah seperti yang teleh diamanatkan undang-undang. Pembentukan RSBI ini sejatinya memiliki nilai mulia, yakni menyiapkan lulusan sekolah yang mampu berkompetensi di dunia internasional. Masalahnya sekarang adalah, sudahkah dievaluasi keefektifan pendidikan di RSBI ini?
Benarkah kualitas siswa menjadi lebih baik secara siginifikan dibanding sekolah non-RSBI? Menurut pendapat gw pribadi, perubahan status RSBI tak beda dengan buku yang hanya diganti sampulnya. Isinya sama, hanya luarnya saja yang beda. Gw gak mau menggeneralisir semuanya seperti itu. Namun kenyataan yang telah saya amati di RSBI daerah gw memang demikian. Pelajaran dengan pengantar bilingual? Gw taruhan bahasa Inggris hanya digunakan kurang dari 50% saja.
Gimana dengan kualitas lulusannya dibanding sekolah non-RSBI? Asal tau aja, RSBI ini kebanyakan adalah sekolah yang memang menjadi sekolah unggulan sebelumnya. Nah, permasalahannya dengan adanya status RSBI ini sekolah dibebaskan memungut biaya ke orangtua dan ini menjadi celah tersendiri untuk "mengeruk" uang. Oke, memang itu untuk pengembangan sarana sekolah itu sendiri, tapi gimana dengan nasib anak-anak yang orangtuanya berasal dari keluarga yang gak mampu? Trust me, kuota 20% anak kurang mampu yang seharusnya masuk ke RSBI kebanyakan cuma isapan jempol belaka. Ada lagi, adanya RSBI ini memang secara gak langsung menimbulkan kesenjangan ke sekolah lain. Mengapa? Dana yang digelontorkan pemerintah gak sedikit buat RSBI ini. Bukankah seharusnya pendidikan berkualitas harus merata? Kalo kayak gini, yang bagus tambah bagus, yang tertinggal semakin tertinggal
Terakhir dari gw, plis gak ada debat disini. Mari semua kita diskusi baik-baik
Ps. Pedoman RSBI terlampir di bawah
Benarkah kualitas siswa menjadi lebih baik secara siginifikan dibanding sekolah non-RSBI? Menurut pendapat gw pribadi, perubahan status RSBI tak beda dengan buku yang hanya diganti sampulnya. Isinya sama, hanya luarnya saja yang beda. Gw gak mau menggeneralisir semuanya seperti itu. Namun kenyataan yang telah saya amati di RSBI daerah gw memang demikian. Pelajaran dengan pengantar bilingual? Gw taruhan bahasa Inggris hanya digunakan kurang dari 50% saja.
Gimana dengan kualitas lulusannya dibanding sekolah non-RSBI? Asal tau aja, RSBI ini kebanyakan adalah sekolah yang memang menjadi sekolah unggulan sebelumnya. Nah, permasalahannya dengan adanya status RSBI ini sekolah dibebaskan memungut biaya ke orangtua dan ini menjadi celah tersendiri untuk "mengeruk" uang. Oke, memang itu untuk pengembangan sarana sekolah itu sendiri, tapi gimana dengan nasib anak-anak yang orangtuanya berasal dari keluarga yang gak mampu? Trust me, kuota 20% anak kurang mampu yang seharusnya masuk ke RSBI kebanyakan cuma isapan jempol belaka. Ada lagi, adanya RSBI ini memang secara gak langsung menimbulkan kesenjangan ke sekolah lain. Mengapa? Dana yang digelontorkan pemerintah gak sedikit buat RSBI ini. Bukankah seharusnya pendidikan berkualitas harus merata? Kalo kayak gini, yang bagus tambah bagus, yang tertinggal semakin tertinggal
Terakhir dari gw, plis gak ada debat disini. Mari semua kita diskusi baik-baik

Ps. Pedoman RSBI terlampir di bawah
Spoiler for Pedoman Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional:
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071820.jpg)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071901.jpg)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071920.jpg)
![RSBI = Rintisan Sekolah BERTARIF Internasional [DISKUSI]un](https://s.kaskus.id/images/2013/01/07/5015749_20130107071939.jpg)
sumber 1
sumber 2
sumber 3
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 30 suara
Apakah Anda setuju RSBI dihapus?
Setuju
73%Tidak Setuju
27%Diubah oleh girl.in.rain 07-01-2013 13:35
0
4.5K
Kutip
56
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan