- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenang tim pendaki Mount Everest Indonesia


TS
agung.777
Mengenang tim pendaki Mount Everest Indonesia
Halo
Newbie numpang posting tentang pendakian Gunung Everest oleh Indonesia

Newbie numpang posting tentang pendakian Gunung Everest oleh Indonesia
Quote:
Original Posted By Agung.777
Semoga bisa jadi inspirasi kita semua untuk mengharumkan nama Indonesia
Semoga bisa jadi inspirasi kita semua untuk mengharumkan nama Indonesia


Quote:
Original Posted By
Berikut ini nukilan dari buku The Climb (Anatoli Boukreev) tentang penuturan sang penulis sekitar pendakiannya ke Puncak Everest bersama tim pendaki Kopassus:
Saya melihat orang-orang Indonesia percaya dengan kemampuan saya, selain saya memang memerlukan uang untuk hidup. Saya harap mereka bisa mengakui saya sebagai trainer dan pemimpin dalam tim ini. Saya membutuhkan hal ini karena terus terang saya sangat tersinggung dengan tulisan media-media Amerika tentang musibah (yang menewaskan Scott Fischer, Yosuko Namba, dan sejumlah pendaki ) tahun lalu.
Tanpa sokongan dari teman-teman di Eropa seperti Rolf Dujmovits dan Reinhold Messner, maka nama saya di mata masyarakat Amerika sangat buruk. Setelah saya bertemu dengan organisator tim indonesia di Kathmandu, saya terbang ke Jakarta untuk berbicara dengan Jendral Prabowo, sebagai Kordinator Pendakian Nasional.
Saya mengatakan secara terus terang kepadanya, bahwa dengan keadaan seperti sekarang, keberhasilan mencapai puncak Everest, saya perkiraan sangat kecil. Saya mengatakan padanya, mungkin hanya 30%, dan itu juga artinya hanya satu pendaki yang sampai ke puncak. Selanjutnya saya terangkan kemungkinan jatuh korban bisa mencapai 50%-50%. Jadi dengan kemampuan yang dimiliki pendaki Indonesia, rencana untuk mendaki Everest menurut saya tidak akseptabel.
Karena itu saya mengusulkan satu tahun penuh training mendaki gunung tinggi sekaligus beraklimitasi, dan usulan saya ditolak. Tradisi saya dalam olahraga ini adalah selalu memakai pikiran yang sehat, bukan dengan cara “Roulette Rusia”.
Kematian seorang anggota ekspedisi, selalu menjadi pukulan berat yang menghancurkan semangat mencapai puncak. Di gunung dengan ketinggian lebih dari 8000m, tingkat keselamatan pendaki amatir akan menurun, tak peduli ia dalam kondisi super fit. Saya tidak bisa menjamin keselamatan orang-orang yang sangat sedikit atau sama sekali tidak berpengalaman di gunung-gunung tertinggi di dunia
Orang Indonesia bisa membeli dan mempelajari pengalaman saya, nasehat saya, dan tugas saya sebagai pemimpin pendakian dan tim penyelamat. Kalau mereka ingin ke puncak Everest, mereka harus menanggung sendiri akibat dari kesombongan mereka nanti, karena mereka sangat tidak berpengalaman. Jendral Prabowo meyakinkan saya, bahwa orang-orang mereka sangat bermotivasi dan mampu. Mereka akan memberi jiwa mereka, untuk mencapai tujuan ini. Satu jawaban jujur yang membuat saya syok.
Saya mulai membuat rancangan kerja agar pendaki Indonesia mendapat cukup kesempatan belajar dari pengalaman saya, tapi juga mereka harus belajar berdiri sendiri. Karena akhirnya semua ini tergantung dari kemampuan perorangan dan tanggung jawab individu. Karena walaupun sebelumnya semua telah dipersiapkan, tetap saja pendakian ke Puncak Everest akan sangat berbahaya. Jendral Prabowo setuju, sebelum ekspedisi mulai, tim pendaki harus berlatih dan
meningkatkan kondisi.
Saya tahu, bahwa kami membutuhkan para pelatih yang sangat menguasai teknik dan pengalaman mendaki gunung-gunung tinggi, yang nantinya akan berperan sebagai penasehat bak saat aklimatisasi maupun pendakian puncak, sekaligus sebagai tim penyelamat. Konsep tentang sebuah tim penyelamat sangat penting bagi saya, karena itu saya tekankan dengan jelas. Saya juga tidak bersedia memberi garansi ke jendral Prabowo akan keberhasilan ekspedisi ini.
Saya juga tidak akan melanjutkan ekspedisi ini, walaupun kita sudah dekat puncak, seandainya terjadi situasi yang tidak menguntungkan bagi keselamatan tim. Jendral Prabowo juga harus mengerti tentang kondisi para pendaki ketika hendak ke puncak, juga keadaan cuaca yang mungkin saja membatalkan rencana summit attack. Semua itu saya yang menentukan. Dia harus mengerti, di ketinggian 8000m, bahkan tim penyelamat terbaik dunia pun tidak bisa memberi garansi 100%.
Andai hal yang tak diinginkan terjadi, saya akan melakukan usaha penyelamatan dengan resiko keselamatan saya. Itulah dasar perjanjian kami. Training program akan kami mulai tepat waktu. Direncanakan pelatihan aklimasi di ketinggian 6000m dengan udara dingin dan angina awal musim dingin. Kami akan berlatih, disiplin, mental dan stamina di cuaca yang berat, sesuai dengan tantangan di Everest nanti.
Training program dimulai tgl. 15 Desember di Nepal.
34 pendaki yang terdiri dari orang-orang sipil dengan sejumlah pengalaman mendaki gunung, dan para tentara yang tidak berpengalaman di gunung tapi sangat fit dan disiplin, adalah anggota team permulaan. Dari 34 orang ini akan disaring dan diambil yang paling mampu. Kriteria penyaringan dilihat dari kesehatan, stamina, kemampuan, dan mental. Pada fase ini para calon pendaki belajar teknik tali temali dan penggunaan tangga, juga teknik dasar pemanjatan.
Komunikasi adalah problem kami yang terbesar, saya mengetahuinya setelah semua terlambat. Bukan hanya perbedaan bahasa yang membuat frustasi, tapi juga tidak lengkapnya alat komunikasi. Selayaknya setiap anggota tim harus dilengkapi dengan alat komunikasi. Saya mengusulkan agar dari basecamp selalu ada kontak langsung dengan koordinator ekspedisi di Kathmandu.
Selain itu saya menuntut untuk mendapatkan setiap hari laporan cuaca dari setasion meteorologi di Bandara Kathmandu. Sisi baiknya, lantaran tim ini merupakan tim militer, maka pihak militer Nepal pun ikut memberikan bantuan.
Perwira ekspedsii kami, Monty Sorongan yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris paling bak berperan sebagai kontak kami dengan Kathmandu. Untuk menghindari kesalah pahaman, kami menggunakan Bahasa Inggris dalam ekspedisi ini.
Untuk ekspedisi ini saya berhasil mendapatkan 2 orang alpinis terkenal dari rusia untuk bekerja sama dengan kami: Vladimir Bashkirov dan Dr. Evgeni Vinogradski.
Bashkirov 45 tahun, berpengalaman selama 15 tahun mengkoordinir ekspedsii di daerah yang sulit, dan mengenal rute Pamir dan Kaukasus, dan berhasil mendaki 6 gunung diatas 8000m, dua antaranya Mt.Everest. Suatu keuntungan dia mau berkerja sama dengan kami. Tak seperti saya, dia pendiam namun diplomatis sekaligus supel dan yang pasti fasih berbahasa inggris. Di Rusia dia terkenal sebagai kameraman-petualangan dan produser film. Dialah yang akan membuat filem ekspedisi ini.
Dr. Evgeni Vinogradski 50 tahun, 7 kali juara panjat tebing Rusia dan 25 tahun berpengalaman sebagai pelatih pendaki gunung sekaligus dokter olah raga,. Evgeni teman baik saya. Bersamanya kami mendaki Kanchenjunga pada 1989.
Bagi saya dia adalah “Garuda Tua”, yang telah mendaki lebih dari 20 gunung berketinggian 7000m, dan 8 gunung berkentinggian lebih dari 8000m, termasuk 2 pendakian Everest, salah satunya sebagai pimpinan ekspedisi.
Ang Tshering dari Asian Trekking di Kathmandu bertugas mengurusi logistic dan mencari sherpa untuk ekspedisi. Kami bersyukur, karena mendapatkan Sherpa Apa von Thami 37th, 7x menaklukkan Everest sebagai Sirdar (pemimpin Sherpa) dan First Climber Sherpa (Sherpa yang ikut ke puncak) utk bekerja dengan kami. Sherpa berada dibawah komando Ang Tshering dan staf dari Indonesia. Pekerjaan mereka seperti biasa di basecamp. Selain itu mereka harus memasang fix rope (tali tetap) pada rute di atas Breaking Ice (Eisbruch), menyiapkan logistik di high camp dan di hari summit attack ikut mengiringi sebagai pembawa tabung zat asam bagi yang mendaki sampai ke puncak.
Pada tgl. 6 Desember saya terbang dari Jakarta ke Amerika untuk cek-up wajah dan muka sebaagi akibat dari kecelakaan bis yang saya alami di bulan Oktober.
Bashkirov dan Vinogradski memimpin Training di Paldor Peak, Ganesh Himal, yang dimulai pada tgl. 15 Desember. 34 orang pendaki, dimana separuh dari mereka tidak mempunyai pengalaman High Alpin, berusaha mencapai puncak Paldor (5900m). 17 orang berhasil sampai ke puncak. Mereka bertahan 21 hari dan perlahan beraklimatisasi dengan cuaca musim dingin.
Di bulan Januari dan Februari 34 pendaki melakukan Training yang kedua di Island Peak(6189m). 16 pendaki yang berhasil adalah pendaki yang telah berhasil juga di Paldor sebelumnya. Mereka berada disana selama 20 hari dibawah tempratur minus 40 derajat Celcius dan topan musim dingin yang ganas.
3 hari 3 malam di ketinggian 6000m dengan keadaan cuaca yang sangat berat mereka harus mendaki dan turun dengan rentang ketinggian 1000m dalam waktu kurang dari 5 jam.
Training ini sangat optimal. Saya sendiri menggelengkan kepala: Paldor, Island Peak, Everest. Sebagai training, program ini bukan untuk sembarangan orang.
Kembali di Kathmandu, Bashkirov dan Vinogradski membuat daftar untuk Kolonel Eadi yang memuat nama 16 orang peserta training yang berhasil berikut kecepatan, kemampuan aklimatisasi, kesehatan dan motivasi mereka. Pendaki dari Kopassus, walaupun mereka tidak berpengalaman, tapi sangat berambisi dan disiplin serta lebih termotivasi dalam situasi sulit.
Di penyaringan terakhir tinggal 10 Kopasus dan 6 sipil. Kami mengusulkan satu rute pendakian saja, yaitu lewat jalur selatan, namun dtolak. Indonesia telah mendapatkan Richard Pavlowski utk memimpin satu tim Indonesia lagi yang akan mendaki dari sisi utara.
Dan akhirnya kami memutuskan 10 orang pendaki ke basecamp di sisi selatan, dan 6 orang pendaki bersama Richard akan pergi ke Tibet. Setelah Island Peak, kam beristirahat selama 26 hari. Kami harus menjadi tim pertama di musim ini yang mendaki dan melalui jeram es Khumbu.
Helikopter Rusia membawa kami pada tgl. 12 Maret dari kota Kathmandu yang terpolusi parah ke Luka (2850m). 10 pendaki, 3 trainer Rusia dan 16 Sherpa ikut didalam Helikopter.
Kami ingin ke Base Camp dan terus ke puncak Everest. Satu cita-cita yang sangat ambisius. Luka adalah salah satu daerah yang saya membuat saya selalu merasa bebas dan merdeka.
Berikut ini nukilan dari buku The Climb (Anatoli Boukreev) tentang penuturan sang penulis sekitar pendakiannya ke Puncak Everest bersama tim pendaki Kopassus:
Saya melihat orang-orang Indonesia percaya dengan kemampuan saya, selain saya memang memerlukan uang untuk hidup. Saya harap mereka bisa mengakui saya sebagai trainer dan pemimpin dalam tim ini. Saya membutuhkan hal ini karena terus terang saya sangat tersinggung dengan tulisan media-media Amerika tentang musibah (yang menewaskan Scott Fischer, Yosuko Namba, dan sejumlah pendaki ) tahun lalu.
Tanpa sokongan dari teman-teman di Eropa seperti Rolf Dujmovits dan Reinhold Messner, maka nama saya di mata masyarakat Amerika sangat buruk. Setelah saya bertemu dengan organisator tim indonesia di Kathmandu, saya terbang ke Jakarta untuk berbicara dengan Jendral Prabowo, sebagai Kordinator Pendakian Nasional.
Saya mengatakan secara terus terang kepadanya, bahwa dengan keadaan seperti sekarang, keberhasilan mencapai puncak Everest, saya perkiraan sangat kecil. Saya mengatakan padanya, mungkin hanya 30%, dan itu juga artinya hanya satu pendaki yang sampai ke puncak. Selanjutnya saya terangkan kemungkinan jatuh korban bisa mencapai 50%-50%. Jadi dengan kemampuan yang dimiliki pendaki Indonesia, rencana untuk mendaki Everest menurut saya tidak akseptabel.
Karena itu saya mengusulkan satu tahun penuh training mendaki gunung tinggi sekaligus beraklimitasi, dan usulan saya ditolak. Tradisi saya dalam olahraga ini adalah selalu memakai pikiran yang sehat, bukan dengan cara “Roulette Rusia”.
Kematian seorang anggota ekspedisi, selalu menjadi pukulan berat yang menghancurkan semangat mencapai puncak. Di gunung dengan ketinggian lebih dari 8000m, tingkat keselamatan pendaki amatir akan menurun, tak peduli ia dalam kondisi super fit. Saya tidak bisa menjamin keselamatan orang-orang yang sangat sedikit atau sama sekali tidak berpengalaman di gunung-gunung tertinggi di dunia
Orang Indonesia bisa membeli dan mempelajari pengalaman saya, nasehat saya, dan tugas saya sebagai pemimpin pendakian dan tim penyelamat. Kalau mereka ingin ke puncak Everest, mereka harus menanggung sendiri akibat dari kesombongan mereka nanti, karena mereka sangat tidak berpengalaman. Jendral Prabowo meyakinkan saya, bahwa orang-orang mereka sangat bermotivasi dan mampu. Mereka akan memberi jiwa mereka, untuk mencapai tujuan ini. Satu jawaban jujur yang membuat saya syok.
Saya mulai membuat rancangan kerja agar pendaki Indonesia mendapat cukup kesempatan belajar dari pengalaman saya, tapi juga mereka harus belajar berdiri sendiri. Karena akhirnya semua ini tergantung dari kemampuan perorangan dan tanggung jawab individu. Karena walaupun sebelumnya semua telah dipersiapkan, tetap saja pendakian ke Puncak Everest akan sangat berbahaya. Jendral Prabowo setuju, sebelum ekspedisi mulai, tim pendaki harus berlatih dan
meningkatkan kondisi.
Saya tahu, bahwa kami membutuhkan para pelatih yang sangat menguasai teknik dan pengalaman mendaki gunung-gunung tinggi, yang nantinya akan berperan sebagai penasehat bak saat aklimatisasi maupun pendakian puncak, sekaligus sebagai tim penyelamat. Konsep tentang sebuah tim penyelamat sangat penting bagi saya, karena itu saya tekankan dengan jelas. Saya juga tidak bersedia memberi garansi ke jendral Prabowo akan keberhasilan ekspedisi ini.
Saya juga tidak akan melanjutkan ekspedisi ini, walaupun kita sudah dekat puncak, seandainya terjadi situasi yang tidak menguntungkan bagi keselamatan tim. Jendral Prabowo juga harus mengerti tentang kondisi para pendaki ketika hendak ke puncak, juga keadaan cuaca yang mungkin saja membatalkan rencana summit attack. Semua itu saya yang menentukan. Dia harus mengerti, di ketinggian 8000m, bahkan tim penyelamat terbaik dunia pun tidak bisa memberi garansi 100%.
Andai hal yang tak diinginkan terjadi, saya akan melakukan usaha penyelamatan dengan resiko keselamatan saya. Itulah dasar perjanjian kami. Training program akan kami mulai tepat waktu. Direncanakan pelatihan aklimasi di ketinggian 6000m dengan udara dingin dan angina awal musim dingin. Kami akan berlatih, disiplin, mental dan stamina di cuaca yang berat, sesuai dengan tantangan di Everest nanti.
Training program dimulai tgl. 15 Desember di Nepal.
34 pendaki yang terdiri dari orang-orang sipil dengan sejumlah pengalaman mendaki gunung, dan para tentara yang tidak berpengalaman di gunung tapi sangat fit dan disiplin, adalah anggota team permulaan. Dari 34 orang ini akan disaring dan diambil yang paling mampu. Kriteria penyaringan dilihat dari kesehatan, stamina, kemampuan, dan mental. Pada fase ini para calon pendaki belajar teknik tali temali dan penggunaan tangga, juga teknik dasar pemanjatan.
Komunikasi adalah problem kami yang terbesar, saya mengetahuinya setelah semua terlambat. Bukan hanya perbedaan bahasa yang membuat frustasi, tapi juga tidak lengkapnya alat komunikasi. Selayaknya setiap anggota tim harus dilengkapi dengan alat komunikasi. Saya mengusulkan agar dari basecamp selalu ada kontak langsung dengan koordinator ekspedisi di Kathmandu.
Selain itu saya menuntut untuk mendapatkan setiap hari laporan cuaca dari setasion meteorologi di Bandara Kathmandu. Sisi baiknya, lantaran tim ini merupakan tim militer, maka pihak militer Nepal pun ikut memberikan bantuan.
Perwira ekspedsii kami, Monty Sorongan yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris paling bak berperan sebagai kontak kami dengan Kathmandu. Untuk menghindari kesalah pahaman, kami menggunakan Bahasa Inggris dalam ekspedisi ini.
Untuk ekspedisi ini saya berhasil mendapatkan 2 orang alpinis terkenal dari rusia untuk bekerja sama dengan kami: Vladimir Bashkirov dan Dr. Evgeni Vinogradski.
Bashkirov 45 tahun, berpengalaman selama 15 tahun mengkoordinir ekspedsii di daerah yang sulit, dan mengenal rute Pamir dan Kaukasus, dan berhasil mendaki 6 gunung diatas 8000m, dua antaranya Mt.Everest. Suatu keuntungan dia mau berkerja sama dengan kami. Tak seperti saya, dia pendiam namun diplomatis sekaligus supel dan yang pasti fasih berbahasa inggris. Di Rusia dia terkenal sebagai kameraman-petualangan dan produser film. Dialah yang akan membuat filem ekspedisi ini.
Dr. Evgeni Vinogradski 50 tahun, 7 kali juara panjat tebing Rusia dan 25 tahun berpengalaman sebagai pelatih pendaki gunung sekaligus dokter olah raga,. Evgeni teman baik saya. Bersamanya kami mendaki Kanchenjunga pada 1989.
Bagi saya dia adalah “Garuda Tua”, yang telah mendaki lebih dari 20 gunung berketinggian 7000m, dan 8 gunung berkentinggian lebih dari 8000m, termasuk 2 pendakian Everest, salah satunya sebagai pimpinan ekspedisi.
Ang Tshering dari Asian Trekking di Kathmandu bertugas mengurusi logistic dan mencari sherpa untuk ekspedisi. Kami bersyukur, karena mendapatkan Sherpa Apa von Thami 37th, 7x menaklukkan Everest sebagai Sirdar (pemimpin Sherpa) dan First Climber Sherpa (Sherpa yang ikut ke puncak) utk bekerja dengan kami. Sherpa berada dibawah komando Ang Tshering dan staf dari Indonesia. Pekerjaan mereka seperti biasa di basecamp. Selain itu mereka harus memasang fix rope (tali tetap) pada rute di atas Breaking Ice (Eisbruch), menyiapkan logistik di high camp dan di hari summit attack ikut mengiringi sebagai pembawa tabung zat asam bagi yang mendaki sampai ke puncak.
Pada tgl. 6 Desember saya terbang dari Jakarta ke Amerika untuk cek-up wajah dan muka sebaagi akibat dari kecelakaan bis yang saya alami di bulan Oktober.
Bashkirov dan Vinogradski memimpin Training di Paldor Peak, Ganesh Himal, yang dimulai pada tgl. 15 Desember. 34 orang pendaki, dimana separuh dari mereka tidak mempunyai pengalaman High Alpin, berusaha mencapai puncak Paldor (5900m). 17 orang berhasil sampai ke puncak. Mereka bertahan 21 hari dan perlahan beraklimatisasi dengan cuaca musim dingin.
Di bulan Januari dan Februari 34 pendaki melakukan Training yang kedua di Island Peak(6189m). 16 pendaki yang berhasil adalah pendaki yang telah berhasil juga di Paldor sebelumnya. Mereka berada disana selama 20 hari dibawah tempratur minus 40 derajat Celcius dan topan musim dingin yang ganas.
3 hari 3 malam di ketinggian 6000m dengan keadaan cuaca yang sangat berat mereka harus mendaki dan turun dengan rentang ketinggian 1000m dalam waktu kurang dari 5 jam.
Training ini sangat optimal. Saya sendiri menggelengkan kepala: Paldor, Island Peak, Everest. Sebagai training, program ini bukan untuk sembarangan orang.
Kembali di Kathmandu, Bashkirov dan Vinogradski membuat daftar untuk Kolonel Eadi yang memuat nama 16 orang peserta training yang berhasil berikut kecepatan, kemampuan aklimatisasi, kesehatan dan motivasi mereka. Pendaki dari Kopassus, walaupun mereka tidak berpengalaman, tapi sangat berambisi dan disiplin serta lebih termotivasi dalam situasi sulit.
Di penyaringan terakhir tinggal 10 Kopasus dan 6 sipil. Kami mengusulkan satu rute pendakian saja, yaitu lewat jalur selatan, namun dtolak. Indonesia telah mendapatkan Richard Pavlowski utk memimpin satu tim Indonesia lagi yang akan mendaki dari sisi utara.
Dan akhirnya kami memutuskan 10 orang pendaki ke basecamp di sisi selatan, dan 6 orang pendaki bersama Richard akan pergi ke Tibet. Setelah Island Peak, kam beristirahat selama 26 hari. Kami harus menjadi tim pertama di musim ini yang mendaki dan melalui jeram es Khumbu.
Helikopter Rusia membawa kami pada tgl. 12 Maret dari kota Kathmandu yang terpolusi parah ke Luka (2850m). 10 pendaki, 3 trainer Rusia dan 16 Sherpa ikut didalam Helikopter.
Kami ingin ke Base Camp dan terus ke puncak Everest. Satu cita-cita yang sangat ambisius. Luka adalah salah satu daerah yang saya membuat saya selalu merasa bebas dan merdeka.
Diubah oleh agung.777 06-01-2013 22:33
0
9.9K
Kutip
29
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan