Kuningan, Wartakotalive.com

Sambil berurai air mata, terdakwa kasus dugaan suap pengurusan anggaran di Kemenpora dan Kemendikbud Angelina Patricia Pingkan Sondakh meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor tak menyita asetnya seperti dituntutkan tim jaksa KPK. Angie, sapaannya, juga kembali mengungkapkan penyesalannya masuk ke dunia politik yang akhirnya menempatkan dirinya seolah sebagai sosok wanita paling hina di dunia.

Hal itu disampaikan Puteri Indonesia 2001 berusia 35 tahun itu saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Kamis (3/1). Dia beberapa kali terisak dan menghapus air matanya. Suaranya serak dan berusaha menahan tangis.

Dia menyatakan, penerapan Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang diminta jaksa untuk menyita hartanya sangat tak tepat dan tak adil. "Penerapan Pasal 18 itu harus diuji apakah memang wajar saya dituntut, padahal dalam persidangan saya tidak terbukti terima satu rupiah pun. Jadi, apa yang saya kembalikan? Dan bila yang saya miliki dirampas untuk negara, majelis harus jeli kapan, bagaimana, dari mana saya peroleh aset itu," ungkap Angie sambil terisak.

Aset yang dikhawatirkan akan disita itu adalah sebidang tanah di Bali dan sebuah rumah di Cilandak, Jakarta Selatan. Dia berdalih, tanah di Bali dia dapatkan jauh sebelum terseret kasus korupsi. Tanah itu didapat dari ibunya sekitar dua tahun lalu, atau sebelum dirinya mengenal mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Direktur Marketing Grup Permai Mindo Rosalina Manulang.

"Itu jauh sebelum kenal Nazar dan Rosa," ujarnya.

Kemudian, rumah di Cilandak merupakan hasil penjualan rumah di Rawamangun milik almarhum suaminya, Adjie Massaid. Angie menyebut, rumah itu sebagai hak waris anak-anaknya. "Karena dalam rumah itu terdapat hak-hak anak saya yang yatim, maka saya mohon kepada majelis hakim tidak merampas rumah itu," ucap Angie dengan suara sendu.

Politisi Demokrat itu sempat menghadirkan dua putrinya, Zahwa dan Aaliya, saat membacakan pleidoi pribadi setebal 35 halaman yang diberi judul "Mencari Keadilan dalam Proses Peradilan". Namun, Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko meminta agar kedua putrinya itu keluar dari ruang sidang karena dikhawatirkan akan mempengaruhi psikologi mereka.

"Ini anak-anak apakah akan memengaruhi psikoligi atau tidak?" tanya Sudjatmiko.

Meski mendapat teguran hakim, Angie tetap meyakinkan agar anaknya diperbolehkan hadir dalam persidangannya itu. Kepada majelis hakim Angie mengatakan anaknya sudah cukup umur. "Usia 11 dan usia 10, sembilan (tahun)," ucap Angie.

Namun, Sudjatmiko tetap meminta agar anak Angie dibawa ke luar persidangan. "Menurut saya lebih baik di luar daripada memengaruhi psikologi ke depannya," pinta Sudjatmiko.

Selain soal harta, Eks Wasekjen Partai Demokrat itu juga meminta dibebaskan dari hukuman atau minimal dijatuhi hukuman seringan-ringannya. "Saya mohon kiranya dengan sangat dalam putusan hakim yang mulia, agar saya dapat menjaga dan memberikan kasih sayang anak-anak saya yang perlu sentuhan dari ibunya," kata Angie.

Di akhir pleidoinya, Angie terisak karena merasa sudah seperti dipenjara sejak sebelum dirinya dipenjara. "Saya seolah menjadi manusia paling hina, teman-teman yang dulu perhatian, satu per satu mulai menjauh dan tidak berani mendekat," ucapnya.

Dia menambahkan, banyak fitnah dan rumor tak sedap yang mewarnai proses hukumnya di KPK. "Saya diisukan sebagai perempuan yang berbelanja online miliaran rupiah. Segala isu itu membuat saya sempat berpikir enggan hidup lagi," katanya.

Sumber