Kaskus

News

AkuCintaNaneaAvatar border
TS
AkuCintaNanea
Bejadnya Koruptor Indonesia: Lebih Takut Miskin Ketimbang Dipenjara & Masuk Neraka!
Bejadnya Koruptor Indonesia: Lebih Takut Miskin Ketimbang Dipenjara & Masuk Neraka!

Koruptor di Indonesia Lebih Takut Miskin Ketimbang Dipenjara
Kamis, 3 Januari 2013 18:48 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Yunus Husein mengatakan, para koruptor Indonesia kemungkinan lebih takut dimiskinkan ketimbang masuk penjara. "Karena, di dalam penjara belum tentu menderita. Mungkin lebih takut kalau dimiskinkan daripada masuk penjara," kata Yunus di Kantor UKP4, Jakarta, Kamis (3/1/2012).

Mantan Kepala PPATK menuturkan, koruptor cenderung lebih mementingkan materi. "Banyak contoh, Ayin dan segala macam bisa menikmati (materi di penjara)," ucap Yunus. Menurutnya, perlu pendekatan untuk mengejar aset para koruptor, dan hasil korupsi diambil buat negara. "Orang kita, kalau hanya dihukum berat, belum jera," ujarnya.
http://www.tribunnews.com/2013/01/03...bang-dipenjara

Negeri ini, Aparat penegak Hukumnya Tak Berani?
Enggan Memiskinkan Koruptor
Rabu, 26/12/2012 12:47 WIB

Hhhh.... Mengapa aparat kita memiskinkan koruptor saja tidak kunjung bisa? Padahal, semua orang tahu inilah batu besar yang menghadang laju pemberantasan korupsi. Mestinya, ini tidak perlu rumit dipikir.

Karena korupsi banyak didorong oleh nafsu serakah harta, maka untuk membuat kapok, dibuatlah an­titesisnya. Yakni, jangan sampai si koruptor menikmati harta curiannya, bahkan dibuat miskin harta. Kini KPK berusaha mendorong lagi upaya memiskinkan koruptor. Angelina Sondakh, selain dituntut, juga dituntut uang pengganti kerugian negara Rp 35 miliar. Kalau tuntutan ini gol, Angelina memang bisa jadi lumayan miskin. Sebab, kekayaan dia sekitar Rp 6,55 miliar sesuai dengan laporan kekayaan ke KPK pada 2010. Apalagi sosok kelahiran Australia 28 Desember 1977 ini harus membiayai kasus yang membelit dirinya.

Tuntutan KPK yang cukup telak ini memang tergantung kepada kemerdekaan kekuasaan sang majelis hakim. Akal sehat mestinya sangat mudah menerima logika tuntutan itu. Tetapi, hakim sering mengecewakan dengan memberikan vonis penuh ”welas asih”.

Ingat, korupsi ini wabah bangsa, wabah dunia. PBB sudah mengeluarkan Konvensi Melawan Korupsi (UN Convention Against Corruption, 2003) yang diratifikasi Indonesia lewat UU nomor 7/2006. Artinya, kita mendukung PBB agar tidak ada tempat yang nyaman buat koruptor di muka bumi. Mestinya, sikap politik bangsa ini tecermin dalam putusan-putusan di pe­ngadilan. Memang, yudisial merupakan pilar merdeka dalam sistem trias politika.

Ujung pisau memiskinkan koruptor ini memang di pengadilan. Kalaupun ada keloyoan di tingkat penyidik atau penuntut, hakim bisa mencari kebenaran materiil lewat proses persidangan. Bukan menyembah kepada prosedur, tetapi abai kepada esensi berupa keadilan. Kasus kuli cleaning service dan kuli bangunan Hadi Mulyono alias Jono yang jadi komisaris abal-abal PT Sulasindo Niagatama dalam kasus di PN Surabaya menunjukkan kegagalan pengadilan dalam menemukan keadilan hakiki. Memalukan.

Baiklah, Jono mungkin layak dihukum 2 tahun dan didenda Rp 336 miliar karena dianggap merugikan pajak negara Rp 118 miliar. Toh seluruh harta Jono tidak akan mampu membayar denda itu dan dia tinggal membayar dengan satu bulan penjara sebagai pengganti. Yang jadi pertanyaan, kenapa hakim tidak mengejar pelaku lain, seperti para direktur yang diduga otak kejahatan ini. Upaya memiskinkan penggelap uang negara pun meleset dari sasaran.

Kita tidak layak menyalahkan kepada konstruksi undang-undang. Sebenarnya, undang-undang yang ada sudah cukup membuat pencoleng uang negara miskin semiskin-miskinnya. Kejaksaan pernah sukses dengan pembuktian terbalik dalam menjerat kasus pencucian uang pegawai pajak Bahasyim Assyifie. Hasilnya, sampai kasasi MA, Bahasyim divonis 12 tahun penjara. Uang hasil kejahatannya sebanyak sekitar Rp 66 miliar juga dirampas jaksa.

Modal pasal 77-78 dalam UU 8/2010 tentang pencucian uang ternyata ampuh dipakai. Mestinya, kalau mau, ini bisa menjerat kasus-kasus pejabat yang profil kekayaannya tidak segendut gajinya. Apalagi ditambah pasal 18 UU 31/99 tentang Tipikor, akan lebih perkasa. Di sana sudah ada pintu untuk merampas dan mendenda para koruptor. Lalu, kurang pasal apa lagi? Yang kurang adalah ”pasal” kemauan karena musuh yang akan diberantas kerap jadi bagian aparat sendiri!
http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=2808

KPK Masih Pelajari Cara Memiskinkan Koruptor
Minggu, 16 Desember 2012 , 10:56:00

KOTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempelajari cara untuk memiskinkan pelaku korupsi atau koruptor karena dengan cara memiskinkan koruptorlah cara yang paling ampuh untuk membasmi tindak pidana korupsi. Demikian hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Dedie A Rachim, dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Perdata (Himadata) Fakultas Hukum Universitas Islam Riau di Aula Kampus Fakultas Hukum, Sabtu (15/12). Dalam seminar dengan tema Strategi pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut, Dedie menerangkan bahwa KPK saat ini sudah sampai pada mempelajari naskah studi memiskinkan koruptor. "Naskah studi pemiskinan koruptor tersebut sedang dipelajari. Bagaimana langkah-langkah untuk membuat koruptor tersebut miskin sedang dianalisa," kata Dedie.

Dedie juga menceritakan bahwa sebagai lembaga pemberantas korupsi Indonesia yang lahir paling terakhir dibanding lembaga pemberantas korupsi negara-negara lainnya yang sudah dibentuk puluhan tahun lalu, KPK banyak mempelajari cara mengatasi korupsi dari negara-negara lainnya. Dalam seminar tersebut, bukan hanya Dedie saja yang memberikan materi tentang pemberantasan korupsi, Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Hj Azlaini Agus SH MH juga berbicara.

Menurut Azlaini, peran Ombudsman dalam perbaikan palayanan publik dan pencegahan korupsi sangat diperlukan sebagai pengawasan eksternal. Sementara, untuk pengawasan internal, sudah dilakukan oleh inspektorat. Kepada ratusan mahasiswa Fakultas Hukum yang mengikuti seminar tersebut dikatana oleh Azlaini bahwa jika ada pandangan, korupsi akan berhenti jika gaji penyelenggaran negara lebih besar dan pemerintah perlu menaikkan gaji, Menurut Azlaini itu tidak benar. "Mental korupsi itu yang perlu dibasmi. Tidak ada kausalitas antara tingkat kesejahteraan penyelenggara negara dengan perilaku korupsi," kata Azlaini.

Menurut Azlaini, pelaku tindak pidana korupsi itu bukanlah pegawai rendahan dengan gaji yang kecil, tapi semua tingkatan. "Bahkan pelaku korupsi itu kebanyakan adalah pejabat tinggi dengan gaji yang besar," kata Azlaini. Sementara Staf Ahli dari Kejaksaan Agung, Dr H Mohammad Amari SH MH menyatakan perlu adanya pola pemberantasan korupsi secara aktif dan terpadu dengan mengedepankan pencegahan. "Aparat pengawas yaitu BPK, BPKP dan Inspektorat harus bekerjasama dan bersinergi dengan aparat penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan KPK untuk mencegah dan memberantas korupsi," kata Amari
http://www.jpnn.com/read/2012/12/16/...nkan-Koruptor-

---------------------------

Makanya, selain dimiskinkan dengan menyita harta si koruptor ybs (termasuk asset yang dimiliki anak-bininya), ybs dikucilkan ke Nusakambangan dan dilarang bepergian ke luar negeri sampai 25 tahun!
Diubah oleh AkuCintaNanea 03-01-2013 22:38
0
3.3K
44
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan