BANDA ACEH - Setelah Pemkab Aceh Barat memberlakukan larangan perempuan memakai celana jeans, kini giliran Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, akan memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor.
Perempuan duduk ngangkang di atas sepeda motor dinilai tidak sesuai dengan Syariat Islam dan adat istiadat setempat.
Pemkot Lhokseumawe akan menyosialisasi dulu pelarangan ini kepada masyarakat mulai pekan depan, sebelum diterapkan secara penuh.
"Pemerintah hanya meneruskan budaya dalam masyarakat yang akan hilang," kata Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya, Rabu (2/1/2013).
Pemkot belum memastikan bentuk aturan yang akan diberlakukan itu, karena akan berkonsultasi dulu dengan berbagai pihak termasuk ulama, kemudian usai pertemuan akan dipastikan bentuk aturan yang akan ditetapkan.
"Dalam beberapa minggu ke depan akan segera diimbau pada masyarakat di desa-desa," ujar Suaidi.
Menurutnya, larangan duduk ngangkang tersebut hanya bagi perempuan. Nantinya, penumpang yang duduk dibelakang juga dilarang memakai jeans karena pakaian seperti ini dinilai tak sesuai syariat Islam.
"Sebenarnya dalam syariat Islam, perempuan dilarang memakai jeans," katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan, mengatakan, dalam Syariat Islam, tidak ada aturan yang secara jelas membahas perempuan duduk ngangkang. Hal tersebut disampaikan untuk menyikapi Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, yang akan memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor.
Menurut Amidhan, hal tersebut lebih menyangkut etika dan sopan santun, bukan pada hukum Syariat Islam. Bahkan jika dengan duduk ngangkang, lanjut Amidhan, tidak membahayakan ketika mengendarai sepeda motor, maka hal tersebut justru dianjurkan.
“Kalau dengan duduk ngangkang (perempuan) tidak jatuh dari motor, ya boleh-boleh saja. Daripada duduk searah tapi membahayakan diri sendiri,” katanya ketika dihubungi Okezone melalui telefon, Rabu 2 Januari malam.
Asal saat mengendarai sepeda motor, perempuan tersebut tidak berlebihan dan memamerkan auratnya, maka duduk ngangkang hukumnya sah. Selain itu, dalam keadaan darurat, seorang perempuan juga diperbolehkan membonceng laki-laki yang bukan muhrimnya.
“Untuk kepentingan yang mendesak, maka hal tersebut di-ma’fu (dimaafkan),” tambahnya.
Kendati demikian, menurut Amidhan, aturan yang akan diberlakukan di Lhokseumawe itu karena sebagai daerah otonomi khusus sehingga dapat membuat aturan tersendiri. Ada tiga hal yang menjadi landasan diterbitkannya suatu aturan baru yakni, pada aspek budaya, pendidikan, dan Agama Islam.
“Jika ada warga yang protes dengan aturan itu, maka mestinya ditanyakan dulu sebelum diberlakukan,” lanjutnya.
Larangan perempuan ngangkang ketika mengendarai sepeda motor, tambah Amidhan, bisa jadi hanya cocok diberlakukan di Aceh dan beberapa daerah lain yang memiliki kebiasaan atau budaya menutup aurat.
“Seperti Kalimantan Selatan dan Sumatera Barat yang kental nuansa agamanya, perempuan kalo dibonceng duduknya satu arah. Itu bukan karena aturan agama, melainkan kebiasaan dan budaya di sana,” tuturnya.
Berbeda halnya ketika di kota besar seperti Jakarta, perempuan yang duduk satu arah ketika dibonceng sepeda motor justru mengancam keselamatan jiwanya. Sebab kondisi lalu lintas yang padat dan macet, membuatnya rawan jatuh.
“Kondisional aja, itu gak cocok kalau diterapkan di kota-kota besar seperti Jakarta,” tutupnya.
Pendapat agan en sista?
apapun itu, yang penting jangan lupa comment ya, kalo mau juga boleh asal jangan di