- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ironi Nobel Perdamaian


TS
jafra
Ironi Nobel Perdamaian
Sebelumnya mohon di
ya gan,
mudah2an ga
Mari kita mulai :

Alfred Nobel adalah paradoks. Ia penemu dinamit kendati dikenal sebagai pencinta damai yang menginginkan kemajuan sains untuk kebaikan kehidupan umat manusia. Menguasai lima bahasa—Inggris, Perancis, Jerman, Swedia, dan Rusia—ia lebih berkonsentrasi belajar kimia atas dorongan ayahnya.
Kekayaannya yang luar biasa berasal dari perusahaan alat perang dan kemudian minyak yang ia bangun bersama sang ayah, diikuti ketekunannya mengembangkan nitroglycerine, cairan kimia berdaya ledak tinggi yang menjadi bahan baku dinamit.
Alfred Nobel yang amat gemar meneliti memiliki banyak laboratorium di Stockholm dan Karlskoga (Swedia), Hamburg (Jerman), Ardeer (Skotlandia), Paris dan Sevran (Perancis), serta San Remo (Italia). Ia tidak hanya fokus mengembangkan bahan peledak, tetapi juga berbagai materi tiruan, seperti karet, kulit, dan sutra sintetis. Hingga meninggal, ia mengantongi 355 hak paten.
Ketika surat wasiatnya dibacakan, banyak orang terkejut karena ia mewariskan hampir seluruh kekayaannya untuk penghargaan ilmiah, ditambah penghargaan sastra—bidang yang ia cintai, tetapi tidak berkembang karena ayahnya tidak suka—dan perdamaian.
Warisan senilai 31 juta SEK (saat ini sekitar 265 juta dollar AS) ia percayakan kepada dua insinyur muda, Ragnar Sohlman dan Rudolf Liljequist, yang kemudian membentuk Nobel Foundation sebagai wadahnya.
Tahun 1901, lima tahun sesudah Alfred Nobel meninggal, tradisi penghargaan Nobel dimulai. Sepanjang 1901-2011, penghargaan Nobel diberikan 549 kali, dengan beberapa tahun absen karena Perang Dunia I dan II. Selama itu, 830 perseorangan dan 23 organisasi menerimanya, termasuk di antaranya 69 penerima penghargaan ekonomi. Dari jumlah itu, beberapa perseorangan atau organisasi menerima penghargaan lebih dari sekali.

Anda bisa membuka-buka daftar penerima nobel perdamaian di Wikipedia. Di situ anda akan mendapat jawaban: 22 orang Amerika Serikat mendapat nobel perdamaian dan itu terbanyak di seluruh dunia.
Tetapi Amerika juga merupakan satu-satunya negara yang mengoperasikan 700 hingga 800 pangkalan/basis militer di 63 negara. Sedangkan 255,065 personil militer AS disebar di berbagai negara di dunia.
Sejak tahun 1945, AS juga berpartisipasi dalam penggulingan 50-an pemerintahan nasional di seluruh dunia. Kebanyakan pemerintahan yang terguling adalah pemerintahan demokratis dan dicintai rakyatnya.
Tetapi, orang bisa saja mengatakan, “nobel itu diberikan kepada individu dan tidak ada hubungannya dengan negara tempat tinggal.”
Nobel perdamaian memang kebanyakan diberikan kepada individu.
Penganugerahan nobel perdamaian adalah sebuah kontroversi, bahkan sebuah ironi. Alfred Nobel, nama tokoh yang mewasiatkan penganugerahan nobel ini, adalah penemu dinamit dan pernah bekerja para rejim Tsar di Rusia.
Saya juga tak habis fikir kenapa seorang pejuang besar seperti Mahatma Gandhi tidak pernah mendapatkan anugerah nobel. Ia adalah seorang pejuang pembebasan kemerdekaan India untuk mengusir kolonialisme Inggris. Ia juga menjadi simbol dari berbagai perjuangan anti-kekerasan di seluruh dunia. Meskipun ia seorang nasionalis tulen, tetapi Gandhi mengatakan “i am a nationalist, but my nationalism is humanity”.
Beberapa nama besar lainnya, seperti Jawarhal Nehru, Soekarno, Nasser, Kwame Nkrumah dan Broz Tito, yang memprakarsai gerakan non-blok untuk menghindarkan dunia dari perang dingin, tidak pernah masuk nominasi penghargaan non-blok.
Lihatlah daftar penerima nobel perdamaian di Mesir. Ada nama Anwar Sadat dan Mohamed ElBaradei. Keduanya adalah pelayan setia kepentingan barat di negara-negara Arab: Anwar Sadat berhasil mengubah haluan politik mesir yang anti-imperialis menjadi pro-imperialis, sedangkan Mohammed Elbaradei punya keterlibatan dalam membuka jalan serbuan AS ke Irak.
Selain itu, ada kecenderungan penghargaan nobel digunakan sebagai senjata barat untuk mencampuri urusan internal negara-negara lain, khususnya negara-negara yang relatif mandiri dari kontrol imperium.
Kita bisa menyebut beberapa contoh:
Shirine Ebadi (peraih nobel perdamaian 2003) adalah aktivis Hak Azasi Manusia di Iran. Pemberian nobel terhadap perempuan ini dianggap bagian dari politik barat untuk menekan pemerintahan di Iran.
Wangari Muta Maathai (peraih nobel perdamaian 2011) adalah aktivis lingkungan dan politik di Kenya. Pemberian nobel terhadapnya tokoh oposisi Kenya dianggap sebagai upaya barat untuk menekan Kenya dan sejumlah pemerintahan di Afrika yang berusaha mendekati Tiongkok.
Liu Xiaobo (peraih nobel perdamaian 2010) adalah intelektual dan aktivis HAM di Tiongkok. Di negerinya, Liu dianggap sebagai seorang pembangkang, menerima dana dari NED dan CIA. Liu juga dikritik banyak orang karena mendukung kebijakan AS menginvasi Vietnam, Korea, Afghanistan, dan Irak.
Dan yang paling kontroversial, bahkan paling memalukan, adalah pemberian nobel perdamaian 2009 kepada Barack Obama.
Obama telah mengomandoi serangan imperialis ke Libya. Ia juga bertanggung-jawab dengan pembantaian yang terus berlangsung di Irak, Afghanistan, dan berbagai tempat lain di seluruh dunia. Obama juga secara terang-terangan melawan aspirasi mayoritas bangsa di dunia yang setuju dengan kemerdekaan Palestina.
John Pilger, dalam sebuah petikan kalimatnya di film “The War on Democary”, pernah berkata: “Sejarah menjelaskan kenapa kita di barat lebih tahu kejahatan orang lain tetapi hampir tidak tahu kejahatan sendiri.”
Kita menjadi tahu bahwa penghargaan nobel tidaklah murni untuk mendukung perdamian dunia. Sebab, jika tujuan mereka adalah perdamaian dunia, maka seluruh pejuang anti-kolonial di seluruh dunia mesti diberi penghargaan nobel perdamaian.
Penyusun UUD 1945 di Indonesia juga harus mendapatkan nobel karena telah mencantumkan kata-kata: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Dan melalui sejumlah kejanggalan di atas, saya menjadi faham kenapa 110 tahun pemberian nobel perdamain tak juga bisa menghentikan perang penaklukan dan perampokan di berbagai belahan dunia.
Karena itu pula, kita menjadi faham mengapa Jean Paul Sartre, filsuf perancis yang terkenal itu, menolak nobel sastra pada tahun 1964.

mudah2an ga

Mari kita mulai :
Spoiler for Sejarah Nobel:

Alfred Nobel adalah paradoks. Ia penemu dinamit kendati dikenal sebagai pencinta damai yang menginginkan kemajuan sains untuk kebaikan kehidupan umat manusia. Menguasai lima bahasa—Inggris, Perancis, Jerman, Swedia, dan Rusia—ia lebih berkonsentrasi belajar kimia atas dorongan ayahnya.
Kekayaannya yang luar biasa berasal dari perusahaan alat perang dan kemudian minyak yang ia bangun bersama sang ayah, diikuti ketekunannya mengembangkan nitroglycerine, cairan kimia berdaya ledak tinggi yang menjadi bahan baku dinamit.
Alfred Nobel yang amat gemar meneliti memiliki banyak laboratorium di Stockholm dan Karlskoga (Swedia), Hamburg (Jerman), Ardeer (Skotlandia), Paris dan Sevran (Perancis), serta San Remo (Italia). Ia tidak hanya fokus mengembangkan bahan peledak, tetapi juga berbagai materi tiruan, seperti karet, kulit, dan sutra sintetis. Hingga meninggal, ia mengantongi 355 hak paten.
Ketika surat wasiatnya dibacakan, banyak orang terkejut karena ia mewariskan hampir seluruh kekayaannya untuk penghargaan ilmiah, ditambah penghargaan sastra—bidang yang ia cintai, tetapi tidak berkembang karena ayahnya tidak suka—dan perdamaian.
Warisan senilai 31 juta SEK (saat ini sekitar 265 juta dollar AS) ia percayakan kepada dua insinyur muda, Ragnar Sohlman dan Rudolf Liljequist, yang kemudian membentuk Nobel Foundation sebagai wadahnya.
Tahun 1901, lima tahun sesudah Alfred Nobel meninggal, tradisi penghargaan Nobel dimulai. Sepanjang 1901-2011, penghargaan Nobel diberikan 549 kali, dengan beberapa tahun absen karena Perang Dunia I dan II. Selama itu, 830 perseorangan dan 23 organisasi menerimanya, termasuk di antaranya 69 penerima penghargaan ekonomi. Dari jumlah itu, beberapa perseorangan atau organisasi menerima penghargaan lebih dari sekali.
Spoiler for Ironi Nobel Perdamaian:

Anda bisa membuka-buka daftar penerima nobel perdamaian di Wikipedia. Di situ anda akan mendapat jawaban: 22 orang Amerika Serikat mendapat nobel perdamaian dan itu terbanyak di seluruh dunia.
Tetapi Amerika juga merupakan satu-satunya negara yang mengoperasikan 700 hingga 800 pangkalan/basis militer di 63 negara. Sedangkan 255,065 personil militer AS disebar di berbagai negara di dunia.
Sejak tahun 1945, AS juga berpartisipasi dalam penggulingan 50-an pemerintahan nasional di seluruh dunia. Kebanyakan pemerintahan yang terguling adalah pemerintahan demokratis dan dicintai rakyatnya.
Tetapi, orang bisa saja mengatakan, “nobel itu diberikan kepada individu dan tidak ada hubungannya dengan negara tempat tinggal.”
Nobel perdamaian memang kebanyakan diberikan kepada individu.
Penganugerahan nobel perdamaian adalah sebuah kontroversi, bahkan sebuah ironi. Alfred Nobel, nama tokoh yang mewasiatkan penganugerahan nobel ini, adalah penemu dinamit dan pernah bekerja para rejim Tsar di Rusia.
Saya juga tak habis fikir kenapa seorang pejuang besar seperti Mahatma Gandhi tidak pernah mendapatkan anugerah nobel. Ia adalah seorang pejuang pembebasan kemerdekaan India untuk mengusir kolonialisme Inggris. Ia juga menjadi simbol dari berbagai perjuangan anti-kekerasan di seluruh dunia. Meskipun ia seorang nasionalis tulen, tetapi Gandhi mengatakan “i am a nationalist, but my nationalism is humanity”.
Beberapa nama besar lainnya, seperti Jawarhal Nehru, Soekarno, Nasser, Kwame Nkrumah dan Broz Tito, yang memprakarsai gerakan non-blok untuk menghindarkan dunia dari perang dingin, tidak pernah masuk nominasi penghargaan non-blok.
Lihatlah daftar penerima nobel perdamaian di Mesir. Ada nama Anwar Sadat dan Mohamed ElBaradei. Keduanya adalah pelayan setia kepentingan barat di negara-negara Arab: Anwar Sadat berhasil mengubah haluan politik mesir yang anti-imperialis menjadi pro-imperialis, sedangkan Mohammed Elbaradei punya keterlibatan dalam membuka jalan serbuan AS ke Irak.
Selain itu, ada kecenderungan penghargaan nobel digunakan sebagai senjata barat untuk mencampuri urusan internal negara-negara lain, khususnya negara-negara yang relatif mandiri dari kontrol imperium.
Kita bisa menyebut beberapa contoh:
Shirine Ebadi (peraih nobel perdamaian 2003) adalah aktivis Hak Azasi Manusia di Iran. Pemberian nobel terhadap perempuan ini dianggap bagian dari politik barat untuk menekan pemerintahan di Iran.
Wangari Muta Maathai (peraih nobel perdamaian 2011) adalah aktivis lingkungan dan politik di Kenya. Pemberian nobel terhadapnya tokoh oposisi Kenya dianggap sebagai upaya barat untuk menekan Kenya dan sejumlah pemerintahan di Afrika yang berusaha mendekati Tiongkok.
Liu Xiaobo (peraih nobel perdamaian 2010) adalah intelektual dan aktivis HAM di Tiongkok. Di negerinya, Liu dianggap sebagai seorang pembangkang, menerima dana dari NED dan CIA. Liu juga dikritik banyak orang karena mendukung kebijakan AS menginvasi Vietnam, Korea, Afghanistan, dan Irak.
Dan yang paling kontroversial, bahkan paling memalukan, adalah pemberian nobel perdamaian 2009 kepada Barack Obama.
Obama telah mengomandoi serangan imperialis ke Libya. Ia juga bertanggung-jawab dengan pembantaian yang terus berlangsung di Irak, Afghanistan, dan berbagai tempat lain di seluruh dunia. Obama juga secara terang-terangan melawan aspirasi mayoritas bangsa di dunia yang setuju dengan kemerdekaan Palestina.
John Pilger, dalam sebuah petikan kalimatnya di film “The War on Democary”, pernah berkata: “Sejarah menjelaskan kenapa kita di barat lebih tahu kejahatan orang lain tetapi hampir tidak tahu kejahatan sendiri.”
Kita menjadi tahu bahwa penghargaan nobel tidaklah murni untuk mendukung perdamian dunia. Sebab, jika tujuan mereka adalah perdamaian dunia, maka seluruh pejuang anti-kolonial di seluruh dunia mesti diberi penghargaan nobel perdamaian.
Penyusun UUD 1945 di Indonesia juga harus mendapatkan nobel karena telah mencantumkan kata-kata: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Dan melalui sejumlah kejanggalan di atas, saya menjadi faham kenapa 110 tahun pemberian nobel perdamain tak juga bisa menghentikan perang penaklukan dan perampokan di berbagai belahan dunia.
Karena itu pula, kita menjadi faham mengapa Jean Paul Sartre, filsuf perancis yang terkenal itu, menolak nobel sastra pada tahun 1964.
Spoiler for sumber:
http://www.berdikarionline.com/sisi-lain/20111012/ironi-nobel-perdamaian.html
Diubah oleh jafra 02-01-2013 19:27
0
1.7K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan