

TS
Bowo1908
Indonesia’s problematic defence procurement priorities
Anggaran pertahanan Republik Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2012, mencapai US $ 8 miliar atau meningkat 29,5% dari tahun sebelumnya. Peningkatan dana ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kekuatan minimal esensial Indonesia (MEF). Salah satu pembelian yang akan dilakukan adalah tank tempur utama (MBT) Leopard 2A6 dari Jerman. Pembelian leopard sekitar 100 unit adalah hasil dari perundingan berliku-liku setelah sebelumnya menerima penolakan oleh parlemen Belanda. Indonesia bertekad untuk meningkatkan kekuatan lapis bajanya agar setara dengan kekuatan Malaysia dan Singapura, yang telah memperoleh MBT beberapa tahun yang lalu.
Namun di balik pembelian tank Leopard, ada pengamatan penting, konsep pengadaan peralatan militer oleh Indonesia tidak terlalu terencana. Departemen Pertahanan Indonesia dan militer Indonesia (TNI) menyatakan minatnya untuk membeli MBT, untuk alasan yang berbeda. Bagi TNI, itu adalah sebuah langkah maju dalam peningkatan kemampuan, seperti kendaraan lapis baja mereka saat ini hanya mencakup tank ringan. Dari titik pandang pemerintah, ini adalah kesempatan untuk menerapkan skema pembelian pemerintah, dengan menghilangkan peran broker, yang akan mengurangi terjadinya praktik korupsi.
Tetapi sebagai dampak dari krisis keuangan yang melanda Eropa, Indonesia ditawari kesempatan tidak hanya dalam bentuk penawaran untuk membeli Leopards Belanda, tetapi juga helikopter AH-64 Apache dan jet tempur F-16 Block 52 (yang akan berarti TNI akan setidaknya memiliki sistem senjata sebanding dengan Singapura dan Malaysia ini). Namun di sisi lain, strategi pengadaan militer Indonesia tampaknya secara emosional didorong oleh satu hal, Indonesia ingin terlihat menjaga keseimbangan militer dengan negara-negara tetangga.
Leopard dan Apache jelas penting untuk meningkatkan teknologi militer Indonesia, tapi tidak terlihat alasan mengapa hal itu akan menjadi prioritas tinggi. Indonesia merupakan negara dengan wilayah maritim besar untuk dijaga dan dilindungi. Jadi penekanan harus pada akuisisi pesawat patroli maritim dan pengintai, helikopter berbasis armada ASW (anti-kapal selam) dan sistem sensor kapal untuk Angkatan Laut. ASW adalah masalah yang khusus. Setelah sempat menjadi bagian yang kuat dari kemampuan Indonesia, sayangnya malah ditinggalkan, misalnya, helikopter Wasp dari Inggris yang digounded dan tidak diganti. Sebuah rencana pada tahun 2005 untuk mengakuisisi horizon target radar untuk BO-105 nya PT. DI, dibatalkan, membiarkan Angkatan Laut tanpa helikopter pengintai yang memadai.
Pesawat patroli pengintai maritim tidak jauh lebih baik. Meskipun Surveillance Skadron 5 Makassar mengoperasikan versi pengintai maritim dari Boeing 737, mereka hanya memiliki tiga pesawat dengan teknologi yang sudah usang. Sebagai perbandingan, Angkatan Laut Malaysia telah lama memiliki Sea Lynx dan Singapura memiliki Sikorsky SH-60B Seahawk. Kedua helikopter tersebut dilengkapi dengan torpedo, dan pesawat peringatan udara dini dan kontrol E-2C Hawkeye Singapura dapat melakukan pengintaian dengan cakupan yang sangat luas.
Akuisisi helikopter dan pesawat pengintai jelas penting bagi Indonesia, karena mereka akan membantu mencegah terjadinya pelanggaran wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan memungkinkan penegakan hukum untuk memberikan respon yang lebih cepat terhadap insiden di laut. Ini berarti bahwa perdagangan luar negeri dan produksi Indonesia yang penting untuk mengejar kesejahteraan ekonomi dapat diamankan di perairan nusantara.
Demikian pula, tanpa konsep yang jelas dalam pengembangan kemampuan, pemerintah Indonesia telah menunjukkan minat dalam pembelian helikopter Apache, dan kemungkinan diikuti dengan pembelian rudal anti-tanknya. Ini bukan tanpa risiko. Pemerintah Indonesia harus ingat pengalaman buruk sebelumnya dengan adanya embargo suku cadang oleh Amerika Serikat. Sementara tank dan helikopter yang diusulkan berasal dari sumber-sumber Belanda atau Jerman, Apache adalah desain Amerika, dan selalu ada kemungkinan bahwa Amerika Serikat atau NATO bisa menghentikan aliran suku cadang dan senjata ke Indonesia, jika militer Indonesia mengambil tindakan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan negara-negara Barat.
Dalam beberapa hal, merupakan strategi yang baik bagi Indonesia untuk mempertimbangkan peralatan pertahanan dari sumber lain, seperti India. Walaupun mungkin memerlukan beberapa kompromi. Misalnya, penggantian kapal selam Indonesia yang diperlukan untuk mengimbangi kemampuan rudal anti kapal dari Malaysia dan Singapura. Mendapatkan kapal selam baru adalah penting. Mereka tidak hanya memainkan peran utama seperti halnya dalam perang terbuka, namun pada saat damai kapal selam dapat melaksanakan misi untuk mendukung kepentingan strategis yang lebih luas, seperti pengawasan dan pemantauan dari laut. Namun dalam anggaran pertahanan yang terbatas, kemampuan 'high-end' mungkin berada pada harga yang tidak terjangkau.
Mudah-mudahan, Leopard dapat dimanfaatkan secara optimal oleh militer Indonesia. Dan tidak ada salahnya menerima platform bagus seperti C-130 Hercules dari Australia dan Amerika Serikat, tetapi Indonesia harus mempertimbangkan biaya upgradenya. Dan terakhir, prioritas lain tetap-produksi dan pengembangan produksi senjata dalam negeri Indonesia. Dan bahwa semua harus sesuai dengan anggaran yang kurang dari sepertiga dari anggarannya Australia. Indonesia perlu memikirkan prioritas dan rencana dengan sangat hati-hati.
http://www.aspistrategist.org.au/ind...nt-priorities/
Agak basi, tapi ada benernya juga idenya
Namun di balik pembelian tank Leopard, ada pengamatan penting, konsep pengadaan peralatan militer oleh Indonesia tidak terlalu terencana. Departemen Pertahanan Indonesia dan militer Indonesia (TNI) menyatakan minatnya untuk membeli MBT, untuk alasan yang berbeda. Bagi TNI, itu adalah sebuah langkah maju dalam peningkatan kemampuan, seperti kendaraan lapis baja mereka saat ini hanya mencakup tank ringan. Dari titik pandang pemerintah, ini adalah kesempatan untuk menerapkan skema pembelian pemerintah, dengan menghilangkan peran broker, yang akan mengurangi terjadinya praktik korupsi.
Tetapi sebagai dampak dari krisis keuangan yang melanda Eropa, Indonesia ditawari kesempatan tidak hanya dalam bentuk penawaran untuk membeli Leopards Belanda, tetapi juga helikopter AH-64 Apache dan jet tempur F-16 Block 52 (yang akan berarti TNI akan setidaknya memiliki sistem senjata sebanding dengan Singapura dan Malaysia ini). Namun di sisi lain, strategi pengadaan militer Indonesia tampaknya secara emosional didorong oleh satu hal, Indonesia ingin terlihat menjaga keseimbangan militer dengan negara-negara tetangga.
Leopard dan Apache jelas penting untuk meningkatkan teknologi militer Indonesia, tapi tidak terlihat alasan mengapa hal itu akan menjadi prioritas tinggi. Indonesia merupakan negara dengan wilayah maritim besar untuk dijaga dan dilindungi. Jadi penekanan harus pada akuisisi pesawat patroli maritim dan pengintai, helikopter berbasis armada ASW (anti-kapal selam) dan sistem sensor kapal untuk Angkatan Laut. ASW adalah masalah yang khusus. Setelah sempat menjadi bagian yang kuat dari kemampuan Indonesia, sayangnya malah ditinggalkan, misalnya, helikopter Wasp dari Inggris yang digounded dan tidak diganti. Sebuah rencana pada tahun 2005 untuk mengakuisisi horizon target radar untuk BO-105 nya PT. DI, dibatalkan, membiarkan Angkatan Laut tanpa helikopter pengintai yang memadai.
Pesawat patroli pengintai maritim tidak jauh lebih baik. Meskipun Surveillance Skadron 5 Makassar mengoperasikan versi pengintai maritim dari Boeing 737, mereka hanya memiliki tiga pesawat dengan teknologi yang sudah usang. Sebagai perbandingan, Angkatan Laut Malaysia telah lama memiliki Sea Lynx dan Singapura memiliki Sikorsky SH-60B Seahawk. Kedua helikopter tersebut dilengkapi dengan torpedo, dan pesawat peringatan udara dini dan kontrol E-2C Hawkeye Singapura dapat melakukan pengintaian dengan cakupan yang sangat luas.
Akuisisi helikopter dan pesawat pengintai jelas penting bagi Indonesia, karena mereka akan membantu mencegah terjadinya pelanggaran wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan memungkinkan penegakan hukum untuk memberikan respon yang lebih cepat terhadap insiden di laut. Ini berarti bahwa perdagangan luar negeri dan produksi Indonesia yang penting untuk mengejar kesejahteraan ekonomi dapat diamankan di perairan nusantara.
Demikian pula, tanpa konsep yang jelas dalam pengembangan kemampuan, pemerintah Indonesia telah menunjukkan minat dalam pembelian helikopter Apache, dan kemungkinan diikuti dengan pembelian rudal anti-tanknya. Ini bukan tanpa risiko. Pemerintah Indonesia harus ingat pengalaman buruk sebelumnya dengan adanya embargo suku cadang oleh Amerika Serikat. Sementara tank dan helikopter yang diusulkan berasal dari sumber-sumber Belanda atau Jerman, Apache adalah desain Amerika, dan selalu ada kemungkinan bahwa Amerika Serikat atau NATO bisa menghentikan aliran suku cadang dan senjata ke Indonesia, jika militer Indonesia mengambil tindakan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan negara-negara Barat.
Dalam beberapa hal, merupakan strategi yang baik bagi Indonesia untuk mempertimbangkan peralatan pertahanan dari sumber lain, seperti India. Walaupun mungkin memerlukan beberapa kompromi. Misalnya, penggantian kapal selam Indonesia yang diperlukan untuk mengimbangi kemampuan rudal anti kapal dari Malaysia dan Singapura. Mendapatkan kapal selam baru adalah penting. Mereka tidak hanya memainkan peran utama seperti halnya dalam perang terbuka, namun pada saat damai kapal selam dapat melaksanakan misi untuk mendukung kepentingan strategis yang lebih luas, seperti pengawasan dan pemantauan dari laut. Namun dalam anggaran pertahanan yang terbatas, kemampuan 'high-end' mungkin berada pada harga yang tidak terjangkau.
Mudah-mudahan, Leopard dapat dimanfaatkan secara optimal oleh militer Indonesia. Dan tidak ada salahnya menerima platform bagus seperti C-130 Hercules dari Australia dan Amerika Serikat, tetapi Indonesia harus mempertimbangkan biaya upgradenya. Dan terakhir, prioritas lain tetap-produksi dan pengembangan produksi senjata dalam negeri Indonesia. Dan bahwa semua harus sesuai dengan anggaran yang kurang dari sepertiga dari anggarannya Australia. Indonesia perlu memikirkan prioritas dan rencana dengan sangat hati-hati.
http://www.aspistrategist.org.au/ind...nt-priorities/
Agak basi, tapi ada benernya juga idenya

0
3.1K
16
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan